Day 22: 29 Juni 2014

It's been a busy week at work. Maaf jadi bolong-bolong nulisnya. Post terbaru kali ini saya nggak banyak cerita yah? Biarin foto-foto aja... Please?
Tipikal oleh-oleh khas Ceko banget ya ini, Bohemian Crystals. Sebagian memang kristal asli buatan tangan yang harganya bisa ratusan euro, sebagian bisa kamu bawa pulang dengan kurang dari 10 euro-an karena kristal imitasi. Saya sendiri? Ngapain bawa-bawa benda begini dan perjalanan masih setengah jalan.
Kalau emak saya tahu, dia pasti ngomel-ngomel kenapa nggak dibawain. 

Wenceslas Square di depan National Museum. Banyak kejadian bersejarah yang terjadi di sini, salah satu yang paling terkenal adalah peristiwa bakar diri seorang mahasiswa , Jan Palach, sebagai aksi protes penyerangan Uni Soviet ke Cekoslovakia. Sekarang, square ini sering dijadikan tempat nongkrong-nongkrong karena di kanan kiri banyak pub. Psst... tempat terkenal buat bikin bachelor/bachelorette party buat orang UK loh!

The famous Church of Our Lady Before Tyn di Old Town Square dengan desain Barok dan Gotik-nya, sudah berdiri menghias old town dari abad ke-14

Dancing House, salah satu bangunan modern paling quirky di Praha, dirancang oleh Vlado Milunic dan selesai pada 1996. Lokasi pembangunan ini dulunya adalah tempat tinggal keluarga Vaclav Havel (presiden Cekoslovakia selama 41 tahun) yang menjadi korban pengeboman AS.
Atas pembiayaan asuransi ING Bank, Vaclav ingin area ini dijadikan pusat budaya, jadilah Dancing House ini.

Makan Hungarian beef goulash di Praha. Seperti berkhianat? Bodo amat, yang penting pake nasi!

Saya dan Powder Gate, dibangun pada abad ke-15 awalnya sebagai gerbang menuju kota. Secara fisik, mirip dengan gerbang Charles Bridge yang bergaya Gothic. Pada masa perang, menara ini dipakai untuk menyimpan persediaan bubuk mesiu senjata, makanya dinamakan Powder Gate.

Antrian rebutan naik funicular ke Petrin Hill dan Prague Castle buat yang males jalan kaki (terjal) nanjak ke atas. Kalau punya tiket 24 jam, nggak perlu lagi beli tiket funicular

View kota dari Prague Castle. Hadeuuuh, cakep bener

Prague Old Town dengan segala macam orang. Saya suka duduk-duduk di sini, indah dan banyak yang dilihat!

Gang sempit di kompleks Prague Castle

Nah ini, saya lupa namanya *brb googling*

Petrin Tower, terinspirasi dari Eiffel Tower Paris, bangunan baja setinggi 64 meter ini pas banget kalo mau ngeliat view Praha terbaik. Karena mahal, saya nggak naik. Udah mahal, naik tangga lagih! 

Ini yang saya suka dari old town Praha, banyak gang sempit yang cantik. Sambil cuci mata lihat-lihat barang!

Prague at night, mystical yet pretty

St Vitus Cathedral di Prague Castle, tempat penobatan raja-raja. Secara penampakan mirip banget sama Cologne Cathedral

Jewish Quarter, setelah hujan. Cantiknyaaa

Buka puasa pertama: sparkling water. Ini air putih dengan botol ter-fancy yang pernah saya minum. Berasa gaya minum alkohol, haha!

-@travelitarius if you had a chance to visit Europe, go to Prague after Amsterdam
Read More
Day 19: 26 Juni 2015

Sebelum dilanjutkan, saya mau ajarin cara menyebutkan nama kota ini. Sesuai penulisan dalam Bahasa Polandia, yaitu Wrocław, 'w' dibaca 'v' dan 'ł' dibaca 'tsw', kota ini diucapkan sebagai VROTSWAF. Bingung? Jangan. Bahasa Polandia memang salah satu bahasa yang susah diucapkan. Saya sudah monyong-monyong, diketawain host saya di Wroclaw, Gosia, karena nggak bisa-bisa mengucapkan "dziekuje" yaitu terima kasih secara benar. Sebutan lain dalam Bahasa Jerman untuk kota ini adalah Breslau, gampang diucapkan.

Wroclaw, seperti kota-kota di Polandia, juga punya sejarah panjang dengan segala perubahan-perubahannya. Pernah menjadi bagian dari Kerajaan Polandia, Bohemia, Hungaria, Prussia, hingga Jerman. Kota ini baru bergabung dengan Polandia setelah Perang Dunia II. Berbeda dengan Warsawa dan Krakow yang dilintasi Sungai Vistula, Wroclaw punya Odra. Penduduk kota yang akan menjadi European Capital of Culture 2016 ini disebut Vratislavians. Saya punya 24 jam untuk menjelajah kota ini bersama Gosia, ini yang saya kunjungi.

Centennial Hall (Hala Stulecia)
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang pertama di kota ini pertama kali diresmikan tahun 1913. Acara peresmiannya waktu itu bertepatan dengan 100 tahun peringatan kekalahan Napoleon oleh Prussia di Battle of Leipzig. Sekarang, gedung ini digunakan untuk pelaksanaan pertandingan olahraga atau konser dengan kapasitas sampai 10 ribu orang. Dalam satu kompleks, terdapat air mancur multimedia dan Japanese Garden, dan kompleks ini termasuk UNESCO World Heritage Site.
Centennial Hall (bendera merah kuning itu bendera kota, bukan negara)
Ostrow Tumski (Cathedral Island)
Bagian kota tertua, yang tadinya adalah pulau di tengah sungai, lalu dibangun katedral di atasnya. Sama seperti yang pernah saya lihat di Poznan. Pembangunan pertama menggunakan kayu dimulai pada abad ke-10, tua banget yah?
Wroclaw Cathedral
Saya dan Gosia di Most Tumski (Tumski bridge)
Salt Market Square



Town Hall Square
Sebelah kiri adalah gedung town hall baru
Wroclaw University
Karena saya diantar Gosia yang jadi mahasiswa di sini, saya diajak menyelinap di view point tertinggi kampusnya. Dari sana, saya bisa melihat skyline kota dengan indah dan gratis. Tak lupa, kami makan siang di kantin kampus yang ala buffet dan bayar sesuai timbangan. Murah meriah banyak! Hehe.
view dari puncak tertinggi Wroclaw University. Kalau dilihat, gedung tinggi yang di tengah itu namanya Sky Tower, gedung tertinggi di Polandia yang dijadikan tempat perkantoran
Overall, Wroclaw adalah kota kecil yang cantik. Namun sayang, masih banyak homeless (dan mabuk) berkeliaran dan vandalisme coretan di dinding. Gosia sendiri menyayangkan hal tersebut. Rasanya kota ini nggak sempurna cantiknya kalau banyak coretan tanpa makna masih menghiasi dinding tuanya.

Besok saya ke Prague! Whoot!

-@travelitarius to Gosia, my big dreamer. Come to Asia, make your dreams come true!
Read More
Day 17: 24 Juni 2014

Pagi-pagi sekali, saya diantar Hubert ke stasiun metro terdekat, bersamaan dengan waktu dia berangkat kerja. Kami berpisah dengan ceria (Hubert memang orangnya happy) lalu saya melanjutkan pergi ke terminal bus tempat PolskiBus saya sudah menunggu. Perjalanan ke Krakow dari Warsawa akan ditempuh selama 4 jam sejauh 296 km. Di kota ini, sudah ada Jarek dan Marta yang menjadi host saya selama 2 malam di Krakow. 

Krakow adalah kota nomor 1 tujuan turis yang berkunjung ke Polandia. Selain karena menjadi pit stop menuju Salt Mines dan Auschwitz Concentration Camp, kota ini juga penuh dengan cerita. Selama ratusan tahun, wilayah Polandia yang berubah-ubah teritori, pemerintaha, dan ideologi, membuat menjadi dipenuhi tempat-tempat bersejarah. Saya sudah pernah ceritakan sebelumnya bahwa Polandia sangat dinamis, video ini bisa membuat kita semua ngerti sejarah singkat teritori Polandia.

