Showing posts with label Transportation. Show all posts
Showing posts with label Transportation. Show all posts
Disclaimer: tulisan ini pernah dimasukkan ke www.catperku.com sebagai Guest Post

--------------------------------------------------------

Setelah ngumpulin pengalaman jalan-jalan di negara maju yang jauh lebih baik dari Indonesia dari segi ekonomi, infrastruktur dan pemerintahan, entah setan apa yang menghasut saya beli tiket ke Yangon, Myanmar. Pembeliannya pun cukup impulsif karena harga tiket PP-nya dari KL hanya 500 ribu rupiah. Dari awal saya memang tidak punya ekspektasi tinggi terhadap negara ini karena sebagai negara yang masih membuka diri, pasti nggak gampang traveling di sini, apalagi sendirian.

Setelah struggling dengan gigitan bed bugs di hostel busuk KL, berangkatlah saya ke KLIA2 untuk terbang ke Yangon. Sebelumnya, penerbangan saya ini di-reschedule jam berangkatnya sehingga kedatangan di Yangon sekitar 19.30 setempat. Ini jelas-jelas membuat saya gelisah karena saya sudah booking tiket bus malam JJ Express dari Yangon ke Bagan jam 20.00. Saya berusaha mereka-reka adegan gimana caranya dari turun pesawat sampai ke Terminal Bus Aung Mingalar dalam 25 menit. Imajinasi ini termasuk adegan lari secepat The Flash, lompatin loket imigrasi, sampai nge-drift pake taksi lokal. Huh, mustahil.

First encounter saya dengan orang Myanmar adalah di gate keberangkatan. Saya melihat wajah tipikal orang Asia Tenggara yang biasa ditemui di Thailand atau Kamboja. Wajah pria-prianya hitam dan wanita-wanitanya putih dengan dibalur bedak putih. Bedanya, pakaian mereka saya anggap norak karena suka pakai berlapis-lapis dan tabrak warna. Beberapa prianya juga mengecat rambutnya dengan warna ngejreng. Sejauh mata memandang, belum tampak yang memakai longyi (sarung), pakaian bawahan tradisional Myanmar. Aroma mereka pun khas, seperti bunga yang sudah sangat layu. Mereka juga sudah sangat familiar dengan smartphone, merek yang paling banyak dipakai adalah merek Korea yang huruf depannya “S”. Banyak yang asyik ngobrol ditelepon dengan bahasanya (gile, roaming-nya mahal tuh! Mereka tahu nggak ya?), dengerin musik pakai loudspeaker smartphone dengan ditempel ke kuping dan nyanyi-nyanyi sendiri, dan duduk ngobrol sambil bagi-bagiin kotak rokok dari 1 slop. Saya senyum-senyum sendiri aja melihat tingkah ajaibnya. Ketika duduk sebelahan dengan mereka, saya cukup kasihan sama mereka karena ketika memegang paspor merah dengan huruf-huruf cacing di sampulnya, mereka juga melampirkan secarik kertas visa Malaysia. Gile, ke KL aja masih pake visa!

Tipikal orang Myanmar, semua pakai longyi, kayak mau sholat Jumat

Pas boarding, mereka pun lucu cenderung norak! Ada yang terpisah dari temannya lalu bingung-bingung sendiri nggak duduk di kursinya, ada yang masih asyik ngobrol di telepon, ada yang nggak ngerti di mana lokasi kursinya, ada sudah di kursi tapi berdiri-berdiri nggak jelas teriak-teriak ke temannya di depan, ada yang mau take off masih tetep nggak pake seat belt. Fiuuuhh… good luck deh buat cabin crew-nya!

Salah satu bapak-bapak yang tadi bagi-bagi kotak rokok duduk di sebelah saya, pfffttt… baunya! Nggak mau jahat, saya duduk anteng di jendela, ngeliatin sayap pesawat. Tiba-tiba ponsel bapak itu (sebutlah Bambang) bunyi dan dia mengangkatnya. Ebuset, udah mau take off ini! Nggak lama, pramugari datang dan menyuruhnya mematikan ponsel dengan sopan. Kena lo sama pramugari, hahahaha! Pesawat mulai mundur dan taxi, saya lalu kepo, ngeliatin ponselnya terus. Kirain udah dimatiin, emang dasar nggak ngerti bahasa Inggris, ponsel Bambang berdering lagi pas pesawat sudah ambil posisi di runway! Bleguk!

You have to turn it off now,” kata saya kepadanya, menunjuk-nunjuk ke ponselnya. “NOW. OFF.”

Fiuh. akhirnya dimatiin jugaaaa…. Entah berapa orang lagi di pesawat yang nggak ngerti harus mematikan ponsel dan tetap membiarkan ponselnya hidup saja selama terbang. Saya jadi lebih kuat berdoanya dan nggak bisa tidur karena banyak yang diperhatikan dari orang-orang lucu ini. Dan jujur saja, akumulasi aroma mereka membuat saya nggak bisa tidur karena membuat saya nggak nyaman selama penerbangan. Mana Bambang terus-terusan ikutan ngeliat pemandangan di jendela samping saya dengan bau badan dan mulutnya yang semerbak. Hush… hush… hush… 
Lah, gelap dari atas!
Mendekati Myanmar, first officer bilang kalau 15 menit lagi kami akan landing. Saya melihat ke daratan Myanmar yang sebentar lagi saya jelajahi, gelap gulita! Hanya ada beberapa titik lampu dan menyebar, selebihnya hitam saja. Masak sih Myanmar masih jarang listrik? Lampu di kota Yangon saja biasa, seperti Bondowoso malam hari.
Yangon International Airport, udah bagus :)
Perjalanan 3 jam di kopaja terbang (baca: AirAsia A320) akhirnya mengantarkan saya ke Yangon International Airport pukul 19.28 yang secara penampakan mirip Terminal 3 Soekarno-Hatta, kecil dengan desain modern. Saya pun lari-lari melewati orang-orang dan buru-buru mencari konter imigrasi dan langsung mengantri. Dalam perjalanan saya melihat pemandangan yang nggak pernah saya lihat: manusia Myanmar, banyak, pake longyi, berdiri menempelkan muka ke kaca, dan melambai-lambai ke saudaranya yang sedang berjalan ke imigrasi. Seketika saya excited karena sudah sampai di sini!

Kelar proses imigrasi, saya pun berjalan keluar mencari ATM dan menarik uang kyat. Kelar urusan perduitan, puluhan orang menghampiri saya, “Taxi? Taxi?” dengan mulut bau pinang. Saya menghampiri salah satu supir taksi ber-longyi.

Taxi to Aung Mingalar?” Dia manggut-manggut, “How much?”
“8.000.”
No. It’s not that far! 5.000.” Saya sudah riset dulu di Google Maps. Ongkos 8.000 adalah ongkos ke pusat kota, sementara lokasi terminal bus ini agak di pinggiran.
Dia menggeleng. Oke, gak papa. Saya lalu pindah ke supir taksi yang lain, “Aung Mingalar? How much? I only want 6.000.” Ya gak papalah saya naikin dikit.
Okay, okay, 6.000.”
Okay. Let’s go fast,” kata saya ala peserta The Amazing Race.

Semua supir taksi yang tadi ngerubungin saya nggak ada yang bermaksud jahat, menipu, atau overcharge turis. Taksi mereka nggak punya merek, dengan mobil berwarna putih jadul merek Toyota Corolla 1970-an atau Toyota Super Roof 1980-an. Penampakan supirnya pun nggak biasa. Perawakan dari muda sampai tua dengan gigi-gigi keropos dan berwarna kuning kemerahan akibat mengunyah pinang. Nggak ada merek apalagi seragam, mereka cuek aja pake longyi sehari-hari (belakangan saya tahu kalau mereka cuma pakai celana dalam supaya anginnya semilir, hahaha). Jangan harap ada AC di dalam taksi, udah syukur hanya kamu penumpangnya. Terkadang mereka mengambil beberapa orang lain untuk memenuhi mobil bahkan bagasinya. Yep, manusia dimasukkan ke bagasi mobil. Ajaib.
Tipikal taksi di Myanmar (image courtesy of www.go-myanmar.com)

Dan ternyata Myanmar ini punya aromanya sendiri: campuran bunga atau buah busuk dan daun/biji pinang. Dalam satu negara, saya ke 3 kota, aromanya sama! Khas banget dan akan nggak kebayang bagi yang belum pernah ke sana. Aroma ini muncul dari banyaknya sesajen bunga dan buah untuk Buddha dan banyak sekali yang meludah pinang di jalan-jalan. Pemandangan biasa banget kalo ngeliat ludah merah di trotoar, jalan, atau jembatan. Kalau di Indonesia orang banyak merokok, mereka ngunyah pinang. Saya berasa main lompat-lompatan karena selalu berusaha menghindar supaya nggak nginjek. Supir taksi aja pada cuek ngebuka pintu mobil dan ngeludah ke jalan waktu nunggu lampu merah. Iyuuuuhhhh….

Jalan kota Yangon lebar, terdapat 4 lajur, 2 untuk masing-masing arah dan mobil berkendara di lajur kanan padahal setir di kanan! Bikin deg-degan gak sih kalo supir taksi ini mau nyalip? Apalagi bus, bayangin kalo pintunya ada di kiri dan kita turun di tengah-tengah jalan. Greget banget kan.
Jalan di Yangon, dengan Bogyoke Market di sebelah kiri

Pukul 20.10 saya sampai di terminal Aung Mingalar di konter JJ Express, merek bus yang sudah saya book untuk ke Bagan. Saya bertanya ke petugas yang di konter apakah bus yang sedang parkir di depan adalah bus saya. Berhubung pengucapan Bahasa Inggris orang Myanmar sangat susah untuk dimengerti, saya berusaha menebak-nebak kalau bus yang saya book sudah berangkat 10 menit yang lalu dan bus yang sedang parkir itu ke Mandalay dan sudah penuh. Mati gua. Saya bertanya lagi apa ada line bus lain yang bisa ke Bagan malam ini juga. Dia bingung. Kondisi saat itu sangat ramai, banyak orang lokal dan petugas saling tanya-tanya karena kurang mengerti Bahasa Inggris. Akhirnya ada cewek lokal, namanya Mi Mi, dengan Bahasa Inggris terbagus se-Myanmar yang menawarkan membantu saya mencarikan bus. Kami keliling ke konter-konter bus lain. Nope, malam ini tidak ada connection ke Bagan lagi, semua sudah berangkat. Secara umum, orang Myanmar ramah sekali dan mau membantu. Beberapa orang mengerubungi saya berusaha membantu tetapi keterbatasan bahasa.
Bus malem ke Mandalay, doa pujian untuk Budha disetel kenceng-kenceng non stop

Atas saran Mi Mi, saya ke konter line bus Elite di bagian lain terminal, cukup jauh bila berjalan kaki. Mi Mi bilang hanya 1000 kyat naik taksi. Elite juga nggak punya koneksi ke Bagan malam itu, saya lalu berhenti sejenak dan berpikir. Oke, saya memutuskan untuk mengganti itinerary, dari Yangon-Bagan-Inle Lake-Yangon menjadi Yangon-Mandalay-Bagan-Yangon. Saya lalu membayar tiket bus ke Mandalay, mbak-mbak konter menuliskan tiket dan nomor tempat duduk dan saya langsung masuk ke bus. Dengan formasi 2-2, ber-AC, dikasi bantal dan selimut, dan ada bus attendant, saya senang sekali karena di Myanmar sekalipun, saya bisa traveling dengan nyaman. Perjalanan akan memakan waktu 9 jam sejauh 636 km, hampir sama dengan Jakarta ke Madiun. Semua penumpang adalah orang lokal kecuali saya. Untungnya di samping saya tidak ada orang, jadi bebas ngambil 2 kursi untuk sendiri. Saya pun istirahat sambil ditemani doa-doa pujian untuk Buddha yang disetel sepanjang malam.

Hanya dalam beberapa jam, saya bisa bercerita banyak dan mendapat pengalaman kultural yang berbeda. Myanmar, you’ve been awesome. Saya menanti apa yang akan terjadi selanjutnya di Myanmar karena pasti akan begitu banyak kejutan. Stay tuned!
Read More
Pernah ngalamin, momen dimana kamu sudah menanti-nantikan suatu perjalanan, bahkan sudah meriset segala pengeluaran sedetail mungkin, sudah mendaftar makanan yang ingin dimakan, sudah mengira-ngira naik apa disana, dan oleh-oleh apa yang akan dibawa? Exciting, right? Kamu nggak bisa lepas dari bayangan betapa bakal asyiknya perjalanan kamu ini. Nothing feels greater than that. Namun ketika bayangan-bayangan indah itu langsung dihancurkan oleh sesuatu, nothing feels desperating than that. Perjalanan kamu batal, uang yang sudah dikeluarkan untuk membeli tiket pp promo melayang. Kamu rugi materi dan mental. Saya menyebutnya sompret moment.

Itulah yang saya alami bulan ini, batal ke Jepang.

