Assalamualaikum! *blog post edisi syariah*

Sudah lebih dari 2 minggu saya nggak ngisi #OneYearAgo dikarenakan banyak distraction, yaitu pekerjaan, persiapan S2, persiapan resign, puasa, dan Mads Mikkelsen.  Oke, yang terakhir itu bener-bener menyita pikiran. Fannibals, anybody? Tapi janji, saya akan mengisi bolong-bolongnya seperti saya ngisi bolong utang puasa. Saya sudah siapin beberapa cerita di Slovenia dan Italia. 

Tahun ini saya bersyukur banget bisa berpuasa di Indonesia. Trip tahun lalu bener-bener membuka mata saya sekaligus membuat saya bersyukur menjadi umat Islam di Indonesia. Selain jam puasa yang lebih pendek, makanan iftar yang lebih enak-enak, suasana kekeluargaan, dan alunan adzan serta ayat-ayat Al-Qur'an yang bebas dikumandangkan. Bener-bener ngangenin.

Tahun ini saya ikut merasakan hebohnya malam takbiran di Indonesia dengan segala petasan dan kembang api. Tahun lalu, saya sedang di Paris, ikutan penutupan Tour de France di Champs Elysees, dan diakhiri dengan digigit anjing host saya sebelum tidur. Sepi sekali. 
Berkat tongsis, saya bisa foto dengan angle begini tanpa naik-naik tangga, haha! This is Tour de France crowd, setia menunggu pesepeda yang sudah ribuan kilometer keliling Prancis. Champs Elysees adalah finish line-nya!
Hari lebaran pertama, saya dan Rifka (sahabat saya yang bergabung di 3 hari terakhir perjalanan) berlebaran bersama di MH21 dengan pesawat Airbus A380-800, 13 jam perjalanan pulang yang luar biasa menyenangkan. Senang karena saya pulang, sekaligus mendapatkan cabin crew yang ramah dan memanggil kami secara personal dengan nama, walaupun kami penumpang ekonomi. Dia bertanya apakah kami merayakan hari raya ketika melihat paspor hijau kami. Lalu saya nyengir kepadanya, "Ya, kami pulang untuk hari raya."

Selamat Hari Raya teman-teman pembaca, taqaballalahu minna wa minkum. Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga blog ini dapat terus bermanfaat untuk perjalanan backpacking, khususnya ke Eropa.

-@travelitarius *makan rendang*
Read More
Day 36: 13 Juli 2015

Postingan blog sekarang adalah travel tips! Udah lama nggak nulis tips *kipas-kipas*

Venice adalah salah satu kota yang sangat excited saya datangi karena begitu khas. Cukup melihat fotonya saja, kita akan tahu kalau itu foto Venice, asli atau palsunya. Venice adalah kota yang paling banyak tiruannya di dunia, ke Macau atau Doha saja, kamu bisa ngerasain ala-ala kota kanal ini. Dan Venice juga menjadi salah satu top destinasi untuk turis, sekitar 20 juta orang mengunjungi pulau ini. Sangat jauuuuh dengan penduduk aslinya sendiri yang "hanya" 56 ribu orang. Makanya, sebagian Venetians kabur ke Mestre, mainland Venice, sekitar 30 menit naik bus. 

Kata "lagoon" atau laguna dalam Bahasa Italia berasal dari penyebutan nama Venice ini karena memang kota ini terletak di atas laguna, yang sudah tercatat di UNESCO World Heritage List. Terletak di Teluk Adriatik dan terdiri atas 118 pulau kecil, menjadikan Venice sebagai satu-satunya kota pejalan kaki di dunia karena yang ada hanya kanal. Kota ini sendiri kelihatan kecil, tapi ternyata bikin capek jalan kaki karena banyak sekali jalan dan gang yang mengakibatkan nantinya kita nyasar-nyasar. Tapi percaya deh, nggak ada nyasar yang lebih baik dari pada nyasar di Venice.
Gampang banget nyasar di Venice!
Karena menjadi pusat turis dari seluruh dunia, apa-apa di sini serba mahal! Kalau mau dapet penginapan termurah, kamu harus mau kemping, itu pun di Mestre dan berjarak belasan kilometer. Semua hotel di pulaunya sangat-sangat mahal untuk ukuran saya. Transportasi di dalam pulau pun serba mahal. Bahkan toilet umum saja bayarnya 1.50 euro sekali masuk. Bandingkan dengan so-called-expensive Belanda yang hanya 0.50 euro sekali masuk. Stress berat deh kalau ngeliat harga-harga di Venice.