Gimanah? Panjang dan labil banget kan? Hari ini saya langsung mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Krakow yang sangat terpusat di Old Town-nya:

Barbican (Barbakan) dan St. Florian's Gate
Sama seperti kota-kota medieval lainnya, di Krakow juga terdapat fortification atau benteng untuk menahan serangan luar, khususnya dari tentara Ottoman. Dulunya, benteng ini mengeliling pusat pemerintahan yang waktu itu masih kecil. Barbican ini adalah sisa benteng tersebut yang masih dipertahankan sebagai memorial. Menariknya, benteng Gothic yang dibangun 1498 ini adalah salah satu dari tiga benteng di Eropa yang masih bertahan sampai sekarang. Ck, ck, ck... Sebagai bagian dari benteng, terdapat juga St Florian Gate dengan menaranya, yang berfungsi sebagai menara patroli sekaligus checkpoint untuk memasuki kerajaan. 

Pintu masuk Barbican
St. Florian's Gate
Wawel Castle 
Kastil paling penting di Polandia, tempat para raja-raja tinggal dan dinobatkan, sekaligus menjadi simbol negara selama ratusan tahun. Setelah Perang Dunia I selesai, kastil ini dijadikan tempat tinggal presiden. Namun, selesai Perang Dunia II sampai sekarang, kastil ini pun dijadikan museum nasional yang menyimpan benda-benda bersejarah kerajaan. 
Wawel Castle
Wawel Cathedral dan taman kastil
Rynek Glowny (main marketplace)
Salah satu square terpenting di kota karena terdapat katedral dan pasar utama. Saya suka sekali duduk-duduk di sini karena luas dan banyak orang, mulai dari turis, street performers, kereta kuda, penjual kaki lima, pedagang pretzel, toko-toko suvenir, pameran seni rupa terbuka, dan lain-lain. St Mary's Church mendominasi skyline hasil foto setiap turis yang baru dari sini. Gereja yang dibangun tahun 1220 ini memiliki 2 menara kembar yang nggak mirip. Sayang, gereja ini hanya bisa dikunjungi oleh jemaat saja, jadi saya nggak pernah masuk. Persis di seberang katedral, terdapat Sukiennice (cloth hall) yang sudah menjadi pasar utama di kota selama ratusan tahun, barang unggulannya tentu saja perhiasan amber (sama seperti seantero Polandia) dan karpet bulu domba asli. Selain itu, terdapat juga menara town hall yang sisa menaranya saja, bagian lainnya sudah dihancurkan Austria pada abad ke-19. 

St Mary's Church
Menuju old town... St Mary's udah keliatan tuh

Sukiennice, sayang banyak yang mahal :(

Town hall, sekarang sisa menaranya saja
Sisa menaranya
It was a great day! Sorenya saya langsung ke rumah Jarek dan Marta yang hanya 15 menit naik tram. Kami sibuk mengobrol sampai larut malam, bercerita tentang pengalaman traveling masing-masing, makanan, geocaching, tentang Indonesia dan ring of fire, yang berakhiran dengan kesimpulan Jarek, "You live in a dangerous country!" saya ketawa-ketawa saja mendengarnya. Capek sekali hari ini, saya mau buru-buru tidur untuk mengejar bus pagi ke Auschwitz besok!

-@travelitarius do you want to made my day? gimme some ice cream
Read More
Day 15: 22 Juni 2014

Dengan mata masih mengantuk, saya terhuyung-huyung jalan kaki menuju stasiun tram terdekat. Karena waktu itu Minggu, jadwal tram berubah, yang biasanya 15 menit sekali, menjadi 30 menit sekali. Sekali ketinggalan, saya bisa-bisa ketinggalan PolskiBus yang akan mengantarkan saya ke Warsawa. Jadwal bus yang terlalu pagi membuat Ewa pun maish belum bangun ketika kami berpisah. Yang tadinya ada agenda selfie sebelum pamit, malah kelupaan. Bodoh. Saya jadi nggak punya kenang-kenangan foto sama Ewa. Tepat 2 menit sebelum tram datang, saya sudah di peron sambil terengah-engah, jarak apartemen Ewa dan stasiun cukup jauh. Saya pun naik dengan lega karena nggak ketinggalan.

