Locals I Love: Jennifer Thom

7 comments
Selama perjalanan, pasti kita akan menemukan orang-orang lokal, khususnya kalau kita pakai Couchsurfing. Dari semua host CS saya, ada orang-orang yang numpang lewat, tapi sangat meninggalkan kesan. Dalam topik Locals I Love inilah, saya akan bercerita orang-orang lokal yang telah menjadi teman saya. Dan akan diawali oleh Jenny, host CS di Düren.

How We Met
"I was driving like crazy!" seru Jenny cemas saat memeluk erat saya di depan Aachen Hauptbahnhof sekitar pukul 10 malam di kota Aachen, kota besar perbatasan Jerman dan Belgia. "I'm so sorry!"

"It's okay, Jenny," kata saya senang sudah bertemu dengan perempuan cantik ini. 

Semua bermula dari Jenny yang menawarkan untuk jadi host saya di Düren via Couchsurfing. Destinasi awal saya sebenarnya kota Köln buat ngeliat Kölner Dom yang megah raksasa. Jenny menawarkan rumahnya dan berjanji akan mengantar saya keliling Köln. Karena kebaikannya, akhirnya saya mengubah rencana menjadi 2 malam di Düren dan 1 malam di Brussels. Lalu kami bertukar pesan via Couchsurfing. Jenny juga ngasi info kalau dari Brussels ke Aachen ada tiket Go Pass 1 Aachen khusus youth yang sangat murah. Kecemasa-kecemasan saya tentang rencana perjalanan panjang ini juga diredam oleh kata-kata Jenny yang menginspirasi. Sebagai fisioterapis yang pernah bekerja 1 tahun di Senegal, Jenny punya banyak pengalaman yang bisa dibagi.

Aachen Hbf: tempat saya nunggu Jenny 1 jam lebih, hehe!

SMS-SMS saya yang tidak sampai ke ponsel Jenny dan kecemasan pulsa terkuras kalau mengangkat telepon menyebabkan saya harus menunggu lama di depan Aachen Hbf. Anehnya, SMS Jenny selalu sampai di ponsel saya. Padahal, sejak di Brussels Central Station, saya sudah memberitahukan jadwal kereta saya ke Jenny. Telepon Jenny akhirnya saya angkat, saya memberitahukannya bahwa saya sudah menunggu 1 jam lebih di depan stasiun. "Stay there, don't move!" teriak Jenny di telepon. Saat itulah, she was driving like crazy ke Aachen dari rumahnya di Düren.

Who Is She?
Jennifer Thom lahir dan besar di Warburg, masih 1 state dengan Aachen dan Cologne, di North-Rhine Westphalia. Jenny belajar diploma fisioterapi di Aachen dan bekerja di tempat yang sama sampai sekarang. Kalau kita kenal orang Jerman, kelihatan sekali kalau spirit traveling orang-orang Jerman ini sangat tinggi. Dari anak kecil sampai lansia semua traveling. Sama halnya dengan Jenny, ketika masih lebih muda, dia memutuskan untuk pergi ke Afrika untuk bekerja sebagai fisioterapis. Ketika dia berbicara, saya menangkap bahwa potongan hidupnya di Afrika adalah salah satu episode terbaik dalam hidupnya. Dia merasakan perjalanannya di sana sebagai "a life-changing moments". Ketika di sana juga, dia banyak berinteraksi dengan Muslim. Dia sedikit banyak tahu tentang Islam dan ibadahnya, jadinya nyambung kalo ngomong tentang Islam dengan saya.

Sepulangnya dari Afrika, dia bekerja di Rheinisch-Westfalische Technische Hochschule (RWTH) Aachen, tepatnya di rumah sakit universitas sebagai fisioterapis. Setelah bekerja bertahun-tahun, akhirnya dia bisa membeli rumah di Düren dan tinggal di sana sejak tahun 1994. Kota Düren sendiri punya cerita, kota ini dibom habis ketika Perang Dunia II dan rumah Jenny adalah sedikit di antara bangunan yang masih berdiri. Kota ini sangat kecil, dan untuk ke Aachen atau Cologne pun sangat gampang. Makanya penduduk Duren rata-rata bekerja di luar kota.

Micha dan Jenny. Lovely couple. (Photo credit by Jenny)
Jenny tinggal bersama dengan pacarnya (dia lebih sering menyebutnya partner), namanya Micha. Micha adalah seorang electrician di perusahaan produsen alat berat. Mereka sudah bersama 6 tahun dan selalu traveling bareng. Sebelum saya datang, mereka baru saja pulang dari road trip ke Czech Republic. Dan November lalu, mereka mengunjungi China. Rumah Jenny dan Micha adalah rumah dua lantai dengan 1 kamar dan basement. Mereka bisa dibilang orang yang fungsional, sama seperti kebanyakan Europeans, memiliki masing-masing 1 mobil tua. Prinsip mereka, kalau yang lama masih bisa dipakai, buat apa beli yang baru.

Homey living room. Saya suka lampunya!!!
Buku diletakkan di mana saja. Baru masuk ke pintu utama rumah, di atas tempat menaruh jaket-jaket berjejer buku-buku Lonely Planet berbagai destinasi. Di samping toiletnya, diletakkan majalah traveling. Di sela rak dapur, Jenny menaruh buku memasak. Di dekat pintu teras belakang, tergeletak buku-buku tentang burung yang ada di Eropa. Di ruang kerja, buku ditumpuk-tumpuk rapi. Buku adalah bagian dari hidup mereka. Buku tertua yang mereka miliki adalah The Hobbit, yang diterbitkan tahun 1940-an, warisan dari kakek Jenny.

Sebagian koleksi buku-buku Jenny dan Micha
Mereka memelihara seekor kucing gendut, yang sayangnya tidak bisa melihat. Namanya Pepper. Kucing buta ini adalah kucing yang sangat waspada karena dia tidak bisa melihat. Itu sebabnya di pintu, Jenny memasang wind chime yang berbunyi kalau ada orang masuk, demi kenyamanan Pepper. Saya pengen banget meluk-meluk kucingnya soalnya gendut, hihi.

Pepper! (Photo credit by Jenny)
Jenny dan Micha tergila-gila dengan nature. Mereka nature freak yang suka hiking. Di dekat rumah mereka ada Eifel National Park yang sudah dihafalkan oleh mereka berkali-kali. Saya sempat naik ke viewing point puncak bukit di Eifel dan view-nya keren! Gaya traveling mereka pun gak jauh dengan nature, mereka suka camping ketimbang tidur di hostel/hotel. Favorit momen Jenny adalah ketika dia berada di "complete darkness where she can hear everything". Pengetahuan mereka tentang nature sangat luas dan mereka suka sekali dengan binatang. Satu malam kami menonton dokumenter tentang bayi harimau Sumatera, dan mereka gak henti-henti bilang "Aaawww..." sama kayak ngeliat bayi manusia. Oh iya, bisa ditebak profesi impian Jenny? Bekerja di kebun binantang, pastinya.

Di viewing point Eifel National Park
How I Left
Saya cuma stay 2 malam di rumah Jenny, tapi 2 malam itu bikin saya berat meninggalkannya. Saya seperti mendapat "rumah", keluarga, dan teman di sana. Ketika saya memeluk Jenny erat-erat sebelum bertolak ke Hanover, saya hanya bisa berkata, "take care, Jenny." Tapi sebenarnya banyak hal yang ingin saya sampaikan. Ketika sudah di belahan Jerman lain, saya kangen sekali sama dia. Saya benci mengatakan ini, tapi baru pertama kali ini saya menangis karena berpisah dengan orang. Saya cuma takut gak bisa ketemu lagi dengannya.

How We Do Now
Sekarang Jenny sudah punya WhatsApp (mungkin dia sudah ganti ponsel jadulnya) dan kami masih berkomunikasi tentang kehidupan sehari-hari. Dia pun selalu mengundang saya kembali ke rumahnya. Dan saya sangat berharap itu bisa terjadi. Amiiin!


"You and I will meet again, When we're least expecting it, One day in some far off place, I will recognize your face, I won't say goodbye my friend, For you and I will meet again."
- Tom Petty

- @travelitarius no matter how far I go, home is where my Mom is. Happy Mother's Day!
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

7 comments

  1. Banyak orang baik diluar sana ya kak. Salam buat jenny :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih udah mampir Mas Bobby. Kalau kita gabung di CS, nantinya akan bener-bener tahu apa itu "faith in humanity restrored" :))

      Delete
  2. Kepengen join itu. Tapi suka kepikiran,nanti bakal apa yang kukasih (sebagai imbal baliknya), tinggalnya aja masih dikosan hahaha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sih biasa ngasi suvenir 1 pak kartu pos, kalau orangnya baik banget, aku bawain jga teh atau kopi Indonesia, mereka biasanya seneng banget dikasih hadiah. Sebenernya imbal balik CS ya ketika kita sudah pulang, mau gak berpartisipasi aktif di CS buat ngebayar "good deeds"-nya mereka.

      Delete
    2. I see. Maksudku juga ketika mereka mau main ke Indonesia (terlalu banyak mikirnya ya) hehehe.

      Delete
  3. makasih gan buat infonya dan salam sukses

    ReplyDelete
  4. terimakasih bos tentang infonya dan semoga bermanfaat

    ReplyDelete