Saya memang sedang menjalani kuliah pascasarjana dan setiap angkatan diharuskan untuk melakukan penelitian bersama di luar kota di bulan Maret atau April tahun ini. Dibiayai dari abidin, alias atas biaya dinas, penelitian ini akan dilangsungkan selama 1 minggu penuh. Resiko kuliah di kampus yang SDM-nya belum settle, tanggal penelitian ini berubah-ubah terus. Jujur saja, saya sebagai mahasiswa yang sudah memegang tiket pergi Jakarta ke Osaka, dan pulang Tokyo ke Jakarta dengan AirAsia dan Lion Air, deg-degan menanti tanggal yang nggak pernah jelas. Duh, rasanya kesal sekali, kenapa menetapkan tanggal saja nggak mampu. Awal Februari, kepala prodi saya nyerocos gak jelas dan mengumumkan bahwa penelitian akan dilangsungkan di Solo 13-19 Maret 2016. Hampir saja saya jatuh dari kursi, saya pun bertanya, ini tanggalnya sudah fix atau belum. Kata beliau, sudah. Makin lemas, perjalanan ke Jepang saya seharusnya 12-20 Maret 2016. Sompret moment. Saya sudah pegang tiket ini, bahkan sebelum memutuskan kuliah lagi di sini. #KZL #ZBL

Bayangan-bayangan jahat mulai membentuk di pikiran. Alasan-alasan nggak ikut misalnya nikah (sama siapa??!), dirawat di rumah sakit (mit amiiit), sampai kedok penelitian saya pertimbangkan supaya saya nggak ikut ke Solo. Saya bertanya ke teman-teman, berharap dapat pencerahan dan ide-ide kabur yang lebih bombastis. Konsultasi dengan senior, bahkan konsultasi dengan orang tua. Nggak ada yang membantu. Sebagian dari mereka malah ketawa-ketiwi nyuruh saya ke Jepang aja, padahal hitung-hitung risikonya tinggi sis. Penelitian ini 1 SKS dan diabsen, kalo saya nggak ikut, saya berpotensi nggak bisa melanjutkan tesis dan kelulusan saya terhambat. Aaaaakkk, tidaaak. Saya kan pengen menggondol gelar master di Maret 2017, harus.

Lalu hitung-hitunglah kerugian finansial. Saya ingat-ingat, AirAsia pernah memindahkan jadwal pulang secara sepihak karena penerbangan dari Narita Airport dibatalkan. Jadwal kepulangan saya jadi berubah tanggal karena kepulangan dialihkan ke Haneda Airport. Saya ubek-ubek email saya dan AHA! EUREKA moment! 


Karena pengalihan penerbangan ini, saya boleh mengajukan refund dalam bentuk travel credit seharga tiket kepulangan saya, yaitu 13.700 yen atau sekitar 1.700.000 rupiah. Perlu diketahui, AirAsia nggak bisa alih nama penumpang, nggak bisa pindah rute, kalo ganti tanggal 3 kali lebih mahal, nggak bisa refund atas kemauan penumpang, dan gak bisa diapa-apain sama sekali tiketnya. Kalau nggak bisa berangkat, uang hangus melayang. Makanya ketika nemu opsi refund ini saya merasa beruntung. Tiket Lion Air pun ternyata bisa di-refund dalam bentuk transfer dana sebesar 75% dari harga beli jika pengajuannya di atas 72 jam sebelum keberangkatan. Not that bad, huh? Secara finansial, saya hanya rugi tiket pergi Kuala Lumpur ke Osaka sebesar 1.000.000 rupiah dan 25% dari tiket Lion Air sebesar 250.000.

Tapi secara mental, saya rugi berat. Saya pengen banget lihat sakura di sana, momennya pas banget. Belum lagi rencana pengen ke Wizarding World of Harry Potter di Universal Studios dan minum butterbeer. Ah, zebel.

Gimana cara refund AirAsia kalau kebetulan penerbangan dialihkan atau dibatalkan?
1. Masuk ke e-form AirAsia http://www.airasia.com/id/id/e-form.page
Halaman e-form AirAsia

2. Isi e-form tersebut dengan detail, lampirkan email pemberitahuan penerbangan dibatalkan atau email-email lainnya.
3. Setelah di-submit, kita akan mendapatkan email notifikasi dari AirAsia.
4. Kita akan mendapatkan nomor referensi, yang bisa kita pakai untuk melacak progres refund di login BIG ID. Masuk ke BIG ID kita, https://member.airasia.com/profile-landing.aspx dan klik "Status Pengembalian Dana Saya"
Diklik dan masukkan nomor kasus untuk melacak

5. Masukkkan nomor kasus untuk melihat statusnya. Tunggu saja prosesnya selama beberapa hari, jika sudah di-update statusnya, kita akan diberi email.
6. Travel credit sudah siap dipake! Yuhuuu
Ready for use!
Travel credit ini sudah saya belanjain buat backpacking keliling 7 negara ASEAN tahun depan sehabis wisuda. Mayaaan...