Sambil merekam kota Poznan untuk terakhir kalinya, saya pun excited dengan apa yang menunggu saya di ibukota yang mendapat julukan "one of the most livable city in Central and Eastern Europe." Perjalanan 311 km akan ditempuh selama 4 jam dengan transit di kota Lodz. Dari terminal bus, saya lalu menaiki metro terbaru di Eropa, metro Warsawa. Cukup strict dengan pemeriksaan tiket, di setiap peron "dipasang" seorang petugas pengecekkan tiket. Saya langsung membeli tiket 24 jam karena murah dan nggak mau ribet. Walaupun metronya cuma 1 line, tiket 24 jam ini berlaku untuk semua jalur tram dan bus Warsawa. 
Landmark tertinggi di Warsawa, nggak mungkin nggak liat: Palace of Culture and Science
Skip, skip, skip, berkat instruksi dari Hubert, host couchsurfing saya di Warsawa, saya sampai di halte bus tempat dia akan menjemput. Kesan pertama dari kota ini adalah Warsawa adalah kota baru dan modern. Tidak banyak bangunan tua seperti yang bisa kita temui di Jerman atau Prancis. Ini disebabkan karena serangan tentara Nazi yang menghancurkan kota hingga rata sampai tanah tanpa ampun.

Setelah invasi Jerman di 1939 dan ditandai awal Perang Dunia II, Polandia menjadi salah satu negara yang terkena dampak fisik dan psikis terburuk dari Perang Dunia. Berbagai pemberontakan muncul di beberapa kota, termasuk Warsawa, yang baru saja saya datangi. Gerakan ini disebut sebagai Warsaw Uprising, yang terjadi pada Agustus sampai Oktober 1944. Nah, sudah ada Warsaw Uprising Museum kalau kita ingin belajar lebih jauh tentang gerakan ini. Untungnya, waktu itu hari Minggu dan semua museum di Polandia gratis masuknya. Uhuuuy, nggak menyia-nyiakan waktu, saya langsung ke Warsaw Uprising Museum.
Papan nama Warsaw Uprising Museum: hari Minggu hratisss
Pembagian wilayah Polandia untuk Uni Soviet dan Nazi

Salah satu reruntuhan yang diselamatkan ketika penyerangan bom Nazi

Badges buat para tentara

Potongan cerita dan gambar

Pesawat tempur Polandia, bener-bener asli diangkut dan direstorasi

Contoh bunker atau tempat persembunyian sekaligus berlindung dari bom
Karena kurang materi berbahasa Inggris, waktu itu saya menebak-nebak dan melototin tanpa tahu apa artinya. Setelah itu saya pun menonton film dokumenter di teaternya, eh, bahasa Polandia juga... hiks... ngawang-ngawang deh...
Bangunan museum
Setelah puas mubeng-mubeng di dalam museum, saya lalu nggak sabat ingin ke Castle Square! UNESCO World Heritage Site ini memang unik karena walaupun bangunannya termasuk baru, mereka adalah hasil rebuilt dari reruntuhan, dan dirancang sama persis sebelum pengeboman. Bahkan batu-batu yang rontok kena bom dipakai buat membangun kembali. That's why I really wanted to visit this city!
Castle Square

Salah satu sudut di Old Town
Malam itu, saya menonton sepak bola Piala Dunia bersama Hubert dan Gosia, istrinya. Kami mengobrol banyak sepanjang makan malam dan besok Senin saya harus berangkat pagi-pagi jam 7 berbarengan dengan Hubert pergi kerja dan kembali setelah mereka pulang kerja. Oooh, what a day!

