Disclaimer: Tulisan ini pernah saya masukkan ke www.jalan2liburan.com sebagai "Guest Post"

--------------------------------------------------------------------


Tahun 2014 lalu (Juni - Juli 2014) saya akhirnya berhasil solo backpacking ke Eropa, destinasi yang udah saya jadikan target selama menabung. Total perjalanan yang saya jalanin sendirian adalah 50 malam di 13 negara dan 28 kota, dengan budget rendah. Seberapa rendah? 15 euro per hari atau sekitar Rp 240.000 per hari. Kalau ditambah dengan tiket pesawat yang sekitar 11 jutaan, transportasi darat, dan pengeluaran darurat saya habis sekitar 32-an juta rupiah. Murah? Emang. Sebelum pergi, saya udah kenyang komentar orang, “Emang cukup?”, “Bisa makan nggak tuh?”, “Tinggal di mana budget sekecil itu?”. Tapi kalo saya dengerin terus, ntar nggak pergi-pergi.

Budget 15 euro per hari itu adalah makanan dan transportasi keliling kota. Gimana caranya saya bisa survive traveling di Eropa, apalagi Eropa Barat, dengan hanya 15 euro per hari?

I couchsurfed a lot. Buat yang masih tidak familiar dengan Couchsurfing (CS), saya coba jelaskan ya. CS adalah komunitas traveler yang saling memberikan akomodasi gratis buat para anggotanya, misi utamanya adalah dengan saling mengenal dan mengunjungi, kita akan bisa menciptakan pengertian satu sama lain. Peace, open-mindedness, youth-spirit, dan sharing adalah nafas CS. Selain saya bisa menghemat uang, karena setengah dari budget perjalanan pasti akan habis di akomodasi, saya bisa nambah teman, mengenal kehidupan dan kebudayaan orang lokal, mengetahui hal-hal yang nggak diketahui turis, dan kalo saya kembali ke sana, saya punya teman untuk dikunjungi. Banyak manfaatnya kan? Tapi saya selalu wanti-wanti buat newbie CS, jangan pernah jadikan CS sebagai aji mumpung akomodasi gratisan tapi bertemanlah dengan host kita, host CS bukan hostel. Dari total 50 malam saya traveling, hanya 9 malam saya harus bayar untuk akomodasi, itu pun hostel yang murah.

Dari CS, saya bisa ketemu malaikat ini
I stayed in cheaper countries longer. Negara-negara yang saya datangi sesuai urutan itinerary adalah Prancis, Belanda, Belgia, Jerman, Polandia, Ceko, Austria, Slovakia, Hungaria, Kroasia, Slovenia, dan Italia. Saya sengaja nggak ke Swiss, Denmark, atau negara-negara Skandinavia karena biaya hidup di sana mahal. 15 euro di negara tersebut bisa hanya 1 kali makan. Saya juga lama di Polandia, Ceko, Slovakia, Hungaria, dan Slovenia karena negara-negara tersebut masih lebih murah di bandingkan negara lain. Now it seems possible right? Kalau saya surplus dari 15 euro, uangnya saya alihkan ke negara-negara yang mahal seperti Prancis, Belanda, Jerman, dan Italia.

I took slower transportation. Di luar 15 euro per hari, saya juga ada pengeluaran transportasi antar kota. Di Eropa, paling enak ke mana-mana naik kereta, apalagi kereta cepat. Tapi mulai nggak enak kalo udah ngeliat harganya. 1 kali perjalanan naik TGV Prancis saja, bisa 50-100 euro sekali jalan. Mana ada duitnya. Akhirnya saya memilih jenis kereta yang lebih lambat, yaitu kereta regional. Bus juga sering saya pakai karena bus di Eropa reliable, tepat waktu, lebih murah, dan fasilitasnya oke. Saya rela naik bus dari Milan ke Paris 13 jam, nyampenya pagi buta, demi ongkos yang cuma 35 euro. Demi ngirit. Lagipula saya punya banyak waktu.



