Mengintip Sejarah Warsawa dari Museum #OneYearAgo

2 comments
Day 15: 22 Juni 2014

Dengan mata masih mengantuk, saya terhuyung-huyung jalan kaki menuju stasiun tram terdekat. Karena waktu itu Minggu, jadwal tram berubah, yang biasanya 15 menit sekali, menjadi 30 menit sekali. Sekali ketinggalan, saya bisa-bisa ketinggalan PolskiBus yang akan mengantarkan saya ke Warsawa. Jadwal bus yang terlalu pagi membuat Ewa pun maish belum bangun ketika kami berpisah. Yang tadinya ada agenda selfie sebelum pamit, malah kelupaan. Bodoh. Saya jadi nggak punya kenang-kenangan foto sama Ewa. Tepat 2 menit sebelum tram datang, saya sudah di peron sambil terengah-engah, jarak apartemen Ewa dan stasiun cukup jauh. Saya pun naik dengan lega karena nggak ketinggalan.

Sambil merekam kota Poznan untuk terakhir kalinya, saya pun excited dengan apa yang menunggu saya di ibukota yang mendapat julukan "one of the most livable city in Central and Eastern Europe." Perjalanan 311 km akan ditempuh selama 4 jam dengan transit di kota Lodz. Dari terminal bus, saya lalu menaiki metro terbaru di Eropa, metro Warsawa. Cukup strict dengan pemeriksaan tiket, di setiap peron "dipasang" seorang petugas pengecekkan tiket. Saya langsung membeli tiket 24 jam karena murah dan nggak mau ribet. Walaupun metronya cuma 1 line, tiket 24 jam ini berlaku untuk semua jalur tram dan bus Warsawa. 
Landmark tertinggi di Warsawa, nggak mungkin nggak liat: Palace of Culture and Science
Skip, skip, skip, berkat instruksi dari Hubert, host couchsurfing saya di Warsawa, saya sampai di halte bus tempat dia akan menjemput. Kesan pertama dari kota ini adalah Warsawa adalah kota baru dan modern. Tidak banyak bangunan tua seperti yang bisa kita temui di Jerman atau Prancis. Ini disebabkan karena serangan tentara Nazi yang menghancurkan kota hingga rata sampai tanah tanpa ampun.

Setelah invasi Jerman di 1939 dan ditandai awal Perang Dunia II, Polandia menjadi salah satu negara yang terkena dampak fisik dan psikis terburuk dari Perang Dunia. Berbagai pemberontakan muncul di beberapa kota, termasuk Warsawa, yang baru saja saya datangi. Gerakan ini disebut sebagai Warsaw Uprising, yang terjadi pada Agustus sampai Oktober 1944. Nah, sudah ada Warsaw Uprising Museum kalau kita ingin belajar lebih jauh tentang gerakan ini. Untungnya, waktu itu hari Minggu dan semua museum di Polandia gratis masuknya. Uhuuuy, nggak menyia-nyiakan waktu, saya langsung ke Warsaw Uprising Museum.
Papan nama Warsaw Uprising Museum: hari Minggu hratisss
Pembagian wilayah Polandia untuk Uni Soviet dan Nazi

Salah satu reruntuhan yang diselamatkan ketika penyerangan bom Nazi

Badges buat para tentara

Potongan cerita dan gambar

Pesawat tempur Polandia, bener-bener asli diangkut dan direstorasi

Contoh bunker atau tempat persembunyian sekaligus berlindung dari bom
Karena kurang materi berbahasa Inggris, waktu itu saya menebak-nebak dan melototin tanpa tahu apa artinya. Setelah itu saya pun menonton film dokumenter di teaternya, eh, bahasa Polandia juga... hiks... ngawang-ngawang deh...
Bangunan museum
Setelah puas mubeng-mubeng di dalam museum, saya lalu nggak sabat ingin ke Castle Square! UNESCO World Heritage Site ini memang unik karena walaupun bangunannya termasuk baru, mereka adalah hasil rebuilt dari reruntuhan, dan dirancang sama persis sebelum pengeboman. Bahkan batu-batu yang rontok kena bom dipakai buat membangun kembali. That's why I really wanted to visit this city!
Castle Square

Salah satu sudut di Old Town
Malam itu, saya menonton sepak bola Piala Dunia bersama Hubert dan Gosia, istrinya. Kami mengobrol banyak sepanjang makan malam dan besok Senin saya harus berangkat pagi-pagi jam 7 berbarengan dengan Hubert pergi kerja dan kembali setelah mereka pulang kerja. Oooh, what a day!

-@travelitarius museum is like reading a history book, but in a fun way. Happy birthday to my city, Jakarta. Don't be shitty forever, please?
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments