Mumpung lagi tidak banyak tugas dan hari ini adalah ulang tahun saya ke-26, saya menyempatkan diri untuk menulis pengalaman berharga dalam hidup saya. Tentang bagaimana saya mengambil keputusan untuk resign dari pekerjaan untuk traveling keliling Eropa. Cerita ini sih murni sharing, bukan bermaksud menginspirasi pembaca untuk ikut-ikutan resign juga, hehehe...

Rencana ke Eropa, apapun caranya, sudah saya rencanakan sejak zaman kuliah. Mimpinya sendiri dimulai ketika saya sebagai anak, banyak membaca buku-buku pengetahuan bergambar yang dibelikan orang tua. National Geographic USA adalah favorit saya dari kecil karena Papa berlangganan majalah itu. Walaupun saya nggak bisa membacanya karena belum lancar berbahasa Inggris, saya suka melihat-lihat gambarnya. Lalu karena di rumah ada parabola, saya menonton acara-acara asing setiap hari. Dunia luar begitu terekspos kepada saya. Pernah tinggal di Jayapura, Timika, dan Pontianak membuat wawasan saya tentang traveling semakin terbuka. Belum lagi sejak kecil saya sering diajak orang tua keliling Indonesia, menggunakan berbagai macam transportasi, mulai dari kapal Pelni, pesawat Garuda, pesawat Hercules, kereta api, dan yang paling sering mobil untuk road trip. Oooh, ternyata dunia ini luas!
Contoh foto powerful yang akhirnya menginspirasi saya untuk jalan-jalan
(Image courtesy of Lynsey Addario - National Geographic Magazine)
Geografi adalah mata pelajaran favorit saya. Sewaktu SD, saya hafal nama-nama dan ibukota negara-negara di dunia. Sekarang mah udah lupa. Nggak ada alasan penting sih kenapa suka geografi, suka aja liat peta dunia. Atlas adalah buku yang sering saya buka-buka berkali-kali dan buku yang rusak pertama kali karena seringnya saya pakai. Dan saya suka bermain "mencari kota" menggunakan atlas dengan adik saya. Tentu saja, waktu itu saya penasaran banget sama negara Uni Soviet (waktu itu atlas cetakan lama) yang raksasa dan diberi warna merah oleh penerbit. Negara apaan sih itu? Ada apa di dalamnya?

Rasa penasaran saya semakin ditambah dengan passion saya dengan arsitektur dan seni. Gereja Katedral dan Kawasan Kota Tua adalah bangunan yang saya kagumi karena sejarah dan desainnya. Saya pengen lihat lebih banyak lagi! Di mana lagi pusat arsitektur dan seni dunia selain di Benua Eropa? Saya pun sering meminjam buku-buku seni di perpustakaan sekolah. Saat teman-teman ngedumel setengah mati ketika mendapatkan tugas membuat maket rumah sesuai rancang bangun yang sudah dibuat, dan menatanya menjadi sebuah kota mini, saya melakukannya dengan senang hati. Miniatur rumah yang saya buat lengkap dengan cat warna-warni dan mobil-mobilan. Ketika akan lulus SMA, S1 Arsitektur UI adalah incaran saya karena passion saya yang begitu tinggi pada bidang ini. Eh, gak kesampean. Hiks. Yang penting masih UI deh, hehehe...

Kombinasi penasaran dengan dunia luar dan minat tinggi ke seni dan arsitektur akhirnya mengerucut menjadi sebuah rencana: saya harus bisa ke Eropa sebelum 26 tahun!

Ketika menjadi mahasiswa, saya berpikir keras bagaimana caranya saya ke Eropa. Karena masih mahasiswa miskin, mana mampu saya bayar sendiri ke sana. Akhirnya saya cari yang gratisan. Sempat diterima di International Youth Leadership Conference di Praha, namun tidak jadi berangkat karena nggak dapat sponsor. Sempet apply beasiswa summer course di Italia dan Portugal tapi gak lolos. Nggak putus asa, saya berjanji lulus tepat waktu, dapat kerja, nabung, dan pergi ke Eropa.

Setelah mendapatkan pekerjaan stabil yang pertama, saya langsung buka rekening tabungan yang nggak ada biaya administrasinya. Saya nggak mau hasil nabung susah payah dipotong setiap bulan. Selama 24 bulan, saya konsisten menabung 50% dari gaji, kalau ada uang lebih seperti THR dan bonus tahunan, nabungnya bisa lebih banyak. Susah? Banget. Ini adalah skala prioritas, saya sengaja nggak belanja banyak baju, sepatu, dan lain-lain karena lebih baik uang itu saya simpan.

Ajakan teman-teman untuk liburan ke luar kota juga sengaja saya skip karena prioritas saya adalah menabung. Saya nahan diri dengan mikir, "Uang itu mendingan buat lo makan di Eropa, Put." Yes, I was hard to myself. 

Ketika resign, bos saya mengapresiasi keberanian saya waktu itu. Dia melepas saya dengan kekaguman. Waktu itu saya nggak ada pikiran atau ketakutan apa pun kalau saya akan susah dapet pekerjaan lagi. Gimana enggak, kantor dengan fasilitas oke, bonus tahunan, sudah diangkat jadi karyawan tetap, mau apa lagi? Tapi saya, bos, dan teman-teman saya percaya bahwa life starts outside the comfort zone. Orang tua saya mendukung sepenuhnya, saya nggak pernah dilarang-larang pergi dan nyokap saya percaya sepenuhnya pada saya. The feeling was amazing, I could explore the world with everybody support me.

Dan, tercapailah mimpi saya... Pergi mengeksplor Eropa sebelum 26 tahun, sebelum hari ini...

Why I travel is because I want to travel, to know the unknown, to be further than anyone else, to find the essence of life, to find another home, to prove what people said are wrong, to push myself to the limit, to set my bar much higher than before, and to be me. 

-@travelitarius Peregrinaro, ergo sum. I travel, therefore I am.
Read More
Savvy traveler, atau traveler cerdas sering disebut-sebut beberapa tahun terakhir ini pada tren perjalanan. Apa sih yang dimaksud savvy traveler? Savvy traveler, menurut saya, adalah traveler yang berpikir dan bertindak cerdas untuk memudahkan perjalanannya, yang nantinya bisa menghemat uang, waktu, dan tenaganya. Apa aja sih yang dibawa oleh savvy traveler? Simak daftar saya berikut ini, sebagian besar saya lakukan sendiri di setiap perjalanan saya

Adaptor (image courtesy of travelshop.ie)
Universal Travel Adaptor. Belilah 1 buat investasi traveling jangka panjang. Tahu sendiri kan colokan listrik di berbagai negara beda-beda. Barang ini emang kecil, tapi kalo ketinggalan, bisa bikin senewen karena nantinya kita harus menyewa atau membelinya lagi di tempat tujuan hanya gara-gara colokan beda.

Power strip atau colokan T. Seringnya, kita sering menemukan colokan di tempat-tempat umum, seperti bandara atau hostel, tapi keseringannya colokan tersebut sudah diambil orang. Gimana kalo baterai ponsel kita lagi sekarat? Kalau kita punya power strip atau colokan T, selain bisa menyelamatkan ponsel sendiri, kita juga bisa jadi life-saver banyak orang, nambah temen juga kan, hehehehe.

