Showing posts with label Germany. Show all posts
Showing posts with label Germany. Show all posts
Siapa di sini yang suka viewing point? *ngacung*. Siapa di sini yang suka gratisan? *ngacung*

Di sela ngumpulin niat untuk nulis tesis yang tak kunjung ada, kali ini saya menulis tentang viewing point gratisan di kota-kota Eropa yang pernah saya datangi. Melihat kota dari atas itu luar biasa, rasanya kecantikannya bertambah berkali lipat dan kita jadi punya perspektif baru dalam melihat suatu kota. Viewing point yang saya maksud adalah tempat tinggi yang dapat kita jadikan spot melihat kota dari atas.

Di mana-mana, yang namanya menuju ketinggian atau melihat sesuatu dari atas, pasti bayar. Naik ke Monas, bayar. Naik ke bar di pencakar langit Jakarta juga bayar. Apalagi naik Eiffel Tower? Nah, semoga panduan dari saya kali ini bisa membantu para desperate backpacker kayak saya untuk melihat kota dari atas, gratis. 

Paris
Di kota besar yang luar biasa cantik ini, ada dua tempat yang bisa kita datangi: Galeries Lafayette dan Basilica du Sacre Coeur.

Rooftop Galeries Lafayette: mal ini biasanya banyak orang Asia-nya karena mereka ras di dunia yang paling doyan belanja, hahaha. Bahkan saya pertama kali ketemu orang Indonesia di Eropa, ya pas di mal ini. Berbeda dengan mereka, saya nggak beli produk-produk fashion dan kecantikan yang mereka jual, tapi saya langsung cari eskalator menuju lantai teratas, rooftop-nya.
Opera, dilihat dari rooftop Lafayette
Teras Basilica du Sacre Coeur, di Montmartre: mengunjungi basilika ini plus-plus, gereja keren banget, view-nya oke punya, ada Moulin Rouge tempat berfoto di depannya, banyak toko-toko suvenir murah, dan suasana Montmartre ngangenin. Kalau kita ke basilika ini, kita akan cukup mendaki ke atas karena letaknya memang di bukit. Worth the energy, the view is stunning. Walaupun Eiffel Tower nggak kelihatan di horizonnya, tapi kita bisa melihat Paris dari atas dan gratis. 
Paris dari teras basilika, mendung karena sehabis hujan
Berlin
Gesunbrunnen Bunker: Ada 1 tempat gratis dan bersejarah yang bisa didatangi sewaktu di Berlin. Secara pribadi, saya belum pernah ke sini karena tidak sempat, but I googled it for you. Nama tempat itu adalah Gesundbrunnen Bunker, salah satu bunker Jerman yang masih bertahan berdiri tegak. Terhubung stasiun U-Bahn, jadi tempat ini gampang dicapai. Balkonnya di menara pantau paling atas bisa diakses gratis.
Menara pemantau di bunker (image courtesy of herbnl - Flickr account)
Wroclaw
Wroclaw University: Sebenernya karena host saya mahasiswa di sini, jadinya saya bisa diselundupin masuk ke menara tertinggi Wroclaw University, hehehe. Menarik banget muter-muter di dalam universitas ini. Duh, jadi kangen Eropa... :(
View dari puncak menara Wroclaw University
Praha
Prague Castle: Berkunjung ke Praha, harus mampir Prague Castle. Titik, gak ada tapi-tapi. Selain kompleks kastilnya luar biasa besar dan bersejarah, kita bisa muter-muter di dalemnya dan melihat view sebagus ini. Kalo beruntung. kita bisa nonton proses pergantian castle guard, mirip yang ada di Inggris. Kece berat, walaupun tentara Ceko. Loh.
View dari Prague Castle
Bratislava
Bratislava Castle: Saya perhatikan, hampir semua ibukota atau kota yang dulu pernah menjadi ibukota negara di Eropa Tengah atau Timur pasti memiliki kastil besar di puncak bukit, salah satunya di Bratislava. Nah, halaman-halaman kastil tersebut biasanya luas banget dan gratis, dari sini kita bisa melihat skyline kota. Tjakep.
View dari halaman Bratislava Castle, kalau naik ke menaranya pasti akan lebih bagus, tapi bayar :)
Budapest
Kompleks Buda Castle: karena Budapest terbagi menjadi dua, Buda dan Pest, lebih baik melihat kota ini dari sisi Buda yang berbukit. Sisi Pest datar saja tanpa ada bukit, sehingga kalau mau nyari viewing point pun harus dari puncak bangunan, yang pasti akan bayar. Ada 2 tempat yang bisa didatangi selain kompleks Buda Castle, yaitu Gellert Hegy.