I bought less souvenirs. Saya tipe traveler yang nggak suka membeli banyak suvenir, apalagi ditebengin nitip barang sama orang. Untuk diri sendiri, saya membeli suvenir dalam bentuk magnet kulkas atau kartu pos. Itu pun nggak selalu bisa beli karena di negara mahal, magnet standar harganya 5 euro.

I walked... A LOT. Kalo ini sih kurang lebih karena kebanyakan kota-kota di Eropa bisa dikelilingin dengan jalan kaki. Selain menyehatkan, jalan kaki memberi kita kebebasan mengeksplor tempat, khususnya di tempat yang nggak bisa dilalui kendaraan seperti pusat kota tua. Di Paris yang kota besar saja, saya biasa berjalan kaki karena kota ini cakep banget, apalagi pas malam. Salah satu kota besar yang harus pakai transportasi ke mana-mana itu Berlin; karena ukuran dan Budapest; karena landscape. Contoh harga single ticket di Paris adalah 1.70 euro, di Amsterdam 2.80 euro, di Berlin 2.60 euro, Roma 1.50. Kebayang kan kalau ke mana-mana maunya naik metro/tram/bus? Tips saya, sebelum berangkat jalan-jalan keliling kota, sempatkan dulu buka peta dan tandai destinasinya. Dari sana, liat lagi apakah ada objek lain yang dekat? Buat rute jalan kakinya. Kalau kita bisa memaksimalkan objek dan waktunya, kita palingan cuma habis buat 2 tiket, 1 tiket untuk berangkat dan 1 untuk pulang.

I took public transportation and searched for the unlimited tickets. Nggak pernah sekalipun pantat saya menyentuh salah satu bangku taksi di Eropa. Taksi itu haram buat saya. Saya selalu naik bus, tram, metro untuk ke mana-mana supaya murah. Mau senyasar gimanapun, lebih baik tanya-tanya orang dari pada naik taksi. Nah, biasanya transportasi kota itu punya tiket terusan 24 jam yang bisa jatuhnya murah kalau kita berniat naik transportasi lebih dari 3 sampai 4 kali. Misalnya, tiket terusan Berlin 24 jam harganya 6.80 euro, sementara tiket single-nya 2.60 euro. Menguntungkan kalau naiknya lebih dari 2 kali, kan? Di Polandia, Ceko, Hungaria saya selalu pakai tiket terusan 24 jam karena harganya murah. Kalau saya capek jalan kaki, saya langsung naik random bus/tram, lalu keliling-keliling kota, lihat-lihat pemandangan, turun di halte random, terus naik bus/tram yang lain. Masing-masing kota punya website resmi sendiri untuk operator transportasi, misalnya Paris RATP, Amsterdam GVB, Berlin BVG, buka website masing-masing dan cari informasi tiket terusannya.

I catered myself. Untuk menghemat uang, saya seringnya beli makanan jadi atau beli bahan-bahan makanan di supermarket. Misalnya, untuk sarapan saya beli roti 1.50 euro di bakery. Siangnya saya beli doner kebab 4 euro. Lalu malamnya, saya beli pasta instan di supermarket seharga 2 euro. Saya memang sering berbelanja di supermarket karena mengatur makanan sendiri jauh lebih murah dibandingkan beli jadi. Selain itu, belanja menurut saya adalah pengalaman kultural, kita jadi tahu orang lokal makan apa. Saya pernah mabok plum karena lagi sale di Tesco Bratislava, pernah juga kena sakit perut karena kebanyakan minum susu yang sekotak cuma 1 euro di Vienna, makan take away nasi goreng Vietnam, atau pernah nyobain doner kebab di Brussels yang bisa dimakan sampai makan malam saking gedenya. Dan saya sehat-sehat saja tuh, malah makanan saya di sana lebih bergizi, hehehe. Selama kita nggak pernah makan di restoran, budget kita akan selalu rendah karena 1 main course minimal harganya 7 euro. Tapi apa pernah saya makan enak di restoran? Pernah dong, tapi di ditraktir host, hehehe.