Bawa e-books dibandingkan buku fisik. Memang, Lonely Planet Europe on a Shoestring atau Frommer’s Guide to Italy yang setebel buku dosa mencakup printilan yang cukup lengkap. Tapi buku itu terlalu berat untuk kita bawa-bawa, apalagi kalau traveling panjang, mereka hanya akan menambah beban di punggung kita saja. Zaman serba digital ini, lebih baik beli e-booknya dan simpan di tablet atau ponsel kita. Kalau takut kehabisan baterai saat pengen lihat guidebook, robek saja bagian yang kita butuhkan dari buku itu. Jadi kita hanya membawa yang benar-benar kita butuhkan. Eh, salah ya saran saya? Kok nyaranin ngerusak buku... Hehehe

Energy bar (image courtesy of womenpla.net)
Energy bar. Laper itu nggak terhindari, saya suka susah mikir kalau sedang lapar. Makanya, untuk perjalanan jauh, saya biasa bawa energy bar seperti Soyjoy atau Fitbar yang bisa mengganjal perut sebentar sebelum ketemu makanan lagi. Kenapa energy bar? Karena ukurannya kecil, lebih sehat, dan langsung mengenyangkan. Biasanya sih saya bawa untuk di pesawat buat cemilan atau kalau sedang dalam perjalanan ke kota baru yang memakan waktu lama.

Tisu basah. Kalau habis buang air di negara Barat, kita akan mengalami culture shock di mana mereka nggak punya semprotan kecil untuk membersihkan. Lalu kita pun bingung sendiri gimana cebok dengan bersih, kan kotor? Makanya selalu siapin tisu basah ukuran kecil di tas daypack karena buang air tanpa dicuci rasanya geli-geli gimanaaa gituh

Swiss Army Knife (image courtesy of swissarmy.com)
Swiss Army Knife. Saya rasa ini Holy Grail buat semua traveler. Dalam satu genggam, kita bisa dapat pisau, gunting, pinset, pembuka botol, pembuka wine, obeng, gergaji, sampai pulpen. Bukan promosi, tapi belilah yang merek Victorinox asli supaya long lasting bahkan bisa diwariskan. Setelah pernah ngintip dalamnya pabrik Victorinox di Swiss dari dokumenter National Geographic, saya jadi makin percaya kalau pakai merek ini dijamin durable karena terbuat dari bahan-bahan dan cara-cara terbaik.  Harga merek ini memang mahal, tetapi kalau kamu cuma traveler yang mengunjungi kota-kota seperti saya, belilah yang basic isinya gunting, pisau, dan pinset, sudah sangat kepake kalo jalan... Kalau sering beraktivitas outdoor, bolehlah beli yang segepok.. Masih wish list saya... Mahal soalnya... Hiks...

Senter. Percaya deh, kalo kita pulang malam-malam ke hostel dan mau beres-beres, pasti kita suka nggak enak menyalakan lampu, takut mengganggu penghuni lain. Senter sekarang gampang kita dapatkan, bahkan langsung dari flashlight kamera ponsel. Kalau saya, jaga-jaga kalau ponsel mati, saya siapkan senter bertenaga dinamo. Agak tolol sih, saya harus muter-muterin dinamonya kalo mau hidup... tapi bebas baterai, yang artinya kita gak perlu takut baterai habis.

Salinan nomor telepon penting. Tertulis di buku catatan. Nomor telepon asuransi perjalanan, nomor telepon rumah, telepon Kedutaan Republik Indonesia setempat, telepon kantor, teman dekat, dll. Things happen, jangan selalu mengandalkan ponsel untuk menyalin semuanya. Print-out juga itinerary kita. Walaupun zaman serba digital, tetap persiapkan yang terburuk misalnya baterai habis, ponsel kecopetan, dll. Mit amiiit...

Foto dan gambar! Ini penting banget buat bahan obrolan dengan teman-teman baru di perjalanan. Obrolan jadi lebih asik, dan teman baru kita akan kebayang apa yang sedang kita bicarakan. Foto dan gambar ini bisa apa aja, peta Indonesia, peta kota asal kita, rumah kita, orang tua dan saudara-saudara kita, sekolah, teman-teman... Misalnya, saya waktu itu kesulitan menjelaskan ciri-ciri fisik buah rambutan kepada teman saat jalan bareng.. atau ketika mau mendeskripsikan cara orang Indonesia berjilbab kepada teman saya yang penasaran... Internet dan gadget gak selalu kita dapatkan ketika berjalan.

Botol kosong. Iyap, you heard it right. Masuk pemeriksaan bagasi kabin pasti banyak yang ketangkep karena bawa botol minum yang ada isinya. Ya udah kosongin aja bro sis, setelah lewatin pemeriksaan, tinggal isi lagi. Sebagian besar harga minuman setelah pemeriksaan itu mahal banget. Kalaupun sudah sampai di tujuan, kita bisa terus bawa supaya menghemat uang tidak mengeluarkan uang untuk membeli minum. Sekarang sudah ada botol yang bisa dilipat merek Vapur, kalo kosong tinggal lipat.

Syal (image courtesy of beksanddesigns.com)
Syal. Saya nggak bisa traveling tanpa pakai syal. Pilihlah bahan syal yang cukup tebal dan lebar seperti pashmina. Syal itu super versatile dan manfaatnya banyak banget, bisa penahan dingin, alas duduk, seprai tambahan, penutup kepala, dan gayanya fashionable.

Plastik ziplock. Plastik ini banyak manfaatnya loh, bisa nampung makanan, sabun batangan untuk dipakai lagi, nyimpan ponsel supaya anti air, dan nampung printilan yang kecil-kecil. Bawalah beberapa lembar, you never know...

Sumbat wastafel. Mungkin pada bingung kenapa sumbat wastafel itu penting. Bagi traveler, apalagi cewek, nyuci itu krusial supaya bawa bajunya lebih sedikit dan selalu punya stok baju atau dalaman bersih. Saya setiap hari mencuci dalaman di wastafel, nah kadang ada wastafel yang tidak ada sumbatnya sehingga kita tidak bisa menampung air di dalamnya. Disinilah sumbat wastafel berperan.

Legging atau yoga pants. Selain syal, legging atau yoga pants adalah pakaian yang fleksibel. Bisa kita pakai untuk naik pesawat, sebagai celana dobelan kalau sedang dingin, celana tidur, bahannya cepat kering, ukurannya kecil, dan ringan. 

Baterai tambahan, terutama baterai kamera. Jangan sampai kita kehilangan momen untuk mengabadikan gambar hanya karena baterai. Siapkan 1 atau 2 buah baterai kamera cadangan tergantung konsumsi baterai oleh kamera kamu. Kalau cukup boros, bawalah 2 baterai cadangan dan pastikan semua sudah ke-charge penuh sebelum pergi jalan-jalan.

Duct tape (image courtesy of thephunion.com)
Selotip atau lakban. Things happen, better prepare for the worst. Nggak perlu bawa selotip segede lingkarannya, cukup bawa seperlunya, dililit di batangan seperti pulpen ekstra.

Payung. Bisa melindungi kita dari hujan dan panas. Kadang, kalau kita pergi ke kota yang fluktuasi cuacanya cepat, kita mau nggak mau selalu membawa payung. Kehujanan di Eropa di awal musim panas itu nggak enak, saya pernah. Terpaksa neduh, nggak bisa ke mana-mana karena harus menunggu hujan.

Dompet palsu. Mau di negara sendiri atau negara orang lain, kita akan selalu berpotensi diincar oleh copet atau penodong. Paris, Roma, Barcelona, Milan, Praha adalah kota-kota rawan copet. Siapkan dompet sederhana, isi dengan kartu-kartu nggak penting seperti kartu membership supaya terlihat seperti dompet beneran, dan selipkan lembaran-lembaran seperti uang. Dompet palsu ini adalah trik mengecoh pencopet supaya mereka mengambil dompet ini. Uang, kartu kredit, dan kartu debit kita yang asli, kita simpan dengan aman di money belt. Kalau kita, amit-amit, sampai ditodong oleh penjahat, kita bisa berikan saja dompet palsu ini sambil siap-siap ambil langkah seribu.

(Image courtesy of dropbox.com)
Back up digital. Back up semua dokumen-dokumen kamu di internet. Scan semua dokumennya, upload di cloud seperti Google Drive dan Dropbox. Selain itu, masukkan semua file digital ke flash disk. Cloud juga perlu kalo memori internal kamera kita kehabisan, kita bisa upload foto-foto terlebih dahulu sebelum menghapusnya. Buat jaga-jaga kalau shit happens misalnya kehilangan paspor.