-@travelitarius museum is like reading a history book, but in a fun way. Happy birthday to my city, Jakarta. Don't be shitty forever, please?
Read More
Day 14: 21 Juni 2014

Sudah 2 minggu saya di Eropa dan everything went very well. Tidak ada ketololan dan kesialan berarti, paspor dan dokumen masih ada, harta nggak kerampokan (amit-amit), nyasar nggak kejauhan, dan teman pun semakin hari semakin bertambah. Semakin hari semakin excited dengan kota berikutnya dan hari ini untuk pertama kalinya, saya akan menginjakkan kaki di Polandia, tepatnya di kota besar paling timur, Poznan. Sudah ada Ewa, couchsurfer baik hati yang mengundang saya menginap di apartemennya. 
Border Jerman dan Polandia, dari kaca PolskiBus
Perjalanan dari Berlin menggunakan PolskiBus ditempuh dalam waktu 4 jam, waktu itu penumpangnya penuh dengan turis. Ewa berjanji akan menjemput saya di terminal bus. 4 jam buat saya yang suka dengan perjalanan darat akan terasa singkat, apalagi PolskiBus punya wi-fi yang reliable dan kenceng, makin betah deh! Skip, skip, skip, bertemulah saya dengan Ewa yang lalu menyuruh saya ikut dulu ke apartemennya untuk menaruh backpack saya yang besar. Letak apartemennya cukup di pinggiran, dia membelikan saya tiket tram. Setelah menukar uang ke zloty, menaruh backpack di apartemennya, saya lalu duduk bersamanya minum teh dan mengobrol. 

Here it is, Poznan! Kota ini dikenal dengan Ostrow Tumski (cathedral island) sama seperti yang ada di Wroclaw. 
Ewa dan Poznan
Sebagian dari Adam Mickiewicz University

Ostrow Tumski
Poznan Opera House
Saat Ewa bilang dia sudah kelaparan, saya pun mengajak dia untuk makan di milk bar (bar mleczny), yang disebut-sebut sebagai tempat makan murah untuk mahasiswa. Karena nggak ada menu bahasa Inggris, Ewa berbaik hati menerjemahkan semua menu itu, bahkan sampai 10 menit sendiri. Ternyata, specialties dari makanan Polandia adalah dumplings, yang disebut pierogi. 
Pierogi isi kentang, krim, keju, dan bacon (image courtesy of polandforall.com)
Karena saya maunya yang halal, saya memilih asal menu omelette Tauknya, pas makanan itu datang, isinya adalah selai strawberry. Bayangin, bayangin, telur dadar rumahan, ditumpuk, lalu isinya selai strawberry, Jaka Sembung banget kan! Sayang saya lupa fotonya, karena waktu itu saya terlalu appreciate waktu saya bersama Ewa. Ewa ketawa-ketawa aja ngeliat muka perjuangan saya memakan makanan aneh ini, dia bilang, itu menu yang aneh, bahkan baginya. Hahahaha... kalo diinget sekarang ya kerasa lucunya. 
Poznan Old Town Square
Poznan fortification
Poznan juga punya jembatan cinta loh, tapi gemboknya belum sepadat Paris (model: Ewa)
Malamnya, saya ngobrol dengan Ewa sampai gelap di sebuah kafe. Saya sangat menikmati ngobrol bersama dengan perempuan pintar ini, dia banyak menanyakan saya tentang Islam, agama, hidup di Indonesia, dan memberikan saya cerita-cerita hidupnya. Sayang, waktu kami tidak ada 24 jam, besok pagi-pagi sekali saya harus ke Warsawa untuk eksplor ibukota negaranya. 
Kafe tempat kami mengobrol sampai malam
Malam itu, sebelum tidur, kami mengobrol lagi tentang perubahan surname-nya, tentang apartemennya, dan teleskopnya. Sedih sekali meninggalkan Poznan dan Ewa yang sudah sangat menerima saya, nanti saya pasti akan kembali kalau ke Polandia lagi, kali ini untuk mengeksplor lebih jauh.

-@travelitarius seems like less than 24 hours could make a stranger become a friends for life. Hi, Ewa.
Read More
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home