Sungai Seine, Nadi Kota Paris #OneYearAgo

No Comments
Day 3: 10 Juni 2014

Karena Francois memberikan saya kunci apartemennya, saya bebas pergi dan pulang kapan pun. Sumpe deh, baik banget ibu ini. Sebelum berangkat ke kliniknya (Francois adalah seorang psikiater), saya minum teh bareng dan mengobrol tentang pekerjaannya sehari-hari. Setelah ditinggal kerja, saya bersiap untuk jalan-jalan. Sesuai sarannya, saya bisa naik bus nomor 72 yang melintas sepanjang sisi Sungai Seine untuk melihat masterpiece-nya Paris. 

Begitu keluar dari gedung, wuuussshh... angin paginya dingin! Saya lalu merapatkan jaket dan syal sambil berjalan terus ke arah sungai, menuju halte bus. Karena masih orientasi kiri dan kanan lalu lintas yang berbeda dari Indonesia, sukseslah saya naik bus 72 yang salah arah. Awalnya duduk tenang merasa benar, tetapi kok lama-lama makin jauh dari pusat kota ya... bodoh, bodoh. Saya cepat-cepat turun di halte berikutnya dan naik bus 72 arah sebaliknya yang benar. 

Saya masukkan tiket ke mesin validasi, ditolak! Supirnya bilang "Tiket nggak berlaku perjalanan bolak-balik." Belakangan saya baru tahu kalau single ticket ini berlaku untuk transfer bus dalam waktu 90 menit, tetapi tidak boleh transfer bus dengan nomor sama. Yaaah... sia-sia deh tiket saya gara-gara kebodohan ini! 1.7 euro itu berarti loh buat backpacker miskin.

Menavigasi arah dan letak di Paris itu gampang banget. Sungai Seine kuncinya. Sungai ini membelah kota tepat di tengah-tengah. Kita tinggal lihat, kita sedang berada di sisi sungai sebelah mana untuk berjalan ke arah yang benar. Ternyata benar saran Francois, bus 72, yang melintas di sisi Seine memang melewati hampir semua objek wisata penting di Paris. Kalau punya budget lebih, silakan naik perahu atau kapal yang menyusuri sungai karena memang Seine-lah jantung kota Paris, tempat di mana hampir semua yang penting-penting dibangun. 

Yang penting-penting itulah yang saya kunjungi hari ini:
Notre Dame Cathedral: katedral yang sudah berumur 800 tahun ini jadi destinasi pertama saya. Terletak di Ile de la Cite, pulau di tengah sungai ini masuknya gratis. Gereja ini juga dianggap salah satu contoh the finest French Gothic architecture. 10 bel raksasa dipasang di menara-menara gereja ini, yang terberat sampat 13 ton dan sampai abad ke-20 masih dibunyikan secara manual alias pake tangan. (Metro Line 4: Cite)

Majestic as hell
Inside Notre Dame Cathedral
This is what I am looking for in Europe
Menuju Latin Quarter karena mau melihat Pantheon dan Sorbonne, saya melewati Pont del'Archeveche yang penuh dengan gembok cinta. 
Kabarnya, pagar ini mau dicopot karena terlalu berat dan takut jatuh ke sungai
Sampai di Pantheon, saya terkena hujan deras dan terpaksa neduh dulu. Deuuuh... payung ketinggalan di apartemen! Secara umum, fasad Pantheon Paris sama dengan Pantheon Roma, tetapi kalau diperhatikan, kubahnya mirip kubah St Paul's Cathedral di London. Pembangunannya dimulai tahun 1757 dengan tujuan awal sebagai gereja, konstruksinya full marmer dan batu. Sekarang, gedung bersejarah ini digunakan untuk mengubur pahlawan dan bangsawan Prancis. (Metro Line 10: Cluny La Sorbonne) 
Kubahnya lagi direnovasi, jelek kalo difoto
Hujannya waktu itu cukup lama, membuat saya stuck di teras Pantheon hampir 1 jam. Begitu hujannya mulai gerimis, saya terobos dan memutuskan untuk langsung ke Basilica du Sacre-Coeur di Montmartre, titik tertinggi Paris kedua setelah Eiffel Tower. (Metro Line 2: Anvers)
Finally, hujannya berhenti!
View dari teras basilika
Hati-hati, di area basilika ini, terdapat orang-orang berkulit hitam yang menawarkan gelang persahabatan. Tapi itu tidak gratis sodara-sodara, kamu harus membayar gelang itu. Malah, ada trik yang langsung memakaikan gelang tersebut ke tangan, dan minta duitnya! Egile, apa-apaan luh!? Banyak turis yang menyerah karena mereka berkelompok dan mengintimidasi. Serem yah! Yang terbaik menghindari mereka adalah, masukkan tangan ke kantong celana atau jaket dan berjalan cepat melewati mereka. 
Moulin Rouge, tiketnya mahal banget! 100 euro! Cis...
Puas keliling Montmartre sambil lihat-lihat suvenir, saya lalu pergi ke Les Invalides, museum tentara Prancis. Nggak, saya nggak sampai masuk, saya tertarik sama bangunannya yang super megah dan mewah yang kubahnya mendominasi langit Paris. Bahkan kubah ini menginspirasi Amerika untuk membangun persis sama untuk The Capitol. Invalides menyimpan jasad Napoleon Bonaparte dan putranya, Napoleon II, serta jenderal dan kaisar Prancis lainnya. (Metro Line 13 dan 8: Invalides)
Sisi utara Invalides
Invalides dan Pont Alexander III
Grand Palais
Ecole Militaire (Sekolah Militer)
Pake tongsis biar eksis
Apa benar terasa aura romantis di Paris? Penglihatan pertama, saya belum merasakannya karena memang saya sendirian ke sana, tidak dengan orang yang disayang, misalnya Mama atau pacar (yang juga nonexistent). Tapi kok penglihatan kedua dan seterusnya, tetep gak berasa! Hahaha... 

Kaki rasanya pegel banget udah jalan terus. Saya memutuskan untuk pulang ke apartemen Francois dan nonton live streaming debat kandidat capres, hehe. Biarin. 

-@travelitarius maybe she's just not a romantic person
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 shouts

Post a Comment