I searched for free activities. Ini yang nggak kalah penting untuk mengisi waktu dengan murah, cukup ketik “free things to do in ...” langsung muncul berbagai hasil. Misalnya, di Paris: masuk Notre Dame, masuk Basilica du Sacre Coeur, jalan-jalan di Montmartre, jalan-jalan di pinggir Sungai Seine, cuci mata di Champs Elysees, atau baca buku di Jardin des Tuileries. Misalnya di Amsterdam, jalan-jalan ke Bloemenmarkt, cuci mata di kanal-kanal Amsterdam yang cakep, nyobain sampel keju, atau main ke Rembrantplatz. Misalnya di Roma, cathedral-hopping, nontonin seniman di Piazza Navona, Pantheon, dan bengong di Boboli Garden. Dan, yang kalah penting, Europe itself! Nikmati saja Eropa dengan segala keindahan arsitektur yang nggak mungkin kamu temukan di Indonesia. Perhatikan orang lokal, ngobrol dengan mereka. Makan makanan mereka. Ucapkan terima kasih dalam bahasa mereka. Wah, kalau saya terusin, bisa nggak selesai-selesai J

I always stick to the budget. Ini juga nggak kalah penting supaya dana nggak “bocor.” Pisahkan uang harian ke dompet kecil dan sisanya ke money belt yang tersimpan aman di perut. Kita harus konsisten dan bisa mengendalikan diri sebelum membeli sesuatu yang tidak penting. Kalau bukan untuk makan dan transportasi, pikirkan dulu, apa 15 euro nya akan sisa nanti? Misalnya, saya boleh membeli magnet seharga 3 euro kalau ada sisa 3 euro, dst. Mencatat pengeluaran per hari itu juga perlu, lakukan konsisten dan luangkan waktu sebentar sebelum tidur. Jangan ditunda sampai besok-besok karena nanti akan lupa dan kita nggak tahu uang itu habisnya ke mana. Saya biasa pakai aplikasi Money Lover Android App utnuk mencatatnya.

I pushed myself hard. Dan yang terakhir, untuk survive 15 euro per hari itu nggak gampang. Makanya saya harus memaksa keras diri saya untuk selalu stick to the budget. Godaan belanja di sana tuh gampang banget, apalagi cewek. Suvenir lucu-lucu, barang-barang yang jarang ada di Indonesia, kosmetik yang lebih murah dari Indonesia, sampe sale H&M yang murah banget mulai 5 euro, nah lho!! Apa saya tergoda, ya iyalah, saya cuma cewek biasa. Biasanya kalau udah begitu, saya buru-buru kabur sebelum pikiran membeli mulai datang.

10 cara di atas membuat saya berhasil traveling di negara mahal dengan hanya Rp 240.000 per hari. Saya nggak kelaparan di sana dan pulang dengan gembira. Setelah pulang, saya jadi mikir, di Eropa aja saya bisa habis segitu, apa lagi di negara lain dong ya? Hehehe. Untuk mau tahu lebih lanjut tentang pengeluaran harian saya selama di Eropa, atau nggak percaya saya bisa habis cuma 15 euo per hari, atau disangka saya ngibul, hehe, bisa langsung cek saja  di http://www.travelitarius.com/search/label/15EurosPerDay . Semoga tulisan saya bermanfaat buat pembaca dan semakin banyak yang bisa sampai ke Eropa! Cheers! J


---

Link Sosial Media:

Read More
Pernah ngalamin, momen dimana kamu sudah menanti-nantikan suatu perjalanan, bahkan sudah meriset segala pengeluaran sedetail mungkin, sudah mendaftar makanan yang ingin dimakan, sudah mengira-ngira naik apa disana, dan oleh-oleh apa yang akan dibawa? Exciting, right? Kamu nggak bisa lepas dari bayangan betapa bakal asyiknya perjalanan kamu ini. Nothing feels greater than that. Namun ketika bayangan-bayangan indah itu langsung dihancurkan oleh sesuatu, nothing feels desperating than that. Perjalanan kamu batal, uang yang sudah dikeluarkan untuk membeli tiket pp promo melayang. Kamu rugi materi dan mental. Saya menyebutnya sompret moment.