Ada pertanyaan terkait refund ini? Silakan isi kolom comment di bawah ya!

-@travelitarius ada yang mau bayarin saya ke Jepang? :')
Read More
Kadang, tiket pesawat bisa memakan setengah dari budget jalan-jalan kita. Apalagi destinasi wisata kita yang jauh banget seperti Eropa atau Amerika Serikat. Minimal biaya yang harus kita keluarkan hanya untuk tiket pesawat adalah USD 800, itupun kalo dapet harga promo. Dulu AirAsia X pernah melayani rute Kuala Lumpur ke Paris direct yang kalo promo, kita bisa dapet 6 jutaan sudah pulang pergi. Murah banget kan! Tapi rute tersebut sudah ditutup, mau enggak mau kita harus pakai full board airlines.

Untuk tujuan Eropa, harga murah tiket pp full board airlines ada di kisaran USD 800 - 1100, kurang dari itu, langsung sikat beli aja! Lebih dari itu, cari alternatif lain. Saya sendiri mendapatkan tiket pulang pergi Kuala Lumpur ke Paris direct menggunakan Malaysia Airlines seharga 10 jutaan rupiah, kalau ditambah Jakarta ke Kuala Lumpur yang 1 jutaan, harga totalnya masih masuk budget saya yang USD 1000 (asumsi USD 1 = Rp 12.000). Nah, gimana caranya supaya kita bisa dapet tiket di kisaran harga tersebut? 

1. Maskapai Timur Tengah seperti Emirates, Qatar, Saudi Arabian, dan Etihad biasanya lebih harganya lebih murah daripada maskapai Eropa atau Asia seperti Air France, British Airways, KLM, Lufthansa, Singapore Airlines, Cathay Pacific, atau Garuda Indonesia. Tapi ini nggak selalu pasti, seringkali saya sering mendapatkan harga tiket pp Jakarta ke Frankfurt seharga USD 700-an dari Lufthansa, tapi jangka waktu pembeliannya lebih dari 3 bulan, kalau belum confident dapat visa, pembelian impulsive seperti itu bisa berisiko karena visa belum tentu dapet. Kalau kamu yakin dapat visa sampai 70%, beli saja. 

2. Sesuaikan periode terbang dengan musimnya. Misalnya, bulan Juni sampai Agustus adalah musim liburan, makanya harga tiketnya juga akan lebih mahal karena permintaan tinggi. Pilihlah musim sepi (low season) seperti dari bulan Desember ke Maret. 

3. Manfaatkan website pencari tiket multi maskapai seperti www.skyscanner.co.id atau www.kayak.com yang bisa ngasi alternatif harga. Saya pernah nemu tiket murah banget dari Vietnam Airlines dan Saudi Arabia tujuan Eropa, 8 jutaan rupiah saja, dari website seperti ini. Skyscanner bahkan bisa merekomendasikan tanggal harga murah sepanjang tahun. Sementara Kayak punya fitur "explore" yang bisa nampilin semua harga ke semua tujuan di dunia kalau kita memasukkan tanggal dan kota keberangkatan. Bagus banget untuk compare kota tujuan di Eropa karena selisihnya bisa lumayan banget lho! 
Fitur explore Kayak.com
4. Jangan lupa juga, sign up newsletter dari semua maskapai besar. Walaupun maskapai full board, kalau sedang promo, harganya bikin ngiler juga loh! 

5. Datangi travel fair. Travel fair favorit saya adalah Astindo Travel Fair yang biasa diadakan setiap tahun di bulan Maret karena partnership maskapainya sangat banyak sehingga banyak tiket murah! Seringnya, Qatar Airways menawarkan tiket pp ke Eropa di kisaran USD 800-an. Happy Hour-nya Garuda Travel Fair juga oke kok, temen saya pernah dapet tiket ke Jepang 6 jutaan pp, Garuda lagi. 