Transportasi Mestre - Venice
Kalau punya uang lebih untuk membayar hostel di pulau, kita bisa ke mana-mana jalan kaki. Karena saya nggak punya banyak uang dan tinggal di Mestre, saya harus naik bus atau kereta dari Venezia Mestre ke Venezia St. Lucia yang hanya berjarak 1 stasiun. Ongkosnya murah, 1.30 euro untuk bus dan 1.25 euro untuk kereta. Selain bisa dibeli di loket dan mesin otomatis, tiket ini bisa dibeli di tabbacheria atau tukang rokok (tabbachi) dengan simbol letter T biru besar sebagai penanda. Beli di mana pun harganya sama saja kok. Saya biasa langsung membeli 2 lembar tiket, 1 untuk pergi, 1 untuk pulang.

Transportasi di dalam Venice
Keliling kota ini cukup tricky. Sistem transportasi dikelola oleh ACTV dan perusahaan ini menawarkan beberapa pilihan transportasi yang bisa dipakai:

Vaporetto
Singkatnya, vaporetto itu seperti bus, tetapi berbentuk kapal berukuran sedang yang bisa menampung banyak orang. Di Venice sendiri terdapat 22 line vaporetto, kita bebas memilih rutenya. Harga tiket vaporetto adalah 7.50 euro (2015) untuk perjalanan 75 menit. Mahal banget kan! Sebagai perbandingan, 1 tiket yang sama harganya 1.50 euro di Roma dan 1.20 euro di Florence. Bukan Venice namanya kalo nggak mahal. Peta rute vaporetto bisa di-download di sini. Harga tiket yang mahal ini bisa kita siasati dengan membeli pass atau travel card yang bisa dipakai unlimited, termasuk bus di Mestre. Travel card ini bisa dibeli di loket tiket mana saja.
Photo courtesy of www.goitaly.about.com
20 euro - travel card 1 hari30 euro - travel card 2 hari
40 euro - travel card 3 hari
60 euro - travel card 7 hari
Kalau kita mengambil travel card 1 hari, supaya nggak rugi, kita harus memakai vaporetto minimal 3 kali. Menurut saya, pakai saja vaporetto untuk ke Murano atau Lido, pulau-pulau yang agak minggir yang dilewati rute vaporetto. Kenapa? Karena vaporetto di pulau utama hanya menyusuri Grand Canal, ujung-ujungnya nanti kita juga akan banyak jalan kaki. Untuk orang yang masih muda (6-29 tahun), bersyukurlah karena ada pass 72 jam seharga 22 euro (ada tambahan 6 euro untuk kartu Rolling Venice). Lumayan nih!

