Berhubung saya baru saja diterima menjadi mahasiswa pascasarjana yang
menjunjung tinggi nasionalisme dan identitas bangsa *cie*, di hari kemerdekaan
ini saya pengen bercerita tentang nasionalisme yang saya bawa ketika di luar
negeri. Ada yang bilang, nasionalisme orang Indonesia paling keliatan banget
pas pertandingan olahraga, apalagi sepak bola, apalagi kalau lawan Malaysia. Tapi
menurut saya, saat jalan-jalan pun, kita pasti ngerasa nasionalisme lebih
tinggi dibandingkan ketika di negara sendiri.
Karena saya banyak mendapatkan teman selama di Eropa karena Couchsurfing,
saya jadi punya kesempatan mempromosikan Indonesia ke mereka. Kalau lagi
ngomongin Indonesia, pasti ada aja yang lucu dari pendapat orang luar tentang
negara kita. Untungnya, orang Eropa itu sangat pintar-pintar, jadi nggak ada
tuh pertanyaan, “Where is Indonesia?”:
pertanyaan yang akan muncul kalau kita ngobrol dengan orang Amerika (no stereotype, cuma statistically speaking). Tapi mereka pasti akan mengatakan hal yang
sama: “Your country is very big!”.
Yaiyalah, 17 ribu pulau gitu loh.
Pakaian
Umumnya, Indonesia sering dikaitkan dekat dengan India secara kultural.
Misalnya ketika Francois, host saya
di Paris menanyakan apa yang kita pakai sehari-hari, apakah kaos dan celana
panjang yang sedang saya pakai waktu itu atau kain seperti orang India.
“Ya enggaklah, kain biasanya kami pakai untuk memakai pakaian tradisional,
yang seringnya dipakai pada upacara keagamaan, pernikahan, atau kematian. Tapi
yaa... beberapa orang tua masih pakai kain sehari-hari sih...” kata saya sambil
makan cherry pie buatannya.
Dan juga nggak ada yang nyangka kalau negara kita yang maha luas ini punya
beragam pakaian tradisional. Saya membawakan 1 pak kartu pos dari Kementerian
Pariwisata yang bergambar pakaian-pakaian tradisional dari beberapa provinsi. Mereka
semua antusias melihat-lihat pakaian kita, beberapa bahkan sangat penasaran dengan
detail-detail yang dipakai. Lotte meminta saya menjelaskan baju dari Kalimantan
Barat, her favorite. Saya pun bingung ngejelasinnya gimana, pokoknya saya
jelaskan saja, hiasan dan motif Kalimantan biasanya terinspirasi dari hewan dan
tumbuhan. Makannya hiasan kepalanya sering berasal dari bulu burung dan motif pakaian
pun keseringannya motif burung atau tanaman. Lain dengan Ewa, teman Polandia
saya, dia langsung bertanya saya berasal dari provinsi mana. Lalu saya ambilkan
kartu pos Sumatera Barat dan menjelaskan hiasan tanduk kerbau yang dipakai sang
model dan makna di balik simbol tanduk itu.
“So, you will wear this when you get
married?” tanyanya, menempelkan kartu pos tersebut di kulkasnya.
“Maybe.” Hahaha, tapi kapan?
Lingkungan
Hal yang lucu adalah ketika saya bertanya “Disini nggak pernah ada nyamuk
yah? Enak banget sih!” Sebelum menjawab, biasanya mereka cengar-cengir dulu. “Nggak,
nggak ada nyamuk seekor pun, bahkan kalau ke hutan”. Saya juga diketawain Jenny,
teman Jerman, karena saya buru-buru nutup jendela karena takut banyak nyamuk. “Disini
nggak ada nyamuk!” katanya. Jujur saja, ada 2 hal yang saya kangenin dari
tinggal di Eropa: nggak ada nyamuk dan air kerannya bisa diminum.
Saya ditanya-tanya Laura, cewek cantik asal Romania yang menjadi host di Praha, tentang hewa-hewan yang
ada di Indonesia.
“Do you have elephants?”
“Yes.”
“Whoa. Do you have rhinoceros?”
“Yes.”
“So nice! Do you have tigers?”
“Yes.” Saya pengen ketawa sendiri
melihat antusiasmenya. Yaelah, gini doang ajah... Lalu saya perlihatkan gambar
pembagian garis Weber dan Wallace yang memetakan kekayaan fauna Indonesia. Dia
langsung kegirangan.
“We only have bears in Romania!”
haha, kecian deh loh.
Geografi
Yang paling berkesan ngomongin tentang geografi Indonesia adalah ketika
bersama Jarek dan Marta, teman Polandia, karena mereka berdua hikers sejati dan suka melakukan
aktivitas geocaching saat senggang.