Nah, itu saja dari saya, hal-hal yang biasa dibawa oleh savvy traveler. Apa kamu merasa sebagai savvy traveler dan ingin menambahkan sesuatu? Silakan isi kolom comment ya J

- @travelitarius being savvy is a lifestyle
Read More
Jadi traveler jaman sekarang emang enak banget, dengan dukungan smartphone dan aplikasi-aplikasi, perjalanan mandiri bisa jauh lebih mudah dan menyenangkan. Saya nggak kebayang gimana traveler jaman dulu pergi ke travel agent, beli tiket yang berupa lembaran-lembaran kertas, lalu ketika jalan, bawa-bawa guidebook Lonely Planet atau Frommers setebel buku dosa.

Rasanya setiap traveler jaman sekarang pasti memiliki smartphone Android untuk sehari-hari, atau minimal laptop, untuk memudahkan ngurus printilan traveling. Mulai dari pesan tiket transportasi, mengecek prakiraan cuaca, memantau lalu lintas, atau sekedar memberitahukan kabar kepada keluarga. Tinggal cari wi-fi (karena saya miskin, gak bisa beli paket data), duduk, lalu langsung pantau harga tiket atau mengecek peta online.

Apa aja sih aplikasi Android yang wajib di-download traveler? Cekidot:

Tiket Pesawat? Skyscanner atau KAYAK
Aplikasi canggih pencari harga tiket pesawat dari berbagai maskapai di dunia, membuat kita mudah melihat harga termurah atau mencari yang tanpa transit. Canggihnya Skyscanner, bisa menampilkan harga selama setahun, sementara KAYAK kadang-kadang punya hacker deals yang nggak ditemuin di website mana pun. Kalau sudah dapat harga yang cocok, kita bisa langsung beli dan bayar pakai kartu kredit.
Tampilan aplikasi Skyscanner (Image courtesy of id.techinasia.com)
Tampilan aplikasi KAYAK (image courtesy of androidauthority.com)
City Guide? City Guide dari TripAdvisor
Aplikasi TripAdvisor sendiri saja sudah keren banget buat memandu kita untuk mengetahui "the best" dari setiap destinasi. Nah, dia juga mengeluarkan guide app per kota yang bisa kita download untuk dijadikan referensi perjalanan. Kota-kota besar di dunia yang menjadi destinasi utama turis di benua Eropa, Asia, Australia, dan Amerika sudah dibuat city guide-nya masing-masing. Saya suka mengikuti self-guided walking tour atau mencontek contoh itinerary yang mereka sarankan, khususnya itinerary yang off-the-beaten path. Bahkan, kalau uangnya memungkinkan, saya suka pergi ke restoran yang direkomendasikan. Misalnya waktu saya nyasar-nyasar nyari restoran Havelska Koruna di Praha atau Alfredo's yang terletak di gang kecil nyempil di Venice. Saya kepikiran ke makam Beethoven pun gara-gara saya tertarik setelah membaca review-nya di aplikasi Vienna City Guide. Semuanya jadi memudahkan, apalagi aplikasi ini punya peta offline, kita tinggal nyalakan GPS dan ikuti saja petunjuknya. Gak perlu lagi kan bawa-bawa guidebook tebel?
New York City Guide dari TripAdvisor (image courtesy of: intomobile.com)
Akomodasi? Booking.com
Kenapa Booking.com, padahal ada yang lain? Karena kalau memesan akomodasi via Booking.com, kita tidak perlu membayar apa-apa di muka dan pembatalan gratis. Pengalaman saya memesan hostel murah juga gampang banget, range akomodasi mereka mulai dari yang hostel murah sampai hotel bintang 5. Dan serunya lagi, dia suka ada secret deals yang kalo murah, bisa bikin ngiler!
Tampilan aplikasi Booking.com (image courtesy of: androidauthority.com)
Travel planner? TripIt
Kadang, kalo perjalanan kita cukup panjang, kita harus mengatur semuanya, mulai transportasi getting there, transportasi getting around, dan akomodasi... Detail semuanya, mulai dari berangkat dari mana jam berapa dan sampai di mana jam berapa, suka bikin kita overwhelmed. Aplikasi TripIt bisa ngebantu kita untuk merangkum itu semua ke dalam satu itinerary. Dan canggihnya, dia bisa men-scan email kita untuk menemukan email konfirmasi booking, lalu dengan otomatis memasukkkan detailnya ke dalam itinerary. Super.
Tampilan aplikasi TripIt (image courtesy of: androidcentral.com)
Budgeting? Money Lover
Sebenernya aplikasi personal finance ini saya pakai untuk keuangan sehari-hari, tapi ternyata berguna juga selama perjalanan. Setiap hari, sebelum tidur, saya rajin mencatat semua pengeluaran supaya saya tahu uang saya habisnya ke mana, hingga ke sen-sennya.
Tampilan aplikasi Money Lover - Expense Manager (image courtesy of: tech.firstpost.com)
Nilai tukar uang? XE
Aplikasi favorit sekaligus website andalan saya untuk mengcek nilai tukar mata uang dunia adalah XE. Selain aplikasinya user-friendly, interface-nya juga smooth sehingga kita bisa cepat membandingkan berbagai mata uang dalam 1 layar.

Kamus? Google Translate
Ini dia aplikasi favorit saya kalau mau ngecek bahasa asing di negara yang sedang kita kunjungi. Selain karena Google bisa mengucapkannya secara fasih sesuai pronunciation yang benar, kamus bahasanya bisa di-download sehingga sudah tidak perlu lagi online. Canggihnya, Google sudah meng-cover hampir semua bahasa-bahasa yang penting, sampai ada juga Basa Jawa.
Tampilan aplikasi Google Translate (image courtesy of: ilovefreesoftware.com)
Ensiklopedia online? Everywiki
Wikipedia udah jadi acuan pertama kita kalau ingin mengetahui sesuatu. Nah kenapa Everywiki ini penting untuk jalan-jalan? Karena di dalamnya terdapat Wikitravel, dan kita bisa search destinasi sesuai kota, negara, objek wisata, dll dari 1 aplikasi saja. Tahu sendiri kan, kalau Wikitravel itu coverage-nya keren banget, kita bisa mengetahui rekomendasi penginapan, restoran, cara ke suatu tempat, cara ke kota dari bandara, dll. Artikelnya pun bisa kita simpan sehingga bisa dibuka kembali kalau sedang tidak terhubung ke internet. Everywiki ini benar-benar membantu saya selama jalan-jalan.
Tampilan aplikasi Everywiki (image courtesy of ilovefreesoftware.com)
Gimana, semoga bermanfaat untuk next destination kamu ya... Mungkin ada yang ingin menambahkan? Bisa isi di-comment ya :)
Read More
April lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi Myanmar, negara Asia Tenggara keempat yang saya kunjungi. Kenapa Myanmar? Temen saya juga pada nanya, “Random banget lu ke sana!”, “Liat apaan di sana?” Tapi karena tiket pesawatnya cuma Rp 500.000-an pulang pergi dari KL, sayang banget dilewatin kan? Lagi pula, sebagai negara yang baru saja membuka diri terhadap dunia luar, saya penasaran negara ini isinya apa. Saya suka nih negara yang kayak gitu, less tourists, more experiences.

Seminggu sebelum berangkat, saya nervous berat, sakit perut. Selain karena saya berangkat ke negeri antah berantah sendirian, saya juga banyak baca hal-hal jelek tentang Myanmar, misalnya sinyal wifi jarang ditemukan, jarang yang bisa Bahasa Inggris, jalannya jelek, ke mana-mana mesti naik taksi, dan segala macem lainnya. Tapi the show must go on. Saya pun berangkat ke negara beribukota Nay Pyi Daw ini (bukan Yangon lagi loh ya).
Di depan gerbang Mandalay Palace, dengan latar Mandalay Hills
Berikut hal-hal yang perlu diketahui sebelum pergi ke Myanmar, versi saya J

1. Myanmar sudah bebas visa 15 hari kalau kita masuk dari bandara-bandara utamanya. Untuk jalur darat, visa harus dibuat di Kedubes Myanmar di Jakarta. Nah lho, saya aja baru tahu kalo ada perwakilannya di Indonesia, hehehe. Karena waktu itu saya sampai di Yangon International Airport, jadi tinggal cap-cap imigrasi dan bebas masuk ke sana.