Hanjeeer, Budapest emang my favorite city!
Gellert Hegy: artinya Gellert Hill, memang sebuat bukit menjulang setinggi 235 m (hampir dua kali tinggi Monas) menghadap Sungai Danube. Bukit ini dinamakan dari Saint Gerard yang dibunuh dari bukit ini menuju jurang di bawahnya. Sekarang di sekitar Gellert Hegy adalah rumah-rumah mewah milik pejabat dan duta besar yang bertugas di Budapest. Yaiyalah, view-nya aja priceless begitu.
Skyline Budapest dengan Sungai Danube yang memisahkan Buda (kiri) dan Pest (kanan)
Ljubljana
Ljubljana Castle: as mentioned above, a castle in the hill.

Roma
Terazza del Pincio: teras ini sebenernya adalah sebuah balkon yang menghadap ke Piazza san Popolo. Teras ini luas, saya suka berlama-lama di sini memperhatikan orang :)
Piazza del Popolo, yang pernah masuk film Angels and Demons :)

last, but not least...

Florence
Piazza Michaelangelo: the best piazza I ever been! Mungkin karena Florence, mungkin karena skyline di sini begitu perfect, mungkin karena sunset di sini luar biasa indah... Duh, kangen Florence.

The sunset that I really miss...
That's all folks! 9 kota di Eropa yang pernah saya datangi yang mempunyai viewing point gratis untuk melihat skyline kota. Aren't they all beautiful? 
Read More
Day 11: 18 Juni 2014

Kurang dari 24 jam di Hanover, saya sudah harus pergi ke Berlin untuk mengeksplor kota bersejarah ini. Setelah berjanji akan mengunjungi Sonja di lain waktu, saya pun bertolak ke Berlin nebeng mobil Andreas dari blablacar.com. Emailnya yang terakhir mendeskripsikan pick up point, plat mobil, dan ciri-ciri mobilnya. 5 menit sebelum waktu janjian, saya sudah di pom bensin Aral di pinggir kota Hanover, cukup dekat dari autobahn. Di tempat yang sama, saya bertemu dengan John, seorang businessmen asal New Zealand yang juga akan menebeng mobil Andreas. Buat yang belum kenal blablacar atau sistem carsharing ini, silakan baca dulu blog post saya tentang sistemnya di sini.

Andreas datang 30 menit lebih lambat dari yang seharusnya. Hadeuuuh... Biasanya orang Eropa nggak segini ngaretnya! Dia berdalih agak terlambat mengambil mobil rentalnya. Ternyata mobil yang dia bawa adalah Volkswagen Transporter berwarna hitam yang bisa muat banyak. Dia menyapa saya dengan ramah dan meminta maaf atas keterlambatannya. Andreas adalah laki-laki paruh baya dengan rambut penuh uban tetapi dengan semangat muda. Semua penumpangnya masih muda dan dia berbincang dengan semangat seolah-olah sudah lama kenal. Durasi perjalanan dari Hanover ke Berlin adalah 4 jam dengan banyak mengangkut orang di pinggir jalan, ternyata bisa dibilang Andreas jadi omprengan seharian itu. Tapi, omprengan Volkswagen yang lega gitu, saya mah gak keberatan :)

Saya diturunkan di pinggiran Berlin, tak jauh dari stasiun S-Bahn Bundesplatz. Setelah membayar 18 euro kepadanya, saya lalu masuk ke stasiun S-Bahn dan langsung membeli tiket 24 jam. Tiket sudah di tangan, saya lalu bersemangat melihat peta transportasi Berlin. Well, pretty much I'm fucked. Berlin gede banget dan transportasinya rumit!
Well, that's what I called difficult! (image courtesy of BVG)
Mamaaa... aku bingung... gimana caranya ke Ostbahnhof dari Bundesplatz? Saya cukup gugup waktu itu, ini pertama kalinya saya kesulitan menentukan arah transportasi. Tengok kiri kanan, kok sepi banget nggak ada yang bisa ditanyain. Lalu saya berusaha tenang dan melihat lagi petanya. Saya mumet dengan U-Bahn dan S-Bahn, saya tahu kok kalau U-Bahn itu kereta bawah tanah dan S-Bahn adalah kereta di atas tanah. Itu saja. Selebihnya, I have no idea at all! Lama mantengin selama beberapa menit, saya mulai ngerti paling tidak gimana caranya ke Ostbahnhof. 

Selama di Jerman, memang tidak ada pemeriksaan tiket, tapi jangan coba-coba nggak beli tiket. Kalau terkena denda ratusan euro dari random check, miskin dan malunya minta ampun. Selalu validasi tiket di peron stasiun atau di mesin validasi di samping supir bus. Walaupun sudah pegang tiket tapi nggak divalidasi, dendanya sama! 

Akhirnya saya sampai di apartemen Lena dan Andrej di Kreuzberg, host Couchsurfing saya selama di Berlin 3 malam yang akan datang. Nggak susah mencari gedung dan apartemen di Eropa, semua penomoran sudah teratur dan kita tinggal mencarinya sesuai urutan. Pasangan tersebut berbaik hati memberikan kamar tidurnya buat saya. Saya sudah memaksa bertukar dengan sofa saja, tapi mereka menolak. "I am the couchsurfer and I am supposed to sleep on the couch, not you." Mereka tetap memaksa memberikan kamar dengan double bed-nya. Bahkan saya dipinjamkan selimut, handuk, dan boneka beruang. Hiks, jadi terharu...

East Side Gallery Berlin
Mereka membantu saya menavigasi kota ini serta transportasinya melalui website BVG. Akurat banget informasi, sampai jam kedatangannya ke menit-menitnya didetail jelas di web. Well, my friend, that's Germany. Karena hanya punya setengah hari sebelum malam, saya lalu jalan kaki ke East Side Gallery yang sangat dekat dari Kreuzberg. Sisa tembok Berlin terpanjang ini (1.3 km) sering dicap sebagai simbol kebebasan dengan 105 lukisan tembok dari seniman-seniman seluruh dunia. Tembok ini juga dibanggain karena menjadi galeri open-air yang terpanjang dan terawet di dunia. I am proud have seen and touched it! Sayang juga, banyak lukisan yang sudah tercoreng dengan coretan nggak jelas turis atau lokal.


Sisa terpanjang dari Berlin Wall
Oberbraumbucke
Jembatan tertua dan terbesar di Berlin ini adalah jembatan untuk S-Bahn dan mobil, dibangun pada awal 1700-an dari struktur kayu. Pada masa Perang Dunia, jembatan ini dipake hanya buat West Berliners nyebrang ke East Berlin. 
Oberbraumbucke
Museum Island
Semua yang akan ke Berlin pasti akan melihat satu pulau di tengah sungai yang berisi 5 museum kebanggaan Berlin dan Jerman. Museum itu adalah Altes Museum, Neues Museum, Bode Museum, Pergamon Museum, dan Alte Nationalgalerie. Sebagian besar museum ini menyimpan benda-benda  seni dan bersejarah dari zaman Prussia masih berdiri. Selain museum itu, terdapat juga Berliner Dom atau Berlin Cathedral yang maha cantik.
Bode Museum, salah satu dari 5 museum utama Berlin

Berlin Cathedral, sayang masuknya bayar :(
That's all for today karena saya ingin menghabiskan waktu bersama Lena, Andrej, dan Marie-Curie kucing mereka. Besok lanjut lagi!
Read More
Day 10: 17 Juni 2014

Bersyukurlah buat kita yang bisa beragama Islam dengan nyaman dan harmonis di Indonesia ini. Setelah berpisah berurai air mata bersama Jenny, saya pun pergi ke Hanover untuk bertemu Sonja, seorang Muslim asal Jerman. Awalnya saya nggak punya pikiran sama sekali pergi ke kota terbesar ketigabelas di Jerman ini. Tetapi undangan Sonja susah saya tolak. Akhirnya, saya pun menyempatkan diri mampir di kota pameran ini semata-mata karena ingin ngobrol dengannya. Perempuan Jerman yang pindah agama ke Islam? Tell me more about it!

Jarak 358 km yang memisahkan Aachen dan Hanover membuat perbedaan besar. Kalau di Dueren saya harus mendobel celana dengan legging karena masih sejuk, di Hanover saya justru kepanasan. Secara umum, sepenglihatan saya, Hanover adalah tipikal kota di Jerman dengan rathaus (city hall) sebagai bangunan utama di pusat kota, sungai kecil yang melintas, taman-taman terbuka, dengan transportasi tram. 

Sonja baru saja selesai bekerja ketika saya sampai di rumahnya. Sebagai seorang nanny, dia selalu dikelilingi anak kecil dari pagi sampai siang. Dia memiliki 2 anak, laki-laki dan perempuan yang masih sekolah primary. Siang itu, setelah lunch bersama dengan sosis Jerman 100% halal dan roti, saya pun jalan-jalan bersamanya di kota yang cukup membosankan ini.

Hidup Sonja cukup berwarna. Sewaktu masih remaja, dia pertama kali membaca terjemahan Al-Quran dan membandingkannya dengan Alkitab. Merasa tertarik dengan ajaran Islam, dia pun convert di Jerman. Waktu itu umurnya masih 20-an. Beberapa tahun kemudian, dia menikah dengan pria Muslim asal Tunisia dan tinggal di sana. Walaupun penduduk Jerman bukan manusia religius, keluarga Sonja awalnya menolak perpindahan agama tersebut karena selama ini mereka adalah umat gereja. 
My sister
Pernikahan tersebut gagal, suaminya adalah seorang abuser dan mereka pun bercerai. Sonja menjadi single parent bagi kedua anaknya dan kembali pindah ke Jerman untuk memulai hidup baru. Ternyata menjadi Muslim di Jerman tidak gampang. Jumlah imigran Turki yang besar nggak begitu membawa pengaruh Islam dalam kehidupan di sana. Selain karena imigran Turki bukan umat Islam yang taat, mereka juga terkenal eksklusif. 

Untuk mendapatkan daging halal, Sonja harus langganan daging ke tukang daging bersertifikat. Pembangunan minaret dan menggaungkan adzan dilarang. Mesjid pun terkotak-kotak umatnya, ada masjid Turki, Iran, India, dll. Tidak bisa bebas memakai jilbab. Ketika anak perempuannya memakai jilbab, Sonja dituduh pemaksaan terhadap anak. Anak perempuannya pun pernah ditegur karena memegang garpu di tangan kanan, bukan di kiri. Masih banyak diskriminasi terhadap Muslim, khususnya bagi perempuan yang berjilbab dalam hal pekerjaan dan pendidikan. 

Saya membawa oleh-oleh mukena untuknya. Dua lembar kain penutup aurat ini ternyata nggak pernah dia lihat sehingga dia bingung memakainya. Lalu saya ceritakan bahwa mukena ini praktis dibawa-bawa untuk shalat walaupun tidak sedang memakai baju panjang dan mukena dibuat dari berbagai macam jenis bahan dan warna. Dia memeluk saya terharu dan mengucapkan terima kasih. 

Dalam setiap ceritanya, saya tidak hentinya bersyukur. Beruntunglah saya tinggal dan berislam di Indonesia, sebuah negara yang asimilasi agama dan budayanya begitu erat sehingga toleransinya tinggi. Saya bebas memakai atau tidak memakai jilbab tanpa ada hukuman. Saya bebas berjabat tangan dengan laki-laki. Saya terbangun dari tidur karena azan subuh begitu menggema. Saya gampang sholat di mana pun. Saya berpuasa dengan normal dengan suasana Ramadhan yang damai. Dan saya bebas melakukan segala hal yang dilarang di negara Arab seperti voting, menyetir, pakai baju dan make up mencolok, dan berenang. 

I am very blessed.

Marhaban yaa Ramadhan. Selamat berpuasa bagi teman-teman.

-@travelitarius this year, she will be fasting 14 hours. Piece of cake. She had worse in Europe: 19 hours. 
Read More
Day 9: 16 Juni 2014

Hari ini saya bangun agak siang karena baru tidur pukul setengah 2 malam. Micha, partner Jenny sudah berangkat pagi-pagi pukul 6 untuk bekerja shift dan akan kembali sekitar jam 2 siang. Enak banget jam kerjanya! Ketika saya bangun, Jenny sedang di ruang tamu membaca buku. Dia menawarkan saya sarapan yang nggak saya tolak karena emang udah keroncongan. 

Hari ini kami akan ke Cologne bersama-sama setelah Micha pulang bekerja. Sambil menunggu waktu, saya mencuci baju di basement rumah Jenny. Ini baru pertama kalinya saya lihat rumah gaya Barat dengan basement sebagai tempat mesin mencuci baju, persis yang kayak ada di film Home Alone. Biasanya kan basement cuma buat parkir mobil di gedung atau rumah mewah. Di bawah aroma lembab tercium tajam dan lampunya remang-remang. Jenny pun bercerita bahwa saat Perang Dunia II basement ini dijadikan tempat perlindungan dari serangan bom oleh pemilik rumah. 

Tur rumah pun dilanjutkan. Dia juga bercerita bahwa Dueren ini sebenarnya kota baru karena pernah musnah dibom tentara sekutu saat perang. Rumah yang dia beli ini hanya tersisa separo dari dinding dapur dan direnovasi lagi setelah perang usai. Jadi, rumah Jenny adalah salah satu rumah tertua di Dueren karena bangunan lain rata dengan tanah. Sebagai nature freak, Jenny juga memelihara buah berry di kebun belakang rumahnya, mulai dari raspberry, blackcurrant, strawberry, wild berry, dan beberapa pohon persik (peach) dan citrus yang belum berbuah. Dia lalu memetik beberapa buah dan memberikannya kepada saya untuk dicoba. Enak! 
"Do you water the plants everyday?" tanya saya, mengingat ibu saya yang setiap hari menyiram tanaman-tanaman kesayangannya. 
"No, I just planted them and let the nature works. If they grow, then it's good. If they don't, it's okay."
Wah, bisa gitu. Saya lalu memetik beberapa lagi, tanaman ini nggak tumbuh bebas di Indonesia, jadilah saya norak bahagia bisa makan macem-macem berry langsung dari pohonnya. 
My lovely jungle ranger
Sambil menunggu Micha pulang, saya diajak Jenny melihat-lihat hutan dan danau yang ada di dekat rumahnya. Karena Dueren ini kota kecil, jadi vegetasi tanaman liar khas negara 4 musim masih banyak menutupi wilayah ini. Jenny juga bercerita bahwa di sini akan sangat colorful ketika musim gugur, berbeda sekali dengan hijau royo-royo musim panas. Walaupun sudah masuk musim panas, saya nggak pernah lihat matahari di sana dan suhu menunjukkan masih 17 derajat saja. Cukup nyaman untuk jalan-jalan. Dari Jenny juga saya dikenalkan dengan spesies burung di Eropa. Beberapa kali kami menemukan suara burung pelatuk di hutan, sayang mereka nggak mau menampakkan diri.
Danau buatan ala Jerman
Danau yang Jenny perlihatkan ternyata danau buatan, hih kesian amat ya Jerman, danau aja mesti bikin. Jangan salah, walaupun buatan, ternyata sering dikunjungi orang untuk memancing lho. Saya jadi ingat ketika di Paris, saya melihat sepetakan tanah di pinggir Sungai Seine yang diberi pasir dan menjadi pantai buatan. Lucunya, pantai tipu-tipu ini dipenuhi orang berjemur! Yah, kesian. 