6. Baca koran, khususnya Kompas Kamis, hari di mana informasi traveling banyak dimuat. Seringnya, para travel agent pasang iklan untuk promosi harga tiket kalau beli dari mereka. Kalau dapat yang diminati, langsung kontak travel agent tersebut di cabang terdekat. Kadang, harga yang tercantum di koran belum termasuk pajak ya, hubungi travel agent untuk informasi jelasnya. 

7. Saya sarankan apply visa nggak terlalu mepet, 3 bulan sebelumnya kamu sudah bisa mengajukan aplikasi visa. Nah, jika sudah dapat, dalam rentang waktu 3 bulan itu kita masih sempat cari tiket murah dan pilihan harga masih banyak. Seringnya, kalau beli mepet, harganya sudah beda jauh atau kursinya habis, apalagi pas musim liburan.

8. Sering-sering eksperimen cari tiket murah di Skyscanner atau Kayak dengan memodifikasi kota keberangkatan atau kota tujuan. Misalnya, saya mendapatkan tiket murah dari Kuala Lumpur ke Paris menggunakan Malaysia Airlines dengan harga jauh lebih murah dari pada berangkat dari Jakarta. Etihad juga sering murah kalau berangkat dari Kuala Lumpur. Kalau dari Singapore, yang termurah adalah FinnAir dengan transit di Helsinki, direct dari Changi. Sementara untuk kota tujuan, ganti-ganti dengan Paris, Roma, Amsterdam, Frankfurt, Brussels, Budapest, Oslo, atau Milan. Trust me, salah satu dari mereka bisa selisih lumayan dengan yang lain.

Tiket murah itu ada, tinggal kitanya aja yang pinter nemuin jarum di tumpukan jerami. Duileh. Haha.

-@travelitarius google it before ask, agree?
Read More
Day 36: 13 Juli 2015

Postingan blog sekarang adalah travel tips! Udah lama nggak nulis tips *kipas-kipas*

Venice adalah salah satu kota yang sangat excited saya datangi karena begitu khas. Cukup melihat fotonya saja, kita akan tahu kalau itu foto Venice, asli atau palsunya. Venice adalah kota yang paling banyak tiruannya di dunia, ke Macau atau Doha saja, kamu bisa ngerasain ala-ala kota kanal ini. Dan Venice juga menjadi salah satu top destinasi untuk turis, sekitar 20 juta orang mengunjungi pulau ini. Sangat jauuuuh dengan penduduk aslinya sendiri yang "hanya" 56 ribu orang. Makanya, sebagian Venetians kabur ke Mestre, mainland Venice, sekitar 30 menit naik bus. 

Kata "lagoon" atau laguna dalam Bahasa Italia berasal dari penyebutan nama Venice ini karena memang kota ini terletak di atas laguna, yang sudah tercatat di UNESCO World Heritage List. Terletak di Teluk Adriatik dan terdiri atas 118 pulau kecil, menjadikan Venice sebagai satu-satunya kota pejalan kaki di dunia karena yang ada hanya kanal. Kota ini sendiri kelihatan kecil, tapi ternyata bikin capek jalan kaki karena banyak sekali jalan dan gang yang mengakibatkan nantinya kita nyasar-nyasar. Tapi percaya deh, nggak ada nyasar yang lebih baik dari pada nyasar di Venice.
Gampang banget nyasar di Venice!
Karena menjadi pusat turis dari seluruh dunia, apa-apa di sini serba mahal! Kalau mau dapet penginapan termurah, kamu harus mau kemping, itu pun di Mestre dan berjarak belasan kilometer. Semua hotel di pulaunya sangat-sangat mahal untuk ukuran saya. Transportasi di dalam pulau pun serba mahal. Bahkan toilet umum saja bayarnya 1.50 euro sekali masuk. Bandingkan dengan so-called-expensive Belanda yang hanya 0.50 euro sekali masuk. Stress berat deh kalau ngeliat harga-harga di Venice.

Transportasi Mestre - Venice
Kalau punya uang lebih untuk membayar hostel di pulau, kita bisa ke mana-mana jalan kaki. Karena saya nggak punya banyak uang dan tinggal di Mestre, saya harus naik bus atau kereta dari Venezia Mestre ke Venezia St. Lucia yang hanya berjarak 1 stasiun. Ongkosnya murah, 1.30 euro untuk bus dan 1.25 euro untuk kereta. Selain bisa dibeli di loket dan mesin otomatis, tiket ini bisa dibeli di tabbacheria atau tukang rokok (tabbachi) dengan simbol letter T biru besar sebagai penanda. Beli di mana pun harganya sama saja kok. Saya biasa langsung membeli 2 lembar tiket, 1 untuk pergi, 1 untuk pulang.