2. Mata uang negara ini adalah kyat, dibacanya chat dan dijamin, susah banget mau nuker uang kyat ini di Indonesia. Nggak usah pusing, cukup bawa kartu ATM-mu dan beberapa lembar uang USD yang bersih, rapi, mulus ke sana. Kenapa mesti mulus, ntar di poin lain. Waktu itu, uang dolar yang sudah saya siapkan berhati-hati supaya nggak cacat sedikit pun ketinggalan dengan sukses di rumah. Akhirnya saya nervous juga pas nyampe di airport. Saya memang berniat mengambil uang saja di ATM, tapi gimana kalo mesinnya rusak? Trus saya nggak punya uang sepeser pun? Ternyata mulus banget ngambil uangnya. Saya pun keluar airport dengan gembira.

3. Transportasi yang umum dipakai turis ke Yangon adalah taksi. Bahkan orang lokal sering memakainya. Di sini, saya lebih sering naik taksi dari pada di Jakarta sekalipun. Kenapa? Karena bus susah dipelajari. Bayangin aja, bus rongsok ala PPD jadul, dengan tulisan cacing meliuk-liuk, malah busnya dipenuhi manusia sampai ke atap, yang ada saya malah nyasar-nyasar. Saran saya, pergilah berempat bersama teman agar sharing ongkos taksi, atau cari teman turis yang bisa diajak sharing supaya lebih murah. Taksi di sana tanpa argo, kita harus tawar menawar dulu sebelum naik. Tapi, biasanya supir taksi nggak berusaha nipu tarif untuk turis, jadi harga yang mereka patok bisa jadi memang harga yang sudah fair. Saya suka naik taksi di sana karena kebanyakan mereka bisa berbahasa Inggris dan bisa diajak ngobrol tentang negara mereka.
Tipikal transportasi umum di Myanmar. Foto bus ini diambil di kota Bagan
4. Longyi. Longyi adalah istilah mereka untuk menyebut pakaian bawahan mereka yang berbentuk seperti sarung. Hampir 100% orang Myanmar menggunakan longyi untuk kegiatan sehari-hari. Cara mengikat longyi juga berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Kalau motif longyi untuk perempuan lebih colorful dan beragam, sementara laki-laki plain kotak-kotak kecil saja. Kenapa bentuknya sarung? Meeen, di sana mataharinya ada empat, puanas pol sekaligus kering, sarung adalah bawahan yang nyaman dipakai karena anginnya semilir, wong mereka cuma pakai celana dalam di bawahnya, hahaha. Pas saya ditanya tukang ojek yang lagi mangkal asal saya dari mana, saya bilang dari Indonesia, “Aaah... Borobudur. And Indonesia makes a good longyi.” Saya membenarkan juga, soalnya pas saya bawa oleh-oleh longyi buat Papa saya, saya pegang, bahan sarung Indonesia lebih adem dan motifnya beragam.

5. Thanaka. Bedak alamiah ala Myanmar ini berasal dari pohon thanaka yang batang pohonnya dicampur sedikit air, diserut halus, lalu dikeringkan sehingga berbentuk bubuk putih. Ini adalah kosmetik wajib bagi perempuan Myanmar, mereka membalurkannya ke wajah sehingga semua wajah mereka bernoda-noda putih. Bedak ini dingin dipakai di wajah, cukup efektif menahan panas matahari yang menyengat dan membuat kulit semakin sehat. Pernah lihat wajahnya Aung San Suu Kyi yang cantik itu kan? Umurnya udah 70 meeen! Manjur banget kan bedak ini *brb pakai thanaka*

6. Budaya minum teh di sini sangat kental. Setiap sudut jalan pasti ada tempat nongkrong  minum-minum dan teh selalu jadi minuman utama, diselingi dengan makanan-makanan berat dan ringan. Orang nongkrong pagi, siang, dan malam, duduk-duduk ngobrol sambil makan minum. Bahkan di setiap restoran, teh selalu disajikan di setiap meja dan gratis. Dan yang lebih okenya, ini pure subjektif, semua teh yang saya minum di Myanmar, semuanya enak! Teh mereka tuh seperti perpaduan teh hijau dan teh hitam, tanpa gula sudah terasa manisnya. Makanya pas pulang, saya borong teh buat di rumah.

7. Banyak yang bilang jalanan di Myanmar masih jelek, iya ada benarnya. Untuk Yangon, jalan raya lebar-lebar dan beraspal mulus. Mulai ke pinggiran, seperti perjalanan 9 jam ke Mandalay dari Yangon yang melewati desa-desa, masih banyak jalan yang berlubang-lubang sehingga perjalanan kurang nyaman. Mendekati Mandalay, jalan kembali mulus.

8. Seperti orang Papua, orang Myanmar suka sekali mengunyah pinang. Saking banyaknya ludah pinang di jalan, saya sampe udah nggak peduli lagi mau nginjek atau enggak. Menurut tur guide Free Yangon Walks, pemerintah sekarang sudah mulai kampanye pengurangan konsumsi pinang untuk menjaga kebersihan kota. Tapi, seems like nobody cares...

9. Jangan bayangin orang-orang Myanmar masih terbelakang dalam hal teknologi. Walaupun jaringan wi-fi hanya dimiliki hotel, mereka bisa akses internet melalui mobile data. Beberapa tahun yang lalu harga nomor perdana itu USD 1.000, mahal banget kan... Ketika sudah membuka diri, bandingkan harga jaman sekarang yang USD 10 dan sudah dijual di pinggir jalan persis kayak di Indonesia. Sudah banyak sekali yang punya smartphone, bahkan teman saya yang sais delman di Bagan kegirangan sendiri melihat Asus Zenfone 6 saya karena sama dengan ponselnya. Loh? Akhirnya kita ngobrol, “Lu kemaren belinya berapa?” tanya saya. “USD 250,” kata dia cengengesan. “Kok murahan elo sih?” Saya misuh-misuh sekaligus lucu sendiri, kok bisa... Dan seperti orang yang norak baru punya smartphone, dia minta di-add Facebook-nya. Lah!
Dusty old Bagan
10. Walaupun sebagian besar penduduk Myanmar masih miskin, kuil-kuil di sana terbuat dari emas. Shwedagon Pagoda, kuil terbesar di negara ini dengan tinggi 112 meter, hampir setinggi Monas, dilapis emas batangan. Bagian atas dari bangunan stupa tersebut dihias 5000 butir berlian dan 2000 batu rubi. Puncaknya terdapat berlian 76 karat seberat 15 gram. Gila gak sih? Hebatnya, mereka rajin sekali sembahyang ke kuil, bahkan ketika hari kerja, kuil-kuil dipenuhi dengan umat. Kotak amalnya penuh dengan uang, saya jadi miris sendiri, mereka mengutamakan membangun rumah Tuhan dibandingkan rumah sendiri.
Shwedagon Paya: kuil terbesar di Myanmar, dilapis emas
Masih banyak cerita tentang Myanmar yang pengen saya tulis. Tapi apa daya, tugas dosen juga banyak yang harus ditulis, huhuhu... 

-@travelitarius thank God I live in Jakarta, instead of Yangon
Read More
This is the post you've been looking for!

Karena saya capek ngejawab pertanyaan yang sama "Habis berapa lo?" dari orang-orang, akhirnya saya memutuskan untuk membuat post ini. Buat yang baru pertama kali baca blog ini, mohon rincian per hari dibaca dulu dengan label "15 Euros Per Day". 