Water taxi
Buat orang-orang yang banyak uang, naik taksi ini bisa jadi alternatif. Sekali naik saja tarifnya sudah 18.50 euro dan akan bertambah 1.80 euro per menit. Belum lagi kalau bawa bagasi, akan kena charge 3 euro per piece. Plus ada charge lagi di waktu tertentu dan hari Minggu. Mending lupain naik ini aja deh...
Photo courtesy of www.venicewatertaxi.com
Gondola
Kayaknya setiap turis (kaya) wajib naik gondola di Venice, apalagi pasangan. Romantisnya emang kerasa, apalagi di dalam gondola cuma berdua padahal maksimalnya 6 orang. Sekali jalan gondola, kamu bisa di-charge 80 sampai 100 euro per kapal, jadi bisa patungan. Sebenarnya harga ini bisa ditawar, tapi nanti durasinya juga dipersingkat. Tapi biasanya kisaran harganya akan sama. Pastikan saja deal harga, rute, dan durasi disepakati di awal. Jangan mau ditipu sama gondolier-gondolier ganteng! Kalau mau tambah dinyanyiin sama gondolier-nya, bisa, tapi ada charge 35 euro per orang. Best time naik gondola: sunset.
Crowded canal!
Traghetto
Kadang, nyasar di Venice bikin capek, udah muter-muter nyari jalan, begitu ketemu Grand Canal, eeeh, jembatannya jauh! Ada cara untuk menyebrangi kanal utama kota, yaitu dengan traghetto, kapal kecil sedikit lebih besar dari gondola yang didayung oleh 2 pria. Biaya menyebrang adalah 0.50 euro, langsung dibayar ke gondolier. Kalo kapalnya banyak orang, siap-siap berdiri yah!
Photo courtesy of www.redisitaly.com
Transportasi Venice - Marco Polo Airport
Untuk transportasi dari Venice ke Marco Polo (VCE) yang terletak di Mestre, lebih murah naik bus karena alternatif lain adalah naik water taxi seharga 35 euro per orang. Aerobus Line 5 berangkat dari Piazzale Roma (terminal bus) ke bandara dan akan ditempuh selama 25 menit. Harga tiketnya 8 euro sekali jalan.

Transportasi Venice - Murano, Burano, dan Lido
Tiga pulau yang ada di sekitar pulau utama ini menjadi salah satu tujuan turis yang datang ke Venice. Murano terkenal dengan kerajinan gelasnya. Jangan tertipu dengan penjual suvenir yang nulis "Made in Venice" karena sebagian berasal dari Cina. Apalagi, gelas Murano yang asli bisa berharga sangat tinggi, mencapai ratusan bahkan ribuan euro. Jadi saran saya, kalau ingin beli suvenir murah, jangan beli gelas yang katanya buatan Murano. Kalau pengen liat Venice yang colorful, datanglah ke Burano, saya aja menyesal nggak sempet ke sini karena nggak punya banyak waktu dan uang supaya bisa lama-lama di Venice. Kalau Lido, terkenal karena Venice Film Festival diadakan di sini setiap tahun. Kalau mau ke Murano dan Burano dari Ferrovia (stasiun utama), naik vaporetto nomor 4 atau 5, turun di Fondamente Nove. Untuk ke Burano dari sana, naik vaporetto nomor 12. Sedangkan ke Murano naik vaporetto nomor 4.1 atau 4.2. Lido ada di selatan pulau utama, kita harus naik vaporetto apa saja ke San Marco, lalu dari sana naik vaporetto lain menuju Lido.
Venice dari atas. Sebelah kiri atas terdapat Ferrovia dan Piazzale Roma, sementara yang di bawah adalah Piazza San Marco, di tengah kecil, ada Ponte Rialto. Untuk keliling Venice, kita cukup menavigasi 4 tempat penting ini saja
Semua yang udah saya sebutin di atas, nggak ada yang ngalahin sensasi nyasar di Venice dengan berjalan kaki. Kota ini sendiri seperti labirin raksasa, tetapi punya setiap kejutan di sudutnya. Peta nggak banyak membantu, banyak gang yang tidak ditempeli nama dan tidak tergambar di peta. Saya sendiri pernah nyasar-nyasar eh, akhirnya nggak sengaja menemukan gereja tempat pembaptisan Antonio Vivaldi. Gimana triknya supaya tahu arah? Di seantero kota tersebar papan petunjuk warna kuning, ikuti arah RIALTO kalau mau ke Ponte Rialto yang terkenal itu, P. SAN MARCO kalau mau ke Piazza San Marco, tempat St. Mark's Basilica, Sigh Bridge, Campanile, dan Doge's Palace, FERROVIA kalau mau ke Stasiun Venezia Santa Lucia (stasiun utama pulau, tempat para vaporetto pada ngetem), PIAZZALE ROMA kalau mau ke terminal bus. Cukup itu saja, sisanya silakan tersesat!