Nggak kerasa kami sudah memutari danau itu sambil mengobrol banyak tentang pengalaman Jenny sebagai fisioterapis di Senegal. How cool is that. Begitu sampai rumah, Micha ternyata sudah pulang. Wah, Micha punya rambut pirang panjang yang kalau tidak dikuncir bisa menyaingi Legolas. Kami makan siang bersama dan mereka banyak bertanya tentang makanan Indonesia. Tentu topik ini nggak ada habis-habisnya dibahas. 

Here I am in Cologne! Sudah lama banget pengen ke sini karena pernah melihat gambar katedral yang membutuhkan waktu 632 tahun untuk diselesaikan. Begitu saya sampai, saya ingin sekali berbaring di lantai karena luar biasa tingginya. Walaupun sepertinya 2 menara kembarnya sama tinggi, ternyata menara satunya lebih pendek 6 cm. Hebatnya lagi, walaupun pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia cuma selama 4 tahun (1880-1884), katedral ini disebut-sebut sebagai bangunan bergaya Gothic tertinggi di dunia! Katedral ini juga menyimpan patung imaji penyaliban Yesus tertua (970) di dunia barat yang disebut sebagai Gero Cross. Nggak salah kan kalau saya begitu passionate dan ingin sekali ke sini? Eh, saya Muslim tapi loh.
Main reason to visit Cologne
Patung penyaliban tertua (sorry for major noises)
Cologne juga merupakan kota asal Johann Maria Farina, penemu eau de cologne yang sampai sekarang kita pakai. Merek tertua dan asli adalah No. 4711 yang sudah berbisnis selama 222 tahun. Saya bener-bener nggak nyangka kalau cologne itu memang berasal dari Cologne! 
Big hug in front of the cathedral
Puas jalan kaki di sekitar pusat kota Cologne, kami pun pulang ke Dueren. Malamnya, kami makan barbeque sosis Jerman sambil nonton sepakbola. Kalau ada daging dan bola, pasti ada bir! Jadilah saya begadang nemenin Micha nonton bola, minum bir non-alkohol, sambil main bersama Pepper, kucing mereka. Bener-bener kerasa bersama keluarga saja! 

-@travelitarius in Dueren, she find her new place called "home"
Read More
Day 8: 15 Juni 2014

Sore ini saya akan ke Aachen bertemu Jenny, seorang couchsurfer yang tinggal di Dueren. Cewek ini baik banget, sampai saya sudah nggak sabar lagi bertemu dengannya. Tiket Go Pass 1 Aachen dari Belgium Rail (SNCB) sudah di tangan, sekarang saya tinggal minta bantuan Lotte untuk mencarikan jadwal keretanya. Pagi itu kami berdua sarapan roti dan teh untuk memulai hari. Setelah dapat jadwal kereta untuk sore nanti, saya pun bersih-bersih dan berpamitan untuk mengunjungi Atomium di utara Brussels. 