Karena budget per hari cuma EUR 15 : 15 x 50 hari = EUR 750. Saya bawa cash EUR 750 euro dan USD 250 untuk dana darurat. 

SPENTCARRY32010605
1623289215777713
Tiket pesawatAirport tax Cengkareng150000150000
CGK-KUL-CGKJT1178900Logistik dan transportasi per hariEUR15/day12000000
KUL-CDG-KULMH10282000Tukar uang di PolandiaUSD50585349
Travel Insurance LippoUSD 91.91035805Tukar uang di CzechUSD50585349
Visa Schengen950000Tukar uang di ItaliaUSD1001170699
Ground TransportationTarik tunai di KroasiaHRK200455787
PAR-AMS MegabusGBP12.50244082Tarik tunai di PrancisEUR50830529
AMS-BRU MegabusGBP12.50244082
BRU-AAC Go Pass 1EUR7.80128075
4 trip PolskiBus POZ-WAW-KRA-WROPLN157625588
2 trip Student AgencyCZK430260744
1 trip Student AgencyEUR9150340
Booking Venice hostelGBP4.3187791
1 trip iDBUS ke ParisEUR35570711
1 trip DRD ke VeniceEUR25409981
Booking Milan hostelGBP3.1864793

Yep, total pengeluaran sebesar Rp 32.000.000 untuk backpacking 50 malam di Eropa. Saya membagi dua pengeluaran, spent dan carry. Spent adalah jenis pengeluaran yang dibayar lunas sebelum atau ketika traveling, kebanyakan pakai kartu kredit, seperti Ground Transportation. Carry adalah jenis pengeluaran dengan membayar uang cash yang dibawa, termasuk tarik tunai darurat di Kroasia dan Paris.

Gimana, murah atau mahal? Ada pertanyaan atau komen? Isi di bawah ya! :)

-@travelitarius I'm possible
Read More
Kadang, tiket pesawat bisa memakan setengah dari budget jalan-jalan kita. Apalagi destinasi wisata kita yang jauh banget seperti Eropa atau Amerika Serikat. Minimal biaya yang harus kita keluarkan hanya untuk tiket pesawat adalah USD 800, itupun kalo dapet harga promo. Dulu AirAsia X pernah melayani rute Kuala Lumpur ke Paris direct yang kalo promo, kita bisa dapet 6 jutaan sudah pulang pergi. Murah banget kan! Tapi rute tersebut sudah ditutup, mau enggak mau kita harus pakai full board airlines.

Untuk tujuan Eropa, harga murah tiket pp full board airlines ada di kisaran USD 800 - 1100, kurang dari itu, langsung sikat beli aja! Lebih dari itu, cari alternatif lain. Saya sendiri mendapatkan tiket pulang pergi Kuala Lumpur ke Paris direct menggunakan Malaysia Airlines seharga 10 jutaan rupiah, kalau ditambah Jakarta ke Kuala Lumpur yang 1 jutaan, harga totalnya masih masuk budget saya yang USD 1000 (asumsi USD 1 = Rp 12.000). Nah, gimana caranya supaya kita bisa dapet tiket di kisaran harga tersebut? 

1. Maskapai Timur Tengah seperti Emirates, Qatar, Saudi Arabian, dan Etihad biasanya lebih harganya lebih murah daripada maskapai Eropa atau Asia seperti Air France, British Airways, KLM, Lufthansa, Singapore Airlines, Cathay Pacific, atau Garuda Indonesia. Tapi ini nggak selalu pasti, seringkali saya sering mendapatkan harga tiket pp Jakarta ke Frankfurt seharga USD 700-an dari Lufthansa, tapi jangka waktu pembeliannya lebih dari 3 bulan, kalau belum confident dapat visa, pembelian impulsive seperti itu bisa berisiko karena visa belum tentu dapet. Kalau kamu yakin dapat visa sampai 70%, beli saja. 

2. Sesuaikan periode terbang dengan musimnya. Misalnya, bulan Juni sampai Agustus adalah musim liburan, makanya harga tiketnya juga akan lebih mahal karena permintaan tinggi. Pilihlah musim sepi (low season) seperti dari bulan Desember ke Maret. 

3. Manfaatkan website pencari tiket multi maskapai seperti www.skyscanner.co.id atau www.kayak.com yang bisa ngasi alternatif harga. Saya pernah nemu tiket murah banget dari Vietnam Airlines dan Saudi Arabia tujuan Eropa, 8 jutaan rupiah saja, dari website seperti ini. Skyscanner bahkan bisa merekomendasikan tanggal harga murah sepanjang tahun. Sementara Kayak punya fitur "explore" yang bisa nampilin semua harga ke semua tujuan di dunia kalau kita memasukkan tanggal dan kota keberangkatan. Bagus banget untuk compare kota tujuan di Eropa karena selisihnya bisa lumayan banget lho! 
Fitur explore Kayak.com
4. Jangan lupa juga, sign up newsletter dari semua maskapai besar. Walaupun maskapai full board, kalau sedang promo, harganya bikin ngiler juga loh! 

5. Datangi travel fair. Travel fair favorit saya adalah Astindo Travel Fair yang biasa diadakan setiap tahun di bulan Maret karena partnership maskapainya sangat banyak sehingga banyak tiket murah! Seringnya, Qatar Airways menawarkan tiket pp ke Eropa di kisaran USD 800-an. Happy Hour-nya Garuda Travel Fair juga oke kok, temen saya pernah dapet tiket ke Jepang 6 jutaan pp, Garuda lagi. 

6. Baca koran, khususnya Kompas Kamis, hari di mana informasi traveling banyak dimuat. Seringnya, para travel agent pasang iklan untuk promosi harga tiket kalau beli dari mereka. Kalau dapat yang diminati, langsung kontak travel agent tersebut di cabang terdekat. Kadang, harga yang tercantum di koran belum termasuk pajak ya, hubungi travel agent untuk informasi jelasnya. 

7. Saya sarankan apply visa nggak terlalu mepet, 3 bulan sebelumnya kamu sudah bisa mengajukan aplikasi visa. Nah, jika sudah dapat, dalam rentang waktu 3 bulan itu kita masih sempat cari tiket murah dan pilihan harga masih banyak. Seringnya, kalau beli mepet, harganya sudah beda jauh atau kursinya habis, apalagi pas musim liburan.

8. Sering-sering eksperimen cari tiket murah di Skyscanner atau Kayak dengan memodifikasi kota keberangkatan atau kota tujuan. Misalnya, saya mendapatkan tiket murah dari Kuala Lumpur ke Paris menggunakan Malaysia Airlines dengan harga jauh lebih murah dari pada berangkat dari Jakarta. Etihad juga sering murah kalau berangkat dari Kuala Lumpur. Kalau dari Singapore, yang termurah adalah FinnAir dengan transit di Helsinki, direct dari Changi. Sementara untuk kota tujuan, ganti-ganti dengan Paris, Roma, Amsterdam, Frankfurt, Brussels, Budapest, Oslo, atau Milan. Trust me, salah satu dari mereka bisa selisih lumayan dengan yang lain.

Tiket murah itu ada, tinggal kitanya aja yang pinter nemuin jarum di tumpukan jerami. Duileh. Haha.

-@travelitarius google it before ask, agree?
Read More
Berhubung saya baru saja diterima menjadi mahasiswa pascasarjana yang menjunjung tinggi nasionalisme dan identitas bangsa *cie*, di hari kemerdekaan ini saya pengen bercerita tentang nasionalisme yang saya bawa ketika di luar negeri. Ada yang bilang, nasionalisme orang Indonesia paling keliatan banget pas pertandingan olahraga, apalagi sepak bola, apalagi kalau lawan Malaysia. Tapi menurut saya, saat jalan-jalan pun, kita pasti ngerasa nasionalisme lebih tinggi dibandingkan ketika di negara sendiri. 