-@travelitarius my suggestion: do not visit Venice in summer. It's frickin hot and crowded!
Read More
Day 34: 11 Juli 2015

Free walking tour adalah salah satu kegiatan seru yang bisa kita ikutin kalau baru pertama kali datang ke suatu kota. Selain karena mereka meng-cover tempat-tempat penting dan bersejarah, kita bisa ketemu teman-teman baru dari berbagai negara, tahu tentang gosip atau cerita lokal, dan enaknya kita bisa ngasi tip semampu kita. Sewaktu di Ljubljana, saya sempatkan diri untuk mengikuti free walking tour yang menjadi pelopor free walking tour di Eropa dan menduduki peringkat 1 di TripAdvisor Things To Do in Ljubljana. 

Seperti semua free walking tour, jadwal dan meeting point mereka sudah fixed setiap hari. Kamu tinggal cek ke website mereka masing-masing dan langsung datang saja tanpa reservasi. Kalau Ljubljana Free Tour ini meeting point-nya di depan Pink Church di Preseren Square, sangat strategis di Ljubljana yang kecil ini. Tur berjalan setiap jam 11 siang dan 3 sore, cari guide mereka yang selalu berkaos kuning. Hari itu kami ditemani Tina, tur guide berlisensi dengan PhD dari Ilmu Sosiologi di University of Ljubljana. Nggak heran kalau kita akan mendapat buanyak banget informasi dan cerita dari Tina tentang kotanya ini. Gratisan sih gratisan, tapi guide-nya bermutu!
Our cheerful guide: Tina! (maaf dari belakang fotonya, hehe)
Setelah registrasi di depan Pink Church, kami pun mulai berjalan. Tur yang akan memakan waktu kurang lebih 2 jam ini akan meng-cover bangunan-bangunan penting yang ada di sini, kecuali Ljubljana Castle. Di awali dengan cerita singkat kota Ljubljana yang artinya "beloved", kota ini jadi nggak kalah romantis dengan Paris. Lalu ada cerita cinta tak sampai sastrawan negara, France Preseren, yang patungnya ada di main square tersebut. Jarang-jarang sastrawan dijadikan patung utama di square utama lho, biasanya kan pahlawan, raja, ratu, atau paus. 
Pink Church, meeting point kami, dilihat dari Triple Bridge
Pink Church (Fransiscan Church of Annunciation)
Lalu cerita Tina berubah menjadi tentang Jose Plecnik, sang maestro arsitektur Slovenia yang punya andil besar merancang Ljubljana. Karya Plecnik sekarang bisa kita lihat di seantero kota, seperti Triple Bridge, perpustakaan nasional Slovenia, The Fish Market, sampai gedung parlemen Slovenia. Bisa dibilang, Ljubljana ini sebagai Plecnik City
Fasad samping perpustakaan nasional Slovenia, karya Plecnik
Lalu perjalanan dilanjutkan ke kantor walikota Ljubljana, di situ Tina bercerita tentang sistem pemerintahan di Slovenia. Lagi asyik-asyik ngobrol, tiba-tiba keluar bapak-bapak gemuk menyapa Tina dan bilang pada kami dalam bahasa Slovenia, kurang lebih begini, "You have visited the most beautiful city in the world!" Pas bapak-bapak itu menjauh, Tina nyeletuk, "That's the Mayor of Ljubljana." Serentak kami, "Oooh!"