Saya ngambil tram ke arah Esplanade dengan tiket 2.1 euro (hih mahal) untuk perjalanan 1 jam. Waktu itu saya mikir, ah, 1 jam cukup untuk bolak-balik karena saking ogah ruginya beli tiket lagi. Jarak Atomium dari pusat kota sekitar 8 km dan memakan waktu sekitar 25 menit naik tram. Dan ternyata saya salah stasiun tram! Seharusnya, saya turun di stasiun Heysel yang paling dekat dari Atomiun tetapi berbeda jalur tram dari jalur yang saya ambil. Jadilah saya turun di Esplanade yang harus jalan kaki sekitar 2 km menuju sana. mana waktu itu gerimis dan harus buru-buru ngejar tiket 1 jam. Jadilah saya menikmati Atomium dari jauh saja, hiks...
Atomium dari jauh
Harusnya segini bagusnya, hehe... (image courtesy of brusselscity.net)
Siangnya, saya jalan-jalan lagi di sekitar pusat kota sebelum balik ke apartemen Lotte untuk janjian Skype dengan keluarga di rumah. Setelah ngobrol panjang lebar selama kurang lebih setengah jam dengan orang rumah, saya pun mulai packing untuk bertolak ke Aachen. Sebelum pamit, selfie dulu sama Lotte!
Cool Belgian girl
Tuntas dadah-dadahan dan peluk-pelukan bersama host, saya pun berjalan kaki menuju Brussels Centraal Train Station (Gare de Bruxelles-Central) tak jauh dari Grand Place. Nggak nyangka, Brussels yang ibukota Eropa, ternyata stasiun utamanya kecil saja, total trek rel hanya 6 dengan 3 peron. Kereta yang saya naiki adalah Intercity yang berhenti di tiap stasiun. Untuk mencapai Aachen, saya harus transfer kereta di Liege Centraal menuju Aachen Hbf. 
Liege Central Station
Overall, perjalanan sangat menyenangkan apalagi saya bisa melihat countryside atau pedesaan Belgia yang seperti lukisan. Di dalam perjalanan, saya ingat sekali waktu itu saya iri dengan penduduk di desa. Walaupun lokasinya jauh dari kota, tetapi akses kereta dan kesetaraan gaji membuat hidup di sana menjadi lebih damai. Belum lagi dengan pendidikan dan kesehatan yang terjamin pemerintah. Lalu saya bingung kapan Indonesia bisa semaju Belgia, Belanda, atau negara-negara Eropa lainnya. Nggak usah jauh-jauh deh, menjadi setara dengan Malaysia saja saya pikir masih banyak PR yang harus dikerjakan. Duh, kenapa jadi nggak bersyukur begini? Dan, kalau melihat desa-desa di sana, tuh cantik-cantik banget! Tanahnya berbukit-bukit, warnanya berubah-ubah sesuai musim, sapi-sapinya gemuk, dan rumah-rumahnya antik. Sayang karena kereta terlalu cepat, kamera saya yang nggak seberapa ini nggak bisa nangkep dengan bagus. 

Saya sudah pernah ceritakan insiden miscommunication ketika akan bertemu dengan Jenny di sini. Cerita itu cukup panjang dan sudah pernah saya tulis, jadi silakan ke sana dulu yah, hehe. Malam itu saya habiskan mengobrol dengan Jenny sambil berkeliling kota Aachen yang indah di malam hari. Dengan doner kebab di tangan, Jenny nggak ada habis-habisnya membuat saya nyaman dengan kehadirannya. I feel like I have another home.

P.S.: Maaf yah, menulis setiap hari menyebabkan inkonsistensi panjang tulisan. Tapi I'll do my best untuk menceritakan apa yang saya tangkap ketika jalan-jalan. 

-@travelitarius at first she tried to count her blessings, but in the end it is countless. 
Read More
Berbeda dengan post budgeting #15EurosPerDay yang per kota sebelumnya karena 1 negara 1 kota, sekarang saya akan membeberkan berapa uang yang saya habiskan untuk 1 minggu di Jerman. Kota-kota yang saya kunjungi di Jerman adalah Aachen, Dueren, Cologne, Hanover, dan Berlin. It seems everybody knows that Germany is frickin expensive. But, fear not!