Karena saya banyak mendapatkan teman selama di Eropa karena Couchsurfing, saya jadi punya kesempatan mempromosikan Indonesia ke mereka. Kalau lagi ngomongin Indonesia, pasti ada aja yang lucu dari pendapat orang luar tentang negara kita. Untungnya, orang Eropa itu sangat pintar-pintar, jadi nggak ada tuh pertanyaan, “Where is Indonesia?”: pertanyaan yang akan muncul kalau kita ngobrol dengan orang Amerika (no stereotype, cuma statistically speaking). Tapi mereka pasti akan mengatakan hal yang sama: “Your country is very big!”. Yaiyalah, 17 ribu pulau gitu loh.

Pakaian
Umumnya, Indonesia sering dikaitkan dekat dengan India secara kultural. Misalnya ketika Francois, host saya di Paris menanyakan apa yang kita pakai sehari-hari, apakah kaos dan celana panjang yang sedang saya pakai waktu itu atau kain seperti orang India.
“Ya enggaklah, kain biasanya kami pakai untuk memakai pakaian tradisional, yang seringnya dipakai pada upacara keagamaan, pernikahan, atau kematian. Tapi yaa... beberapa orang tua masih pakai kain sehari-hari sih...” kata saya sambil makan cherry pie buatannya.

Dan juga nggak ada yang nyangka kalau negara kita yang maha luas ini punya beragam pakaian tradisional. Saya membawakan 1 pak kartu pos dari Kementerian Pariwisata yang bergambar pakaian-pakaian tradisional dari beberapa provinsi. Mereka semua antusias melihat-lihat pakaian kita, beberapa bahkan sangat penasaran dengan detail-detail yang dipakai. Lotte meminta saya menjelaskan baju dari Kalimantan Barat, her favorite. Saya pun bingung ngejelasinnya gimana, pokoknya saya jelaskan saja, hiasan dan motif Kalimantan biasanya terinspirasi dari hewan dan tumbuhan. Makannya hiasan kepalanya sering berasal dari bulu burung dan motif pakaian pun keseringannya motif burung atau tanaman. Lain dengan Ewa, teman Polandia saya, dia langsung bertanya saya berasal dari provinsi mana. Lalu saya ambilkan kartu pos Sumatera Barat dan menjelaskan hiasan tanduk kerbau yang dipakai sang model dan makna di balik simbol tanduk itu.
So, you will wear this when you get married?” tanyanya, menempelkan kartu pos tersebut di kulkasnya.
Maybe.” Hahaha, tapi kapan?

Lingkungan
Hal yang lucu adalah ketika saya bertanya “Disini nggak pernah ada nyamuk yah? Enak banget sih!” Sebelum menjawab, biasanya mereka cengar-cengir dulu. “Nggak, nggak ada nyamuk seekor pun, bahkan kalau ke hutan”. Saya juga diketawain Jenny, teman Jerman, karena saya buru-buru nutup jendela karena takut banyak nyamuk. “Disini nggak ada nyamuk!” katanya. Jujur saja, ada 2 hal yang saya kangenin dari tinggal di Eropa: nggak ada nyamuk dan air kerannya bisa diminum.
Saya ditanya-tanya Laura, cewek cantik asal Romania yang menjadi host di Praha, tentang hewa-hewan yang ada di Indonesia.
Do you have elephants?”
Yes.
Whoa. Do you have rhinoceros?”
Yes.”
So nice! Do you have tigers?
Yes.” Saya pengen ketawa sendiri melihat antusiasmenya. Yaelah, gini doang ajah... Lalu saya perlihatkan gambar pembagian garis Weber dan Wallace yang memetakan kekayaan fauna Indonesia. Dia langsung kegirangan.
We only have bears in Romania!” haha, kecian deh loh.

Geografi
Yang paling berkesan ngomongin tentang geografi Indonesia adalah ketika bersama Jarek dan Marta, teman Polandia, karena mereka berdua hikers sejati dan suka melakukan aktivitas geocaching saat senggang.
Do you have volcanoes?” tanya Jarek.
Yes, we have plenty of them!” kata saya antusias. Lalu membuka Google dan memperlihatkan peta ring of fire di mana Indonesia menjadi persimpangannya sehingga mengakibatkan rawan gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Saya ceritakan tragedi gunung meletus di Merapi, Sinabung, dan Lokon serta gambar-gambarnya. Lalu saya ceritakan kita kehilangan sekitar 100.000 orang di tsunami Aceh.
Move here! You live in a dangerous country!” kata Jarek, ekspresinya lucu.
But, I love my country!” Lalu saya perlihatkan yang bagus-bagusnya seperti pemandangan dari puncak gunung, pantai berpasir putih, dan kekayaan budaya kita.

Makanan
Buah adalah topik utama pembicaraan karena orang Eropa suka makan buah dan sayuran. Di saat saya happy berat pertama kali nyobain plum, peach, raspberry, cherry dan blackberry asli sana, mereka antusias nanya buah tropis. Rambutan, duren, belimbing, buah naga, manggis, markisa adalah buah-buah yang sangat asing buat mereka. Pas mereka bilang juga punya pisang, saya tanya balik.
“Pisang di sini cuma 1 jenis kan? Just BANANA. Kita punya macem-macem, ada yang gede, kecil, bahkan ijo.” Kicep deh mereka, haha.

Karena saya datang, Raul dan Laura membelikan saya nanas untuk dimakan bersama. Karena Laura cuma ngeliat video dari YouTube bagaimana cara mengupas dan memotong nanas yang bukan ala Indonesia, saya lalu ngasi instruksi cara mengupasnya. Capek ngasi tahu, “Sini deh, gue aja yang motong.” Lalu kami mulai ngebahas duren. Buah eksotis yang baunya bikin semua bule nyerah. Saya lihatin video orang-orang Amerika yang nyoba duren untuk pertama kalinya.
“Lah, emang baunya gimana sih?” tanya Raul.
“Susah dijelasin. Banyak yang bilang, perpaduan antara kaos kaki dan WC umum,” jawab saya ketawa geli.
“Dan lo doyan?” tanya Laura.
“Enak lho! Nanti kalo lo ke Indonesia, gue ajak makan duren!”
Sehari-hari makan bareng Lena, host di Berlin, yang seorang vegetarian, saya makan makanan vegetarian yang luar biasa enak. Yang biasanya saya nggak suka makan terong, masakan buatan Lena dari terong jadi enak banget.
“Orang Indonesia sih apa aja dimakan. Kalo makan sapi, mulai dari otak, lidah, kaki, usus, sampai buntutnya kami makan!”
Lalu Lena ngejelasin, sebagai seorang vegetarian, dia sangat mendukung makanan seperti itu karena tidak ada bagian dari sapi yang dibuang. Saya lalu bercerita makanan aneh yang ada di bagian Indonesia seperti anjing, kelelawar, ular, buaya, dan ekspresi jijiknya bener-bener mewakili.

Pariwisata
Ini hal yang nggak bosen-bosennya saya omongin bareng orang luar. Kekayaan potensi pariwisata kita mulai dari pantai, gunung, sungai, hutan tropis, terumbu karang sering saya kasih lihat gambarnya ke teman-teman saya. Dan akhirnya membuat mereka penasaran pengen ke Indonesia. Highlight promosi saya biasanya Pulau Komodo, walaupun saya sendiri belum pernah ke sana. Mereka suka takut pas saya bilang, “Komodo itu serem loh! Dia larinya cepat, liurnya bisa menginfeksi, bisa manjat, dan bisa berenang!” Tapi pas saya lihatin landscape Pulau Rinca di sana, mereka jadi antusias pengen ke sana juga.