Itulah yang saya alami bulan ini, batal ke Jepang.

Saya memang sedang menjalani kuliah pascasarjana dan setiap angkatan diharuskan untuk melakukan penelitian bersama di luar kota di bulan Maret atau April tahun ini. Dibiayai dari abidin, alias atas biaya dinas, penelitian ini akan dilangsungkan selama 1 minggu penuh. Resiko kuliah di kampus yang SDM-nya belum settle, tanggal penelitian ini berubah-ubah terus. Jujur saja, saya sebagai mahasiswa yang sudah memegang tiket pergi Jakarta ke Osaka, dan pulang Tokyo ke Jakarta dengan AirAsia dan Lion Air, deg-degan menanti tanggal yang nggak pernah jelas. Duh, rasanya kesal sekali, kenapa menetapkan tanggal saja nggak mampu. Awal Februari, kepala prodi saya nyerocos gak jelas dan mengumumkan bahwa penelitian akan dilangsungkan di Solo 13-19 Maret 2016. Hampir saja saya jatuh dari kursi, saya pun bertanya, ini tanggalnya sudah fix atau belum. Kata beliau, sudah. Makin lemas, perjalanan ke Jepang saya seharusnya 12-20 Maret 2016. Sompret moment. Saya sudah pegang tiket ini, bahkan sebelum memutuskan kuliah lagi di sini. #KZL #ZBL

Bayangan-bayangan jahat mulai membentuk di pikiran. Alasan-alasan nggak ikut misalnya nikah (sama siapa??!), dirawat di rumah sakit (mit amiiit), sampai kedok penelitian saya pertimbangkan supaya saya nggak ikut ke Solo. Saya bertanya ke teman-teman, berharap dapat pencerahan dan ide-ide kabur yang lebih bombastis. Konsultasi dengan senior, bahkan konsultasi dengan orang tua. Nggak ada yang membantu. Sebagian dari mereka malah ketawa-ketiwi nyuruh saya ke Jepang aja, padahal hitung-hitung risikonya tinggi sis. Penelitian ini 1 SKS dan diabsen, kalo saya nggak ikut, saya berpotensi nggak bisa melanjutkan tesis dan kelulusan saya terhambat. Aaaaakkk, tidaaak. Saya kan pengen menggondol gelar master di Maret 2017, harus.

Lalu hitung-hitunglah kerugian finansial. Saya ingat-ingat, AirAsia pernah memindahkan jadwal pulang secara sepihak karena penerbangan dari Narita Airport dibatalkan. Jadwal kepulangan saya jadi berubah tanggal karena kepulangan dialihkan ke Haneda Airport. Saya ubek-ubek email saya dan AHA! EUREKA moment! 


Karena pengalihan penerbangan ini, saya boleh mengajukan refund dalam bentuk travel credit seharga tiket kepulangan saya, yaitu 13.700 yen atau sekitar 1.700.000 rupiah. Perlu diketahui, AirAsia nggak bisa alih nama penumpang, nggak bisa pindah rute, kalo ganti tanggal 3 kali lebih mahal, nggak bisa refund atas kemauan penumpang, dan gak bisa diapa-apain sama sekali tiketnya. Kalau nggak bisa berangkat, uang hangus melayang. Makanya ketika nemu opsi refund ini saya merasa beruntung. Tiket Lion Air pun ternyata bisa di-refund dalam bentuk transfer dana sebesar 75% dari harga beli jika pengajuannya di atas 72 jam sebelum keberangkatan. Not that bad, huh? Secara finansial, saya hanya rugi tiket pergi Kuala Lumpur ke Osaka sebesar 1.000.000 rupiah dan 25% dari tiket Lion Air sebesar 250.000.

Tapi secara mental, saya rugi berat. Saya pengen banget lihat sakura di sana, momennya pas banget. Belum lagi rencana pengen ke Wizarding World of Harry Potter di Universal Studios dan minum butterbeer. Ah, zebel.

Gimana cara refund AirAsia kalau kebetulan penerbangan dialihkan atau dibatalkan?
1. Masuk ke e-form AirAsia http://www.airasia.com/id/id/e-form.page
Halaman e-form AirAsia

2. Isi e-form tersebut dengan detail, lampirkan email pemberitahuan penerbangan dibatalkan atau email-email lainnya.
3. Setelah di-submit, kita akan mendapatkan email notifikasi dari AirAsia.
4. Kita akan mendapatkan nomor referensi, yang bisa kita pakai untuk melacak progres refund di login BIG ID. Masuk ke BIG ID kita, https://member.airasia.com/profile-landing.aspx dan klik "Status Pengembalian Dana Saya"
Diklik dan masukkan nomor kasus untuk melacak

5. Masukkkan nomor kasus untuk melihat statusnya. Tunggu saja prosesnya selama beberapa hari, jika sudah di-update statusnya, kita akan diberi email.
6. Travel credit sudah siap dipake! Yuhuuu
Ready for use!
Travel credit ini sudah saya belanjain buat backpacking keliling 7 negara ASEAN tahun depan sehabis wisuda. Mayaaan...

Ada pertanyaan terkait refund ini? Silakan isi kolom comment di bawah ya!

-@travelitarius ada yang mau bayarin saya ke Jepang? :')
Read More
Tahun baru, semangat baru, jalan-jalan ke tempat! Biasanya traveler udah pantau tanggal-tanggal merah yang ada di tahun ini dan hari-hari apa saja yang kejepit sehingga bisa ngambil cuti. Kalau beruntung, kadang-kadang bisa dapet liburan seminggu dengan hanya cuti 2 hari, hehehe... Makanya kalender cuti selalu dipantau supaya bisa tetap jalan-jalan. Apalagi kalau sudah ada promo besar maskapai, langsung kalender cuti itu ditempel di samping komputer supaya kedapetan tiket dengan tanggal yang cocok. Niat udah ada, uang juga sudah siap, terus mau ke mana kita?

Tips singkat ini akan memberi kamu sedikit insight mengenai pilihan destinasi buat menghabiskan jatah cuti kita.

Indonesia
Dari semua negara yang pernah saya datangi, nggak ada yang ngalahin Indonesia dalam hal budaya, makanan, dan wisata alamnya. Masing-masing negara pasti memiliki keunikan masing-masing untuk dieksplor, dan negara kita tercinta ini terkenal keindahan alamnya. Belum lagi kemudahan-kemudahan dalam hal bahasa, uang, komunikasi, Indonesia bisa jadi tempat untuk menambah pengalaman jalan-jalan. Go out and explore! Dari Jakarta saja, dengan budget minim, kita bisa pergi ke Kepulauan Seribu untuk menikmati pantainya. Pengen wisata kuliner? Setiap daerah pasti punya. Malah kalau kita datang ke asal tempat, perut kita akan selalu hepi karena makanannya enak-enak. Punya uang lebih, bisa ke kota-kota di Jawa untuk mendaki gunung, menyusuri pantai, mengarungi jeram sungai, atau sekedar mampir-mampir buat makan. Impian saya sampai saat ini belum tercapai: road trip NTB dan NTT.
Recommended (minimal 3-5 hari): Bali, Makassar, Lombok, Komodo, Derawan, Kepulauan Ora, Sumba

Singapura dan Malaysia (duh, bosen?)
Kenapa dua negara ini? Karena dari segi bahasa, kita bisa pakai Bahasa Indonesia dasar yang mirip-mirip dengan Melayu, makanannya masih relatif sama, dan culture shock-nya tidak berlebihan. Selain itu, tiket promo maskapai-maskapai regional Asia banyak yang menjual tiket murah dengan rute Indonesia ke kedua negara ini karena merupakan rute gemuk sehingga mereka biasa berkompetisi menjaring penumpang. Saya pernah mendapatkan tiket murah kurang dari lima ratus ribu untuk ke Singapura, sudah pulang pergi dan termasuk pajak. Ngiler banget kan... Untuk biaya jalan-jalan di sana, memang Singapura jauh lebih mahal dari pada Jakarta, tapi kita bisa merasakan “luar negeri banget” di negara ini. Sejauh ini saya sudah tiga kali ke Singapura dan tiga kali ke Kuala Lumpur, tetapi nggak pernah merasa bosan karena banyak yang menarik dan makanan di sana enak-enak, hehehe... Dan serunya lagi, event-event terkenal, F1 misalnya, atau konser artis besar sering diadain di dua negara ini, Indonesia di-skip, kan asyem.
Recommended (minimal 3 hari): Kuala Lumpur, Penang, Singapura