Tadi itu bener-bener Zoran Jankovic, walikota Ljubljana! Santai banget ngeloyor keluar dari kantornya pakai kemeja santai dan jins, jalan ke jalan umum seperti orang biasa. Pak Zoran ini awalnya adalah seorang businessman yang punya jaringan Mercator, sejenis Alfamart di sini. Beliau pernah menjabat sebagai walikota selama 1 periode, lalu mencalonkan diri sebagai Perdana Menteri Slovenia namun gagal, kemudian kembali menjabat sebagai walikota. Pak Zoran adalah satu-satunya walikota yang menjabat dalam 2 periode sejak Perang Dunia II. Tina bilang, di sini, saking kecilnya kota ini (cuma 250.000 jiwa) pejabat pun membaur dan hang out di kafe dengan orang biasa.

Dari sana, kita diajak ke Dragon Bridge, Ljubljana Cathedral, perpustakaan nasional, dan Fish Market. Lalu kami berpisah tak jauh dari Pink Church. Tak lupa, saya menyisihkan uang receh sisa ke kantong tip yang ditaruh Tina di lantai agar kami bisa menyumbang berapa pun yang kami mampu. Siang itu, cuaca masih cukup bersahabat, saya masih kuat berpuasa. Tujuan saya berikutnya adalah titik tertinggi di Ljubljana, Ljubljana Castle.
Ljubljana Castle
View dari Ljubljana Castle
Sorenya, Tina, host Couchsurfing saya (bukan tour guide yang tadi) SMS saya untuk janjian di depan Pink Church sekitar jam 5 sore untuk hang out. For sure! Lalu kami duduk-duduk bertiga bersama pacarnya yang guanteng, Teo. Teo memesan bir dan Tina cappucino milkshake, sedangkan saya ngiler ngeliat whipped cream di atas milkshake-nya Tina karena berpuasa. Kami mengobrol duduk-duduk lama dan jalan-jalan sampai malam saat waktu berbuka puasa. Tina berkata, "Happy breakfast." Saya nyengir saat meneguk jus jeruk yang tadi saya beli. 
My Slovenian friend, I really miss them
Today was awesome! Saya suka banget sama Ljubljana, kecil dan cantik!

-@travelitarius #1 Things to do in Ljubljana: Free Walking Tour
Read More
Day 26: 3 Juli 2015

Saya cinta segalanya tentang Vienna. Di kota ini, saya menemukan kepuasan dalam menikmati karya seni. Gimana enggak, berjalan-jalan di kota saja saya menemukan musisi jalanan yang kemampuannya bisa bergabung dengan Vienna Philharmonic. Sejarah panjang kerajaan Austro-Hungarian membuat peninggalan bisa kita temukan dengan mudah, disebar begitu saja seantero kota seperti menyebar makanan burung. Bangunan-bangunan yang saya lewati pun indah dan superior, selalu sukses membuat saya feeling overwhelmed. Nggak cuma bangunan ala Barok, Gothik, atau Renaissance, arsitektur modern seperti Modern Arts Museum juga ada.

Makanan pun nggak kalah superior. Sacher Torte, Apple Strudel, dan Schnitzel adalah makanan yang berasal dari kota ini. Sayang, karena puasa, saya hanya mencoba Apple Strudel dari pedagang di jalanan sebagai makanan berbuka puasa. Schnitzel pernah saya cicipi malah bukan di Vienna, tapi di Indonesia. Sacher Torte asli yang dijual di Hotel Sacher harganya bisa sangat mahal, mencapai 46.50 euro (hampir 700 ribuan) untuk diameter 22 cm. Tapi tenang aja, mereka menjual potongan slice-nya seharga 6 euro. Cukup mahal untuk ukuran kue yang cuma sepotongan gitu, tapi kalau pecinta kuliner dan kue makanlah di sini paling enggak sekali seumur hidup, hehe. 
The original Sacher Torte (image courtesy of www.sacher.com)
Berjalan-jalan di tengah kota diawali dengan Stephansdom, atau St. Stephen's Cathedral. Kunjungi dan lihat sendiri semua detail mahakarya yang diletakkan di katedral yang menjadi gereja terpenting di Austria ini. Upacara pemakaman maestro musik Vivaldi diadakan di sini lho. 
St. Stephan's Cathedral (sorry for major noise)
Setelah puas berkeliling katedral, keluar dan langsung berjalan ke arah Karntnerstrasse, area pejalan kaki utama yang menghubungkan Stephansdom dan Staatsoper. Jalan ini adalah jalan favorit saya di Vienna, tempat kita bisa cuci mata melihat-lihat toko suvenir, toko kerajinan tangan, butik, kafe, musisi jalanan, atau sekedar duduk-duduk internetan pakai wi-fi gratis. Dan jangan salah, musisi jalanan yang perform di sini, banyak mahasiswa jurusan musik, jadi musikalitas mereka enggak usah diragukan lagi. Saya biasa menghabiskan koin-koin sisa dari negara lain untuk memberikan tip, nyebelin sih, tapi cuma itu yang saya punya, hehe.
Karntnerstrasse
Puas cuci mata di jalanan khusus pejalan kaki ini, saya lalu naik tram menuju Schloss Belvedere! Salah satu properti milik Dinasti Habsburg di zamannya, sekarang beralih fungsi menjadi museum yang menyimpan lukisan tersohor dari Austria. Salah satunya karya Gustav Klimt berjudul "The Kiss" yang legendaris itu.
Nuff said, time for photos!
How I love its front facade! Overwhelmed by arts!