Saya bangga menjadi orang Indonesia dengan segala kebaikannya. Cuma paspor dan pemerintahan yang bikin saya senewen jadi warga negara karena mengganggu karir traveling. Biasanya saya suka pesimis dengan Indonesia di masa depan karena pemerintahan kita yang korup. Tapi kalau melihat berita positif di media dan rencana-rencana Ahok dan Jokowi di masa depan untuk Jakarta dan Indonesia, saya percaya kita berada di jalan yang benar. Sekarang, tinggal bagian kita untuk mendukung mereka dan bekerja sesuai keahlian kita masing-masing, untuk Indonesia. Dirgahayu.
Read More
Disclaimer: tulisan ini bukan promosi. Wong saya juga nggak mampu beli, hehehe

Kalau lagi traveling, saya sering membawa peralatan yang membuat perjalanan saya semakin nyaman dan mudah. Misalnya eyeshades, sarung tangan, pulpen, headset, dompet paspor, dll. Biasanya barang-barang itu saya taruh di carry-on atau di kantong-kantong terluar supaya aksesnya mudah. Kadang, karena banyak yang dibawa, saya pun sering kehilangan barang-barang tersebut karena tercecer *padahal mah emang ceroboh*. Makanya saya sering bawa jaket yang kantongnya banyak, tapi pas dipake, jadi gembung-gembung sana-sini. Jelek keliatannya. 

Lagi iseng browsing internet, saya menemukan 1 proyek fundraising dari website Kickstarter, salah satu website crowdfunding yang sudah mengglobal. Dan saya menemukan proyek pakaian yang paling banyak didanai, yaitu Baubax Travel Jackets! Lalu saya ngintip rekening tabungan dan meratapi nasib karena saya nggak bisa beli jaket super keren ini.
Photo courtesy of Baubax
Kenapa Baubax? Padahal kan sudah banyak travel jacket yang punya banyak fitur juga? Menurut pendapat saya, Baubax itu spesial karena fitur yang dia punya tidak hanya kantong yang banyak dan multifungsi seperti jaket lain. Tetapi dia juga punya banyak kantong, kantong tablet, tempat kacamata, retsleting yang juga berfungsi sebagai pulpen, stylus, dan pembuka botol sekaligus, sarung tangan built-in, dan neck pillow-nya yang gampang ditiup dan dikempesin. Makanya banyak yang bilang jaket ini kayak swiss army knife versi jaket! 

Selain itu, jaket ini juga punya 4 model: windbreaker, sweatshirt, bomber, dan blazer. Bukan blazer biasa, tapi wrinkle-free blazer
Photo courtesy of Baubax 
Model jaketnya keren ya? Saya ngincer yang bomber ituuuh! Nggak usah lama-lama, cek video-nya di sini

Gimanah? Bikin ngiler nggak sih! Ide pembuatan jaket ini diciptakan oleh Yoganshi Shah, lulusan Master of Engineering and Applied Science dari Columbia University yang sehari-hari bekerja sebagai developer dan designer. Sekarang, untuk pengelolaannya, Hiral Sanghavi, kandidat MBA dari Kellogg School of Management, bertindak sebagai CEO-nya. 

Sampai tulisan ini di-publish, sudah ada 20.521 orang yang sudah ikutan mendanai proyek ini, dengan total pengumpulan sebesar lebih dari USD 3.800.000 dari target awal yang "cuma" USD 20.000. Berminat pre-order? Silakan masuk ke link ini. Untuk pendanaan termurah yaitu USD 119, kamu bisa dapat model jaket sweatshirt, belum termasuk USD 20 biaya pengiriman ke Indonesia. Lalu kalau mau beli yang model windbreaker atau bomber USD 129, lalu blazer seharga USD 149. Harga ini sudah terbilang lebih murah karena kalau tidak pre-order dari Kickstarter, model sweatshirt saja bisa USD 160. Jauh lebih mahal. Ya iya, tapi nggak ada uangnya, hiks...

Verdict?
Kondisi finansial berbanding terbalik dengan kemupengan. Sekian.
Read More
Assalamualaikum! *blog post edisi syariah*

Sudah lebih dari 2 minggu saya nggak ngisi #OneYearAgo dikarenakan banyak distraction, yaitu pekerjaan, persiapan S2, persiapan resign, puasa, dan Mads Mikkelsen.  Oke, yang terakhir itu bener-bener menyita pikiran. Fannibals, anybody? Tapi janji, saya akan mengisi bolong-bolongnya seperti saya ngisi bolong utang puasa. Saya sudah siapin beberapa cerita di Slovenia dan Italia. 

Tahun ini saya bersyukur banget bisa berpuasa di Indonesia. Trip tahun lalu bener-bener membuka mata saya sekaligus membuat saya bersyukur menjadi umat Islam di Indonesia. Selain jam puasa yang lebih pendek, makanan iftar yang lebih enak-enak, suasana kekeluargaan, dan alunan adzan serta ayat-ayat Al-Qur'an yang bebas dikumandangkan. Bener-bener ngangenin.

Tahun ini saya ikut merasakan hebohnya malam takbiran di Indonesia dengan segala petasan dan kembang api. Tahun lalu, saya sedang di Paris, ikutan penutupan Tour de France di Champs Elysees, dan diakhiri dengan digigit anjing host saya sebelum tidur. Sepi sekali. 
Berkat tongsis, saya bisa foto dengan angle begini tanpa naik-naik tangga, haha! This is Tour de France crowd, setia menunggu pesepeda yang sudah ribuan kilometer keliling Prancis. Champs Elysees adalah finish line-nya!
Hari lebaran pertama, saya dan Rifka (sahabat saya yang bergabung di 3 hari terakhir perjalanan) berlebaran bersama di MH21 dengan pesawat Airbus A380-800, 13 jam perjalanan pulang yang luar biasa menyenangkan. Senang karena saya pulang, sekaligus mendapatkan cabin crew yang ramah dan memanggil kami secara personal dengan nama, walaupun kami penumpang ekonomi. Dia bertanya apakah kami merayakan hari raya ketika melihat paspor hijau kami. Lalu saya nyengir kepadanya, "Ya, kami pulang untuk hari raya."

Selamat Hari Raya teman-teman pembaca, taqaballalahu minna wa minkum. Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga blog ini dapat terus bermanfaat untuk perjalanan backpacking, khususnya ke Eropa.

-@travelitarius *makan rendang*
Read More
Day 36: 13 Juli 2015

Postingan blog sekarang adalah travel tips! Udah lama nggak nulis tips *kipas-kipas*

Venice adalah salah satu kota yang sangat excited saya datangi karena begitu khas. Cukup melihat fotonya saja, kita akan tahu kalau itu foto Venice, asli atau palsunya. Venice adalah kota yang paling banyak tiruannya di dunia, ke Macau atau Doha saja, kamu bisa ngerasain ala-ala kota kanal ini. Dan Venice juga menjadi salah satu top destinasi untuk turis, sekitar 20 juta orang mengunjungi pulau ini. Sangat jauuuuh dengan penduduk aslinya sendiri yang "hanya" 56 ribu orang. Makanya, sebagian Venetians kabur ke Mestre, mainland Venice, sekitar 30 menit naik bus. 

Kata "lagoon" atau laguna dalam Bahasa Italia berasal dari penyebutan nama Venice ini karena memang kota ini terletak di atas laguna, yang sudah tercatat di UNESCO World Heritage List. Terletak di Teluk Adriatik dan terdiri atas 118 pulau kecil, menjadikan Venice sebagai satu-satunya kota pejalan kaki di dunia karena yang ada hanya kanal. Kota ini sendiri kelihatan kecil, tapi ternyata bikin capek jalan kaki karena banyak sekali jalan dan gang yang mengakibatkan nantinya kita nyasar-nyasar. Tapi percaya deh, nggak ada nyasar yang lebih baik dari pada nyasar di Venice.
Gampang banget nyasar di Venice!
Karena menjadi pusat turis dari seluruh dunia, apa-apa di sini serba mahal! Kalau mau dapet penginapan termurah, kamu harus mau kemping, itu pun di Mestre dan berjarak belasan kilometer. Semua hotel di pulaunya sangat-sangat mahal untuk ukuran saya. Transportasi di dalam pulau pun serba mahal. Bahkan toilet umum saja bayarnya 1.50 euro sekali masuk. Bandingkan dengan so-called-expensive Belanda yang hanya 0.50 euro sekali masuk. Stress berat deh kalau ngeliat harga-harga di Venice.