Negara-negara ASEAN non-Melayu lainnya
Karena saya suka banget dengan hal-hal yang berbau budaya, menurut pendapat saya, ASEAN itu surga buat jalan-jalan. Rasa makanannya relatif lebih sama, budaya yang tidak terlalu jauh, bebas masuk tanpa visa dan landscape alamnya juga gak kalah bagus. Seringnya, promo AirAsia atau maskapai low budget regional membuat kita bisa mengeksplor negara-negara ini. Tiket murah ke Bangkok atau Ho Chi Minh City suka diobral murah. Kesempatan bagus banget! Saya pernah dapat tiket pp KL-Yangon (Myanmar) seharga 500 ribu rupiah saja karena promo free seats AirAsia. Dan tahun depan saya akan backpacking keliling ASEAN dengan tiket 550 ribu pp karena promo. Kalau punya waktu banyak, paling cocok ya mengeksplor negara-negara ini.
Recommended (minimal 5 hari): Bangkok, Ho Chi Minh City, Siem Reap, Yangon, pulau-pulau di Filipina

Asia yang Murah
Haha, kategori apa ini, Asia yang murah. Untuk traveler Indonesia, bisa dipertimbangkan ke India atau Nepal (visa on arrival) karena biaya hidup di sana relatif murah. Masih aman buat kantong Indonesia. Nepal sering disebut-sebut sebagai high-value destination karena dengan harga yang murah, kita bisa melihat kekayaan budaya, keindahan alam, dan keunikan bangsa yang sangat melimpah. Walaupun saya belum pernah ke dua negara ini, melihat dari pengalaman backpacker lain, kedua negara ini patut dikunjungi. 
Recommended (minimal 1 minggu): Jaipur, New Delhi, Agra, Kathmandu, Pokhara

Asia yang Mahal
Here comes the list, dimulai dari 3 negara besar Asia Timur yang butuh visa: Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Jalan-jalan ke tiga negara ini relatif mahal untuk kantong orang Indonesia. Kalau punya uang dan waktu lebih dan pengen cuti yang agak banyak, bisa ke salah satu negara ini, tergantung preference-nya. Kalau pengen lihat salah satu Seven Wonders, bisa ke Beijing untuk melihat Great Wall, Xian untuk melihat Terracotta Army. Kalau mau borong produk kosmetik Korea dan fans berat K-Pop, bisa ke Seoul, atau fans berat wisata alam bisa ke Jeju Island. Kalau pengen ke Universal Studio yang ada Harry Potter Wizarding World-nya (cuma ada 2 di dunia: Florida dan Osaka), nyobain pake yukata jalan di Kyoto ala geisha, nyobain makanan Jepang asli, ya ke Tokyo, Osaka, Kyoto. Selain 3 negara ini, Hongkong, Macau, dan  Taiwan bisa jadi pilihan juga.
Recommended (minimal 1 minggu): Tokyo, Osaka, Kyoto, Beijing, Seoul, Jeju

Eropa, Australia, dan USA
Kalau punya waktu minimal 2 minggu karena jatah cutinya bisa dijebret semua (lucky you), pilihan lain adalah ke Eropa, Amerika, atau Australia. Saya cuma pernah ke Eropa, belum pernah ke benua lain, jadi belum bisa bicara banyak, hehehe
Recommended Eropa (minimal 2 minggu): semua negara, huehehehe

Gimana, jadi kalo ada hari libur kejepit-kejepit dan promo besar AirAsia, sudah kebayang kan mau ke mana. Ada tambahan? Silakan isi comment di bawah ya!

-@travelitarius happiness is stored in a flight ticket
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home