“Do you have volcanoes?” tanya
Jarek.
“Yes, we have plenty of them!”
kata saya antusias. Lalu membuka Google dan memperlihatkan peta ring of fire di mana Indonesia menjadi
persimpangannya sehingga mengakibatkan rawan gempa bumi, tsunami, dan gunung
meletus. Saya ceritakan tragedi gunung meletus di Merapi, Sinabung, dan Lokon
serta gambar-gambarnya. Lalu saya ceritakan kita kehilangan sekitar 100.000
orang di tsunami Aceh.
“Move here! You live in a dangerous
country!” kata Jarek, ekspresinya lucu.
“But, I love my country!” Lalu
saya perlihatkan yang bagus-bagusnya seperti pemandangan dari puncak gunung,
pantai berpasir putih, dan kekayaan budaya kita.
Makanan
Buah adalah topik utama pembicaraan karena orang Eropa suka makan buah dan
sayuran. Di saat saya happy berat pertama kali nyobain plum, peach, raspberry, cherry dan blackberry asli sana, mereka antusias nanya buah tropis. Rambutan,
duren, belimbing, buah naga, manggis, markisa adalah buah-buah yang sangat
asing buat mereka. Pas mereka bilang juga punya pisang, saya tanya balik.
“Pisang di sini cuma 1 jenis kan? Just
BANANA. Kita punya macem-macem, ada yang gede, kecil, bahkan ijo.” Kicep
deh mereka, haha.
Karena saya datang, Raul dan Laura membelikan saya nanas untuk dimakan
bersama. Karena Laura cuma ngeliat video dari YouTube bagaimana cara mengupas
dan memotong nanas yang bukan ala Indonesia, saya lalu ngasi instruksi cara
mengupasnya. Capek ngasi tahu, “Sini deh, gue aja yang motong.” Lalu kami mulai
ngebahas duren. Buah eksotis yang baunya bikin semua bule nyerah. Saya lihatin
video orang-orang Amerika yang nyoba duren untuk pertama kalinya.
“Lah, emang baunya gimana sih?” tanya Raul.
“Susah dijelasin. Banyak yang bilang, perpaduan antara kaos kaki dan WC
umum,” jawab saya ketawa geli.
“Dan lo doyan?” tanya Laura.
“Enak lho! Nanti kalo lo ke Indonesia, gue ajak makan duren!”
Sehari-hari makan bareng Lena, host
di Berlin, yang seorang vegetarian, saya makan makanan vegetarian yang luar
biasa enak. Yang biasanya saya nggak suka makan terong, masakan buatan Lena
dari terong jadi enak banget.
“Orang Indonesia sih apa aja dimakan. Kalo makan sapi, mulai dari otak,
lidah, kaki, usus, sampai buntutnya kami makan!”
Lalu Lena ngejelasin, sebagai seorang vegetarian, dia sangat mendukung
makanan seperti itu karena tidak ada bagian dari sapi yang dibuang. Saya lalu
bercerita makanan aneh yang ada di bagian Indonesia seperti anjing, kelelawar,
ular, buaya, dan ekspresi jijiknya bener-bener mewakili.
Pariwisata
Ini hal yang nggak bosen-bosennya saya omongin bareng orang luar. Kekayaan
potensi pariwisata kita mulai dari pantai, gunung, sungai, hutan tropis,
terumbu karang sering saya kasih lihat gambarnya ke teman-teman saya. Dan akhirnya
membuat mereka penasaran pengen ke Indonesia. Highlight promosi saya biasanya
Pulau Komodo, walaupun saya sendiri belum pernah ke sana. Mereka suka takut pas
saya bilang, “Komodo itu serem loh! Dia larinya cepat, liurnya bisa
menginfeksi, bisa manjat, dan bisa berenang!” Tapi pas saya lihatin landscape
Pulau Rinca di sana, mereka jadi antusias pengen ke sana juga.
Saya bangga menjadi orang Indonesia dengan segala kebaikannya. Cuma paspor
dan pemerintahan yang bikin saya senewen jadi warga negara karena mengganggu
karir traveling. Biasanya saya suka pesimis dengan Indonesia di masa depan
karena pemerintahan kita yang korup. Tapi kalau melihat berita positif di media
dan rencana-rencana Ahok dan Jokowi di masa depan untuk Jakarta dan Indonesia,
saya percaya kita berada di jalan yang benar. Sekarang, tinggal bagian kita
untuk mendukung mereka dan bekerja sesuai keahlian kita masing-masing, untuk
Indonesia. Dirgahayu.