Transportasi Mestre - Venice
Kalau punya uang lebih untuk membayar hostel di pulau, kita bisa ke mana-mana jalan kaki. Karena saya nggak punya banyak uang dan tinggal di Mestre, saya harus naik bus atau kereta dari Venezia Mestre ke Venezia St. Lucia yang hanya berjarak 1 stasiun. Ongkosnya murah, 1.30 euro untuk bus dan 1.25 euro untuk kereta. Selain bisa dibeli di loket dan mesin otomatis, tiket ini bisa dibeli di tabbacheria atau tukang rokok (tabbachi) dengan simbol letter T biru besar sebagai penanda. Beli di mana pun harganya sama saja kok. Saya biasa langsung membeli 2 lembar tiket, 1 untuk pergi, 1 untuk pulang.

Transportasi di dalam Venice
Keliling kota ini cukup tricky. Sistem transportasi dikelola oleh ACTV dan perusahaan ini menawarkan beberapa pilihan transportasi yang bisa dipakai:

Vaporetto
Singkatnya, vaporetto itu seperti bus, tetapi berbentuk kapal berukuran sedang yang bisa menampung banyak orang. Di Venice sendiri terdapat 22 line vaporetto, kita bebas memilih rutenya. Harga tiket vaporetto adalah 7.50 euro (2015) untuk perjalanan 75 menit. Mahal banget kan! Sebagai perbandingan, 1 tiket yang sama harganya 1.50 euro di Roma dan 1.20 euro di Florence. Bukan Venice namanya kalo nggak mahal. Peta rute vaporetto bisa di-download di sini. Harga tiket yang mahal ini bisa kita siasati dengan membeli pass atau travel card yang bisa dipakai unlimited, termasuk bus di Mestre. Travel card ini bisa dibeli di loket tiket mana saja.
Photo courtesy of www.goitaly.about.com
20 euro - travel card 1 hari30 euro - travel card 2 hari
40 euro - travel card 3 hari
60 euro - travel card 7 hari
Kalau kita mengambil travel card 1 hari, supaya nggak rugi, kita harus memakai vaporetto minimal 3 kali. Menurut saya, pakai saja vaporetto untuk ke Murano atau Lido, pulau-pulau yang agak minggir yang dilewati rute vaporetto. Kenapa? Karena vaporetto di pulau utama hanya menyusuri Grand Canal, ujung-ujungnya nanti kita juga akan banyak jalan kaki. Untuk orang yang masih muda (6-29 tahun), bersyukurlah karena ada pass 72 jam seharga 22 euro (ada tambahan 6 euro untuk kartu Rolling Venice). Lumayan nih!

Water taxi
Buat orang-orang yang banyak uang, naik taksi ini bisa jadi alternatif. Sekali naik saja tarifnya sudah 18.50 euro dan akan bertambah 1.80 euro per menit. Belum lagi kalau bawa bagasi, akan kena charge 3 euro per piece. Plus ada charge lagi di waktu tertentu dan hari Minggu. Mending lupain naik ini aja deh...
Photo courtesy of www.venicewatertaxi.com
Gondola
Kayaknya setiap turis (kaya) wajib naik gondola di Venice, apalagi pasangan. Romantisnya emang kerasa, apalagi di dalam gondola cuma berdua padahal maksimalnya 6 orang. Sekali jalan gondola, kamu bisa di-charge 80 sampai 100 euro per kapal, jadi bisa patungan. Sebenarnya harga ini bisa ditawar, tapi nanti durasinya juga dipersingkat. Tapi biasanya kisaran harganya akan sama. Pastikan saja deal harga, rute, dan durasi disepakati di awal. Jangan mau ditipu sama gondolier-gondolier ganteng! Kalau mau tambah dinyanyiin sama gondolier-nya, bisa, tapi ada charge 35 euro per orang. Best time naik gondola: sunset.
Crowded canal!
Traghetto
Kadang, nyasar di Venice bikin capek, udah muter-muter nyari jalan, begitu ketemu Grand Canal, eeeh, jembatannya jauh! Ada cara untuk menyebrangi kanal utama kota, yaitu dengan traghetto, kapal kecil sedikit lebih besar dari gondola yang didayung oleh 2 pria. Biaya menyebrang adalah 0.50 euro, langsung dibayar ke gondolier. Kalo kapalnya banyak orang, siap-siap berdiri yah!
Photo courtesy of www.redisitaly.com
Transportasi Venice - Marco Polo Airport
Untuk transportasi dari Venice ke Marco Polo (VCE) yang terletak di Mestre, lebih murah naik bus karena alternatif lain adalah naik water taxi seharga 35 euro per orang. Aerobus Line 5 berangkat dari Piazzale Roma (terminal bus) ke bandara dan akan ditempuh selama 25 menit. Harga tiketnya 8 euro sekali jalan.

Transportasi Venice - Murano, Burano, dan Lido
Tiga pulau yang ada di sekitar pulau utama ini menjadi salah satu tujuan turis yang datang ke Venice. Murano terkenal dengan kerajinan gelasnya. Jangan tertipu dengan penjual suvenir yang nulis "Made in Venice" karena sebagian berasal dari Cina. Apalagi, gelas Murano yang asli bisa berharga sangat tinggi, mencapai ratusan bahkan ribuan euro. Jadi saran saya, kalau ingin beli suvenir murah, jangan beli gelas yang katanya buatan Murano. Kalau pengen liat Venice yang colorful, datanglah ke Burano, saya aja menyesal nggak sempet ke sini karena nggak punya banyak waktu dan uang supaya bisa lama-lama di Venice. Kalau Lido, terkenal karena Venice Film Festival diadakan di sini setiap tahun. Kalau mau ke Murano dan Burano dari Ferrovia (stasiun utama), naik vaporetto nomor 4 atau 5, turun di Fondamente Nove. Untuk ke Burano dari sana, naik vaporetto nomor 12. Sedangkan ke Murano naik vaporetto nomor 4.1 atau 4.2. Lido ada di selatan pulau utama, kita harus naik vaporetto apa saja ke San Marco, lalu dari sana naik vaporetto lain menuju Lido.
Venice dari atas. Sebelah kiri atas terdapat Ferrovia dan Piazzale Roma, sementara yang di bawah adalah Piazza San Marco, di tengah kecil, ada Ponte Rialto. Untuk keliling Venice, kita cukup menavigasi 4 tempat penting ini saja
Semua yang udah saya sebutin di atas, nggak ada yang ngalahin sensasi nyasar di Venice dengan berjalan kaki. Kota ini sendiri seperti labirin raksasa, tetapi punya setiap kejutan di sudutnya. Peta nggak banyak membantu, banyak gang yang tidak ditempeli nama dan tidak tergambar di peta. Saya sendiri pernah nyasar-nyasar eh, akhirnya nggak sengaja menemukan gereja tempat pembaptisan Antonio Vivaldi. Gimana triknya supaya tahu arah? Di seantero kota tersebar papan petunjuk warna kuning, ikuti arah RIALTO kalau mau ke Ponte Rialto yang terkenal itu, P. SAN MARCO kalau mau ke Piazza San Marco, tempat St. Mark's Basilica, Sigh Bridge, Campanile, dan Doge's Palace, FERROVIA kalau mau ke Stasiun Venezia Santa Lucia (stasiun utama pulau, tempat para vaporetto pada ngetem), PIAZZALE ROMA kalau mau ke terminal bus. Cukup itu saja, sisanya silakan tersesat!

-@travelitarius my suggestion: do not visit Venice in summer. It's frickin hot and crowded!
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home