Selfie di depan kaca, Viennese-style

Majestic as hell

Schloss Belvedere, tampak belakangnya
Taman Belvedere, tampak menara tertinggi dari Stephansdom dari jauh
Liburan di Vienna sangat menyenangkan. Sistem transportasi yang mudah dipelajari dan dinavigasi. Bangunan-bangunan cantik berumur ratusan tahun dan orang-orangnya baik. Sungguh sayang buat ditinggalin. Tapi perjalanan harus dilanjutkan, kota-kota cantik lainnya harus dikunjungi juga. Besok saya akan ke Bratislava, kota yang menurut Euro Trip sangat jauh terbelakang. Kita lihat, apa benar seburuk itu kotanya?

-@travelitarius next my Austria bucket's list: Halstatt, Salzburg, and Innsbruck
Read More
Day 25: 2 Juli 2015

Dari Praha, ke Brno, ke Vienna, saya memakai jasa bus Student Agency. Bus yang berbasis di Republik Ceko ini punya jaringan bus yang sangat luas seantero Eropa. Dari Praha saja, kamu bisa naik bus sejauh ke London, Kopenhagen, Oslo, sampai Helsingborg di Swedia dengan harga murah! Kalau punya banyak waktu dan minim uang seperti saya, cobalah sekali-kali pakai bus jarak jauh karena bus ini sangat nyaman. Nanti saya akan buat review khususnya ya.

Hari ini saya akan menjelajah kota Vienna. Selain karena pengen lihat Schloss Schonbrunn, saya nggak punya ekspektasi tinggi terhadap kota ini. Jujur saja, saya selalu punya ekspektasi rendah tiap semua kota yang saya datangi. Nggak mengharap yang muluk-muluk, buat saya, ke Eropa saja sudah sangat bersyukur.

Setelah kemarin saya sampai sore hari dan langsung nonton sepak bola bersama Albrecht sampai malam, saya baru berjalan-jalan hari ini. Untuk pertama kalinya saya dapet host cowok. Jujur saja, awalnya saya kurang nyaman 1 apartemen dengan cowok, tapi Albrecht orangnya cool banget. Sekarang dia sedang mengambil PhD filsafat di Universitat Wien dan punya minat besar di politik. Habislah saya ditanya-tanya tentang keadaan politik di Indonesia, hahaha. Saya berusaha menjawab sebisa mungkin dan yang membuatnya tertarik adalah kekuasaan penuh presiden kita sebagai kepala negara dan sekaligus pemerintahan.

Berkunjung ke Vienna seperti berkunjung ke negeri dongeng, apalagi kalau sedang sepi turis dan bersalju. Bangunan dengan arsitektur cantik dan karya seni benar-benar diperhatikan di sini. Apalagi kota ini sendiri punya 2 istana yang bisa kita kunjungi. Salah satunya Schloss Schonbrunn, yang akan menjadi highlight tulisan saya sekarang. Schloss artinya istana dan Schonbrunn artinya musim semi yang indah dalam Bahasa Jerman. Istana ini adalah salah satu bangunan Barok yang paling well-preserved.

Istana
Tercatat sebagai UNESCO World Heritage Site, istana musim panas bagi monarki Habsburg ini diberikan kepada Maria Teresa sebagai hadiah pernikahannya dengan Francis I. Istana ini sekarang berfungsi penuh sebagai museum, yang bisa menjadi sumber memahami perjalanan kekasisaran Austro-Hungaria pada khususnya. Dinasti Habsburg ini bisa dibilang "penguasa Eropa" karena anggota dinasti ini ada yang menjadi bagian atau penguasa kerajaan lain misalnya Kerajaan Bohemia, Hungaria, Spanyol, Romawi, sampai England. Setelah dihadiahi istana, Maria Teresa melakukan renovasi istana dan taman besar-besaran, yang menjadikan istana ini semegah sekarang. Dan akhirnya, istana ini menjadi kediaman tetapnya di Vienna. Kompleks ini termasuk bangunan istana dengan 1440 ruangan, taman yang bikin orang Indonesia mana pun kecapekan jalan kaki, dan Vienna Zoo yang disebut sebagai kebun binatang tertua di dunia. Ck, ck, ck...
Bangunan utama istana, tampak dari pintu gerbang depan
Tiket masuk kompleks terbagi-bagi menjadi beberapa tiket ketengan. Misalnya, kalau kita mau masuk ke maze, harus bayar 5 euro, kalau ke puncak Gloriette, bayar lagi 3.5 euro. Tiket masuk istana ini sendiri sudah termasuk audio guide, jadi cukup mahal, 15.90 euro. Untuk lebih lengkap mengenai harga dan turnya, silakan cek link ini. Tercatat ada 2.8 juta orang per tahun mengunjungi istananya saja. Pengunjung taman, labirin, kebun binatang totalnya lebih dari 6 juta orang, yang menjadikan total sekitar 8 juta lebih orang per tahun. Gila, hampir sama dengan total kunjungan turis ke Indonesia per tahun!

Taman
Dengan panjang 1.2 km dari barat ke timur dan 1 km dari utara ke selatan, jalan kaki di sini bikin tumit pegel, apalagi buat orang Indonesia yang nggak terbiasa jalan kaki (jauh). Ini bagian-bagian taman.
Great Parterre, taman yang menjadi sumbu utama halaman istana (maaf fotonya kurang oke karena mendung)
Air Mancur Neptunus (Neptune Fountain), ada di ujung Great Parterre, dianggap sebagai mahkotanya. Air terjun ini menjadi bagian renovasi Maria Teresa dan selesai tepat sebelum dia meninggal. 
Roman Ruin, awalnya terlihat seperti beneran reruntuhan, ternyata runtuhan itu buatan! Dua patung di tengah itu adalah patung Dewa Sungai Danube dan Enns
Air mancur Obelisk (Obelisk Fountain
1 dari 32 patung yang ada di kiri kanan Great Parterre
Kolam Bundar (The Round Pool) yang ada di persimpangan jalan di taman
Gloriette, ada kafe (mahal) di dalamnya
Gloriette dan Neptune Fountain, dilihat dari istana
Sisanya adalah area-area berbayar yang tidak saya masuki. Sekarang, selain berfungsi sebagai museum, kompleks istana ini sering menjadi tuan rumah konser musik Vienna Philharmonic setiap hari selama musim panas. Jadi, kalau ketemu sales-sales berpakaian ala Mozart lengkap dengan wig kriwilnya, pasti kamu akan dirayu-rayu untuk membeli tiket ini. Nggak papa kena rayu, saya yakin, nonton konser musik klasik di Vienna jadi pengalaman berbeda.

-@travelitarius ah, life is good in Vienna
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home