Transportasi di dalam Venice
Keliling kota ini cukup tricky. Sistem transportasi dikelola oleh ACTV dan perusahaan ini menawarkan beberapa pilihan transportasi yang bisa dipakai:

Vaporetto
Singkatnya, vaporetto itu seperti bus, tetapi berbentuk kapal berukuran sedang yang bisa menampung banyak orang. Di Venice sendiri terdapat 22 line vaporetto, kita bebas memilih rutenya. Harga tiket vaporetto adalah 7.50 euro (2015) untuk perjalanan 75 menit. Mahal banget kan! Sebagai perbandingan, 1 tiket yang sama harganya 1.50 euro di Roma dan 1.20 euro di Florence. Bukan Venice namanya kalo nggak mahal. Peta rute vaporetto bisa di-download di sini. Harga tiket yang mahal ini bisa kita siasati dengan membeli pass atau travel card yang bisa dipakai unlimited, termasuk bus di Mestre. Travel card ini bisa dibeli di loket tiket mana saja.
Photo courtesy of www.goitaly.about.com
20 euro - travel card 1 hari30 euro - travel card 2 hari
40 euro - travel card 3 hari
60 euro - travel card 7 hari
Kalau kita mengambil travel card 1 hari, supaya nggak rugi, kita harus memakai vaporetto minimal 3 kali. Menurut saya, pakai saja vaporetto untuk ke Murano atau Lido, pulau-pulau yang agak minggir yang dilewati rute vaporetto. Kenapa? Karena vaporetto di pulau utama hanya menyusuri Grand Canal, ujung-ujungnya nanti kita juga akan banyak jalan kaki. Untuk orang yang masih muda (6-29 tahun), bersyukurlah karena ada pass 72 jam seharga 22 euro (ada tambahan 6 euro untuk kartu Rolling Venice). Lumayan nih!

Water taxi
Buat orang-orang yang banyak uang, naik taksi ini bisa jadi alternatif. Sekali naik saja tarifnya sudah 18.50 euro dan akan bertambah 1.80 euro per menit. Belum lagi kalau bawa bagasi, akan kena charge 3 euro per piece. Plus ada charge lagi di waktu tertentu dan hari Minggu. Mending lupain naik ini aja deh...
Photo courtesy of www.venicewatertaxi.com
Gondola
Kayaknya setiap turis (kaya) wajib naik gondola di Venice, apalagi pasangan. Romantisnya emang kerasa, apalagi di dalam gondola cuma berdua padahal maksimalnya 6 orang. Sekali jalan gondola, kamu bisa di-charge 80 sampai 100 euro per kapal, jadi bisa patungan. Sebenarnya harga ini bisa ditawar, tapi nanti durasinya juga dipersingkat. Tapi biasanya kisaran harganya akan sama. Pastikan saja deal harga, rute, dan durasi disepakati di awal. Jangan mau ditipu sama gondolier-gondolier ganteng! Kalau mau tambah dinyanyiin sama gondolier-nya, bisa, tapi ada charge 35 euro per orang. Best time naik gondola: sunset.
Crowded canal!
Traghetto
Kadang, nyasar di Venice bikin capek, udah muter-muter nyari jalan, begitu ketemu Grand Canal, eeeh, jembatannya jauh! Ada cara untuk menyebrangi kanal utama kota, yaitu dengan traghetto, kapal kecil sedikit lebih besar dari gondola yang didayung oleh 2 pria. Biaya menyebrang adalah 0.50 euro, langsung dibayar ke gondolier. Kalo kapalnya banyak orang, siap-siap berdiri yah!
Photo courtesy of www.redisitaly.com
Transportasi Venice - Marco Polo Airport
Untuk transportasi dari Venice ke Marco Polo (VCE) yang terletak di Mestre, lebih murah naik bus karena alternatif lain adalah naik water taxi seharga 35 euro per orang. Aerobus Line 5 berangkat dari Piazzale Roma (terminal bus) ke bandara dan akan ditempuh selama 25 menit. Harga tiketnya 8 euro sekali jalan.

Transportasi Venice - Murano, Burano, dan Lido
Tiga pulau yang ada di sekitar pulau utama ini menjadi salah satu tujuan turis yang datang ke Venice. Murano terkenal dengan kerajinan gelasnya. Jangan tertipu dengan penjual suvenir yang nulis "Made in Venice" karena sebagian berasal dari Cina. Apalagi, gelas Murano yang asli bisa berharga sangat tinggi, mencapai ratusan bahkan ribuan euro. Jadi saran saya, kalau ingin beli suvenir murah, jangan beli gelas yang katanya buatan Murano. Kalau pengen liat Venice yang colorful, datanglah ke Burano, saya aja menyesal nggak sempet ke sini karena nggak punya banyak waktu dan uang supaya bisa lama-lama di Venice. Kalau Lido, terkenal karena Venice Film Festival diadakan di sini setiap tahun. Kalau mau ke Murano dan Burano dari Ferrovia (stasiun utama), naik vaporetto nomor 4 atau 5, turun di Fondamente Nove. Untuk ke Burano dari sana, naik vaporetto nomor 12. Sedangkan ke Murano naik vaporetto nomor 4.1 atau 4.2. Lido ada di selatan pulau utama, kita harus naik vaporetto apa saja ke San Marco, lalu dari sana naik vaporetto lain menuju Lido.
Venice dari atas. Sebelah kiri atas terdapat Ferrovia dan Piazzale Roma, sementara yang di bawah adalah Piazza San Marco, di tengah kecil, ada Ponte Rialto. Untuk keliling Venice, kita cukup menavigasi 4 tempat penting ini saja
Semua yang udah saya sebutin di atas, nggak ada yang ngalahin sensasi nyasar di Venice dengan berjalan kaki. Kota ini sendiri seperti labirin raksasa, tetapi punya setiap kejutan di sudutnya. Peta nggak banyak membantu, banyak gang yang tidak ditempeli nama dan tidak tergambar di peta. Saya sendiri pernah nyasar-nyasar eh, akhirnya nggak sengaja menemukan gereja tempat pembaptisan Antonio Vivaldi. Gimana triknya supaya tahu arah? Di seantero kota tersebar papan petunjuk warna kuning, ikuti arah RIALTO kalau mau ke Ponte Rialto yang terkenal itu, P. SAN MARCO kalau mau ke Piazza San Marco, tempat St. Mark's Basilica, Sigh Bridge, Campanile, dan Doge's Palace, FERROVIA kalau mau ke Stasiun Venezia Santa Lucia (stasiun utama pulau, tempat para vaporetto pada ngetem), PIAZZALE ROMA kalau mau ke terminal bus. Cukup itu saja, sisanya silakan tersesat!

-@travelitarius my suggestion: do not visit Venice in summer. It's frickin hot and crowded!
Read More
Setelah pernah bikin tulisan tentang BlaBlaCar dan sharing-sharing ke forum backpacker, pertanyaan pertamanya pasti: "Aman gak sih?" Itu juga yang muncul di kepala saya waktu pertama kali Sign Up di website-nya. Tapi waktu itu saya berencana ke benua termakmur di muka bumi, jadi berusaha open-minded aja sama konsep traveling nebeng mobil orang. Nggak, saya gak se-hardcore hitchhiker yang di pinggir jalan modal jempol dan diangkut orang random. Saya mengandalkan BlaBlaCar, sistem tebeng menebeng yang aman. Silakan baca terlebih dahulu tulisan review saya tentang sistem ini. 

Lengkapi profile untuk meningkatkan rating atau trust rate
Semakin lengkap profile dan verifikasi kamu, rating kamu di web akan meningkat. Kasus saya, saya menuju "Expert" karena nomor ponsel, email, dan Facebook saya terverifikasi serta sudah pernah 3 kali memberi dan diberi review. Kenapa rating itu penting? Karena menambah nilai plus diri kita, membuktikan bahwa kita orang baik-baik yang cuma pengen nebeng mobil orang dan pasti akan bayar sesampainya di tujuan.
Halaman profile harus lengkap :)

Read More
Sesuai janji, kali ini saya menulis tentang pengalaman saya pakai sistem ridesharing BlaBlaCar.com sewaktu saya traveling ke Eropa. Total sudah 3 kali saya memakai BlaBlaCar buat berpindah dari 1 kota ke kota lain. Apa sih BlaBlaCar itu? Tagline di websitenya sih "Connecting people who need to travel with drivers who have empty seats". Hubungan ini mutual sama-sama untung. Intinya sih kita nebeng mobil orang dan membayar harga yang disepakati ketika sudah sampai di tujuan. Mirip hitchhiking tapi ini mbayar ke supirnya. 
Halaman muka BlaBlaCar.com

Read More
Previous PostOlder Posts Home