Pengeluaran selama di Eropa
Hari
Tanggal
Pengeluaran
TRS
F&B
ACC
OTH
TOTAL
GERMANY: Duren (incl. Aachen & Koln), Hanover, Berlin
75.5
15-Jun-2014
No expenses
16-Jun-2014
No expenses
17-Jun-2014
BlaBlaCar: Duren-Hanover
17
1 tiket tram zona 2 ke rumah host di Hanover
3.2
18-Jun-2014
1 tiket tram zona 2 ke Araltankstelle
3.2
BlaBlaCar: Hanover-Berlin
18
Tiket 24h AB Berlin
6.7
Snack sarapan (roti manis)
1.3
19-Jun-2014
1 tiket Berlin AB
2.6
1 tiket Berlin AB
2.6
Suvenir pajangan mini dan kartu pos
3.9
Fish sandwich dr Nordsee (lunch)
2.8
20-Jun-2014
Tiket 24h ABC Berlin-Potsdam
7.2
Wickinger sandwich dr Nordsee (lunch)
3
Nasi goreng ayam Vietnam (dinner)
4
Notes: all in euro
TRS: Transportasi 
F&B: Makan dan minum
ACC: Akomodasi
OTH: lain-lain

Seems too good to be true? Gimana bisa saya 2 hari nggak ngeluarin uang sepeser pun? Kalau udah pernah baca post saya sebelumnya tentang Jenny (host CS di Dueren), pasti jadi inget betapa baiknya cewek ini. Buat yang belum baca, silakan dibaca dulu. Saya sampai di Aachen tanggal 15 Juni, dijemput langsung di Aachen Hbf olehnya. Setelah itu ditraktir pita kebab super jumbo untuk makan malam, sekalian jadi tur guide keliling Aachen. Malamnya saya menginap di rumah Jenny di Dueren, sekitar 30 menit dari Aachen. Pada 16 Juni, saya diajak keliling kota Cologne bersama Jenny dan Micha. Dua kota ini, Aachen dan Cologne adalah kota kecil, jadi kami cukup berjalan kaki saja. Dan di dua kota ini juga berdiri 2 katedral Gothic favorit saya: Aachener Dom dan Kolner Dom. Untuk makan pun sepenuhnya makan bareng Jenny bahkan dibeliin bir segala. I'm a lucky bastard! Hehehehe

Tanggal 17 Juni saya pun cuma ngeluarin ongkos transportasi menuju dan dalam Hanover, sepenuhnya diajak jalan kaki dan makan bareng host. Host saya di Hanover adalah perempuan Jerman yang memeluk Islam, dia luar biasa baik, rendah hati, dan sabar dalam menjalankan agama di negara sekuler. Tuh, kan, siapa bilang orang Jerman gak ramah? Traveling dong! Hehe. Di Hanover juga saya baru engeh ternyata transportasi dalam kota di Jerman pun mahal! Saya harus ambil 1 tiket seharga 3.2 euro untuk 1 kali jalan, yang berlaku 60 menit. Help, Paris jadi kerasa murah...

TV Tower Alexanderplatz, Berlin: when style combined
18 Juni saya bertemu dengan Lena dan Andrej di Berlin yang menjadi host saya selama 3 malam di Berlin, tepatnya di Kreuzberg neighborhood yang hip. Di Berlin saya mengambil tiket 24 jam untuk keliling kota, jadi bisa nyasar naik bus senyasar-nyasarnya, naik transportasi apapun, tetep pukul rata 6.7 euro. Jika dibandingkan dengan tiket sekali jalan yang 60 menit seharga 2.6 euro, the 24h ticket seems a very good deal. Untuk traveler yang suka males jalan kaki, pas banget nih! Apalagi Berlin gedenya alaihim seperti Jakarta. Bandaranya aja ada 3!

Total 75.5 euro untuk 6 malam di Jerman, hasilnya 12.58 euro per hari, bahkan sudah termasuk beli suvenir dan transportasi antar kota. I conquered Germany!

-@travelitarius love Berlin. Period. 
Read More
Previous PostOlder Posts Home